Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Ibu Bohong

30 Agustus 2020   00:20 Diperbarui: 1 September 2020   18:33 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by pixabay.com

Sepeninggal Ibu, Bram yang sering hadir menemani aku. Di sela kesibukannya, ada saja satu waktu yang Bram sempatkan untukku. Perlahan aku mulai menyukai Bram. Perlahan ada benih cinta yang kutanam. Perlahan ada doa yang aku panjatkan.

"Hei, melamun. Sudah waktunya minum obat. Kamu makan sedikit ya!"

"Aku sudah sembuh kok, Bram."

"Sembuh kok merepotkan. Sudah tak usah debat. Minum!"

Bram lihai seperti ibu. Aku tak sampaikan apapun, tapi Bram menyiapkan minum seperti yang Ibu siapkan untukku. Bram siapkan camilan dan Bram siapkan obat yang harus aku minum.

"Bram kamu itu siapa sih?"

"Aku, ya Bramantyo. Temannya Dru, yang sayang sama Dru, yang suka sama Dru, yang menerima pesan Ibu untuk menjaga Dru, yang siap melindungi Dru namun sayang Dru belum tahu kalau seorang Bramantyo ingin lebih dari sekadar teman."

"Apa sih Bram. Aku tak paham?"

"Tak usah dipahami Dru, rasakan saja. Kelak ada banyak doa dan harap yang akan hadir di antara aku dan kamu."

Kurapikan posisi dudukku.

Bram membereskan obat dan minumanku. Kulihat ibu di sebelah Bram tersenyum padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun