“Yang lain cowok juga?”
“Ya masak banci mas.”
Benar-benar apes. Berarti informasi tentang Juwita kurang lengkap. Ternyata selain pecinta anggrek, pantai dan sunset, ia juga pembohong dan pengoleksi laki-laki. Bagus!
--
Selama dua puluh empat tahun hidup di dunia aku tidak pernah percaya pada eksistensi hari sial. Tapi kali ini aku percaya. Mobilku berjalan malas mengelilingi komplek perumahan Juwita. Sampai pada akhirnya sebuah taman seperti memanggil-manggilku.
Aku memarkir mobil. Lalu duduk pada sebuah bangku panjang yang sudah sedikit berkarat. Taman ini penuh bunga warna – warni. Lumayan menyegarkan pikiran setelah kejadian barusan. Dengan berat ku tarik nafas panjang lalu ku keluarkan. Kenapa hidupku sebegini malangnya ya Tuhan?
Sayup-sayup aku mendengar sebuah percakapan. Ah, rupanya di sebelah kanan tak jauh dari tempatku duduk, ada sepasang kakek nenek sedang menghabiskan sorenya. Wow, romatis sekali pikirku. Mereka menyindirku atau apa?
Lama-lama aku jadi penasaran, apa sih yang sebenarnya mereka bincangkan? Apa sih topik yang bisa membuat mereka tidak berpisah hingga hari ini.
Aku menggeser dudukku mendekati mereka, Nenek itu nampak antusias bercerita mata abu-abunya seperti hidup kembali. Dan kakek yang lebih kurus itu menanggapi juga...
“Pa, ikan di pasar tadi besar-besar. Aku ingin beli satu untuk makan malam kita. Tapi kata Kania, harganya terlalu mahal jadi aku tidak jadi membelinya dan lebih memilih beli ikan yang lebih kecil. Kamu tidak marah kan?”
“Aku mencintaimu.”