Mohon tunggu...
Mochammad Chaerul Novryan
Mochammad Chaerul Novryan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - keren

suka kamu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal Penelitian Hukum Normatif

11 September 2023   11:43 Diperbarui: 11 September 2023   13:50 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jurnal Humaya: Jurnal Hukum, Humaniora, Masyarakat, Dan Budaya. Volume 6 No. 1, Juli 2022

Link Artikel

https://jurnal.ut.ac.id/index.php/humaya_fhisip/article/view/5242

Pendahuluan/Latar Belakang

Dalam sejarah Indonesia, pembinaan narapidana secara kelembagaan sudah dimulai sejak jaman pemerintahan Kolonial Belanda. Pada saat itu penjara sebagai bentuk pembalasan, demi menghindari upaya penghukuman yang tidak manusiawi kemudian system pemenjaraan bergeser ke system pemasyarakatan.1 Sistem Pemasyarakatan di Indonesia merupakan perwujudan dari pergeseran fungsi pemidanaan yang tak hanya sebagai penjeraan, akan tetapi juga memuat suatu usaha rehabilitasi dan juga Reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan guna mempersiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar siap Kembali ke masyarakat. Lewat Lemabaga Pemasyarakatan atau disingkat Lapas dimaan Lembaga ini berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan anak didik Pemasyarakatan.2 Dalam Sistem Pemasyarakatan di Indonesia seseorang narapidana tetap diakui sebagai anggota masyarakat sehingga pada proses pembinaan tidak boleh diasingkan dari kehidupan bermasyarakat. Artinya seorang narapidana masih tetap menjadi bagian dari masyarakatan Indonesia, sehingga dalam proses Pembinaan harus memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk membangun pribadi dan budi pekertinya demi membangkitkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat. 3 Lembaga Pemasyrakatan (Lapas) menjadi bagian penting dalam system pemasyarakatan yang berfungsi sebagai media/tempat petugas lapas dalam melakukan pembinaan narapidana. Munculnya permasalahan dalam lapas bukan semata mata diakibatkan oleh kesalahan dan kekliruan dalam penanganan yang dilakukan petugas lapas, namun hal itu terjadi secara komples antara system dengan pelaksaan di lapangan dengan seluruh keterbatasannnya.4 permasalahan yang ada dalaam Lapas salah satunya adalah adanya kelebihan kapasitas. Data di Direktorat JendralPemasyarakatan (Ditjenpas) menunjukan seluruh Lapas/Rutan di Indonesia mempunyai kapasitas 135.561 narapidana, pada November 2021 jumlah narapidana yang ada sebanyak 266.828.5 Menurut United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) terkait kepadatan dalam Lembaga pemasyarakatan mendefinisikan kepadatan umumnya mangacu pada tingkat hunian dan kapasitas penjara. Dengan rumus sederhana ini, kepadatan mengacu pada situasi dimana jumlah tahanan melebihi kepasitas resmi penjara. Tingkat kepadatan didefinisikan sebagai bagian dari tingkat hunian di atas 100 persen.6 jika menggunakan rumus dari UNODC maka tingkat kepadatan dalam Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia sudah dapat digolongkan telah mengalami kepadatan dalam lapas. Dampak dari kepadatan dalam lapas ini menimbulkan permasalahan permasalahan yang baru seperti dalam kasus yang terjadi pada November 2017 dimana kerusuhan yang terjadi di Lapas Kelas II A Permisan di Nusa Kambangan yang menimbulkan 3 orang koerban luka luka dan 1 orang meninggal dunia.7 Kemudian juga kasus Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Siak Sri Indrapura di Kabupaten Siak, Provinsi Riau mengalami kerusuhan yang mengakibatkan terbakarnya bangunan Rutan tersebut pada november 2019.8 Tak ketinggalan Lapas kasus yang terbaru adalah pada tanggal 22 September 2021, kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas tangerang, Banten, akibat overcrowded dalam Lembaga Pemasyarakatan menewaskan setidaknya 49 orang narapidana dan menyebabkan lebih dari 70 orang lainnya terluka.9 Beberapa permasalahan dalam lapas menjadi catatan dari banyak peneliti salah satunya adalah permasalahan overcrowded yang mengakibatkan munculnya permasalahan permasalahan lain seperti kerusuhan dalam lapas, kurang optimalnyapembinaan yang dilakukan petugas pemasyarakatan dan permasalahan Kesehatan sebagai bentuk tujuan dari pembangunan nasional.10 Dari penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan HAM menjelaskan bersamaan dengan terjadinya Overcrowded, lapas/rutan mengalami persoalan pembinaan terhadp narapidana. Semakin besar narapidana, semakin besar pula potensi konflik sehingga petugas akan lebih terkondsentrasi kepada pendekatan keamanan dengan konsekuensi pendekatan pembinaan kurang mendapat perhatian. Maka dari itu penting memilikirkan mengenai profesionalisme seorang petugas pemasyarakatan dan mengenai penyediaan fasilitas lapas. Hasil penelitian dari ICJR juga menyinggung mengenai peningkatan jumlah penghuni lapas yang mengakibatkan OverCrowding tidak dibarengi dengan adanya peningkatan jumlah fasilitas serta sarana dan prasarana yang memadai11 guna memberi ruang gerak yang cukup bagi narapidana. Permasalahan overcrowding di Lembaga Pemasyarakatan dalam system hukum pemidanaan di Indonesia sudah sewajarnya mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Jika overcrowding dianalogikan sebagai atap rumah yang bocor, berapa banyak dan sebesar apa wadah yang menampung yang harus disediakan untuk menampung air yang masuk kedalam rumah Ketika hujan, jika atab tersebut tidak segera diperbaiki.12 Dikarenakan banyaknya permasalahan akibat adanyaa OverCrowded Lemabaga Pemasyarakatan di Indonesia. Maka yang menjadi permasalahan adalah : Apakah factor factor yang menyebabkan terjadinya overcrowding di Lemabaga Pemasyarakatan ? dan Bagaimana kebijakan system pemidanaan terhadap permasalahan Overcrowding di Lembaga Pemasyarakatan ? pengidentifikasian permasalahan ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara langsung solusi yang tepat bagi pemecahan permasalahan kelebihan kapasitas di dalam lapas atau rutan yang ada di Indonesia saat ini dan mengetahui kebijakan pengaturan yang tepat dalam menagani permasalahan di lapas/rutan yang ada di Indonesia.

Konsep/Teori dan Tujuan Penilitian

Konsep dan teori permasalahan dalam penelitian ini adalah sistem hukum Indonesia. Penulis berpendapat bahwa penerapan pemidanaan penjara sebagai titik akhir dari sistem peradilan pidana Indonesia kurang efektif, dan hal itu menjadi salah satu factor penyebab terjadinya overcrowded di dalam lapas. Lapas tidak bisa menolak seseorang yang sudah dijatuhi pidana penjara dalam proses peradilan pidananya, sehingga jumlah narapidana terus bertambah.

Selain itu, Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara langsung solusi yang tepat bagi pemecahan permasalahan kelebihan kapasitas dalam Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia dan guna mengetahui kebijakan pengaturan yang telah diambil dalam mengani permasalahan ini.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan yakni penelitian yuridis empiris yang merupakan pendekatan permasalahan mengenai hal hal yang bersifat yuridis dan kenyataan yang ada mengenai hal hal yang bersifat yuridis. Penelitian hukum empiris atau penelitian sosiologis yaitu penelitian penelitian hukum yang menggunakan data primer. Menurut pendekatan empiris pengetahuan didasarkan atas fakta fakta yang diperoleh dari hasil hasil penelitian dan observasi.

Obyek Penelitian
yang menjadi obyek penelitian dalam jurnal ini adalah sistem peradilan pidana Indonesia, dimana penulis menjelaskan bahwa sistem peradilan pidana yang diamut Indonesia sekarang kurang efektif. Hal ini menyebabkan overcrowded di beberapa lapas.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun