Aku kesepian, Bu. Aku sendirian. Tangisku terus saja hadir seakan aku tak ikhlas Ibu pergi. Aku lemah, Bu. Aku bukan perempuan kuat yang ibu gadang-gadang sanggup menghadang semua yang menentang.
Aku rapuh, Bu. Aku tak punya pegangan.
Kulipat sajadah dan mukenaku. Lupa kalau aku datang bersama Bram. Kuseret kembali kakiku menuju rumah.
Penglihatanku tidak jelas, berkunang-kunang, buram, dan pendengaranku tiba-tiba menghilang.
"Dru, bangun. Aku bilang juga apa. Aku bilang pulang ya pulang. Kan jadi bikin panik orang kalau sudah begini."
"Kamu ngapain Bram di rumahku?"
"Ngapain? Kamu bilang ngapain?"
"Menurutmu, aku akan biarkan kamu terkapar di jalan seperti tadi?"
"Aku, terkapar?"
"Kamu pingsan, Dru. Bandel ya kamu. Pantesan ibu selalu wanti-wanti padaku untuk menjaga kamu. Bandel sih kamu."
Kutatap mata Bram. Berkali-kali Bram hadir di mimpiku bersama ibu. Ingin aku sampaikan pada Bram perihal mimpiku. Tapi aku takut ditertawakan oleh Bram. Pasti Bram akan meledekku. Sebal aku pada Bram kalau sudah meledek.