"Dru, cepat sembuh ya. Aku pulang dulu. Aku sudah siapkan makanan kalau kamu terbangun tengah malam. Perutmu tidak boleh kosong."
"Bram, kamu itu siapa sih?"
"Haha kamu kok tanya terus sih. Tapi pertanyaanmu tidak sedang mengumbar marah kan?"
"Ya enggak lah, Bram. Tapi kamu itu sebetulnya mau apa hadir di kehidupanku?"
"Dru, aku bukan siapa-siapa jika kamu tak ijinkan aku untuk menjadi seseorang yang istimewa untukmu. Aku bukan siapa-siapa jika Allah tak ijinkan aku temani kamu. Aku bukan siapa-siapa jika hatimu tak kau beri untukku. Tapi yang pasti kamu adalah perempuan istimewa yang patut aku perjuangkan."
"Keliru kamu Bram. Aku ini bukan siapa-siapa. Aku hanya perempuan tidak berguna, perempuan kelas bawah dan perempuan yang tak layak untuk memiliki seseorang yang istimewa."
"Kamu bicara apa sih?. Dengar ya, Dru, hanya orang-orang yang picik yang tidak bisa menghargai orang lain. Apalagi menghargai kamu, perempuan yang istimewa untukku."
Menetes kembali. Terharu. Semoga hati tak keliru memilih.
Ah ibu. Apakah ini janji yang ibu tepati? Apakah Bram yang telah ibu titipkan pesan?
Kupejamkan mata, kupanjatkan doa dan kumeminta Tuhan berikan yang terbaik untukku.
Ibu ternyata tidak bohong. Ibu tepati janjinya. Maaf, Bu, aku terlambat menyadari.