“Oh ya? Jadi apa yang mereka bicarakan?”
Kali ini Kania menatap kakek neneknya penuh curiga.
“Mereka bicara tentang cinta. Tiga kali, kakek bilang, aku mencintaimu.”
Dan yang tidak kusangka adalah, wajah kakek dan nenek itu bersemu merah. Hei, kalian sudah tua. Dan aku baru saja patah hati.
“Hahaha... sudah kuduga-sudah kuduga,” si nenek menepuk-nepuk pundak suaminya.
“Dalam pembicaraan tadi, nenek juga bilang akan memasakkan ikan besar itu berapapun harganya, saat hari ulang tahun kakek,” kali ini nenek terdiam. Ia menunduk malu.
“Oh, janji ya Oma!” Kakek seperti mendapat kesempatan balas dendam.
Kania tertawa ke arahku. Aku baru sadar giginya begitu rapi, dan lesung pipinya, cantik meski hanya sebelah.
“Ya, Oma dan Opa memang begitu.”
“Mereka luar biasa,” pujiku sekali lagi.
“Maaf jika mereka mengganggu soremu.”