Mohon tunggu...
Byron Kaffka
Byron Kaffka Mohon Tunggu... Karyawan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bunting Mutilasi

3 September 2016   20:22 Diperbarui: 4 September 2016   12:30 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Jane yang tersampir pada depan motor Ducati, siuman. Beberapa kilometer lagi menurut layar navigasi, arah mendekati jalan protokol. Ini bisa tidak menguntungkan si Jagal, lekas ia menyalip ambulans. Ternyata si sopir ambulans tidak terkendala, meski baru saja dimutilasi.

“Sudah bangun kau!” Tandas Byron, pada Jane, “Tujuanmu sudah sampai, jalang!” Seketika usai mendahului laju ambulans, Byron melempar tubuh suster Jane menghalang jalur ambulans, jatuh bergedebut, lalu bangun, diterawang sinar lampu jauh-dekat ambulans. Raka segera mengenali Jane di depan jalurnya, bangkit tertatih usai dilempar si Jagal Byron.

Dilema harus diputuskan saat itu juga! Raka menabrak tubuh Jane, hingga terjengkang, terkulai, melintang, dihajar bemper ambulas tepat di kepala. Putaran ban melindas kaki, naik ke badan menggilas bantalan silikon dada! Jane menjerit, “RAKAAA!” Dituntaskan melindas kepala hingga pecah, banjir darah! Petir menggelegar beserta kilat, lalu hujan benar-benar mendera deras!

Raka gelagapan gemetar, matanya beriak, hidung meneteskan cairan, berikut menahan ngilu bekas mutilasi di tangan kanannya, vitalitasnya menurun drastis oleh sebab kehilangan banyak darah. Sisa jeritan Jane terakhir berdengung mengguncang ketabahannya. Kemudi mulai tak stabil, sandungan ban belakang terhadap tubuh remuk Jane, merusak konsentrasi kemudi, oleng keluar jalur aspal. Mobil terperosok ke area tubir curam yang miring landai ditumbuhi Hutan Jati dan belukar.

Lengkingan jerit berkumandang seiring ambulans menerobos belukar di antara cabang-cabang pohon patah-patah tertabrak, melaju mengikuti zona menurun. Area labirin hutan kayu membuat tiap gerakan mobil membentur kiri-kanan pohon di tiap penjuru, BAGK! BAGK! BAGK! Benturan demi benturan tak terelak.

Raka sudah kehilangan konsentrasi singkron antara kemudi, pedal gas dan rem, hingga pada satu titik seharusnya menginjak rem, malah pedal gas! Ambulans melaju membabi-buta. Di tengah mental Raka yang sudah goyah, sampai akhirnya ia melihat bayangan batang pohong simetris ke arahnya, menembus kaca film, pecah!

GAS DIINJAK! Raka replek merunduk, menghindari batang kayu melintang menebus pecah kaca depan mobil, kepalanya tersungkur ke stir ketika tabrakan. Tapi, ini adalah ambulans canggih! Bantalan sefty stir mengembang, membuat kepala Raka terpantul kembali tengadah ke sandaran jok, tepat mulutnya ternganga! Ujung patahan runcing batang kayu menombak ke lubang mulutnya, tembus tuntas ke kabin belakang ambulans. AAAAGH! JREBBB! Tak sempat duakalimah syahadat! Kayaknya si Om tak ngomong lagi setelah itu!

Seiring peristiwa mulut Raka Kelana terpanggang cabang pohon, tembus ke kabin, bersamaan tangan Herlina mengeluarkan janin dari belekan mayat bunting, tepat posisi ia simetris membelakangi jok kemudi Raka, dipegangi Humaira menjaga kestabilan dari goncangan posisi.

Hampir saja cabang pohon menombak tengkuk Herlina, tepat saat ia berhasil merangkul bayi, sebelum akhirnya melengos. Hantaman cabang melesat ke sisi kepala Herlina dengan mengoyak telinganya. AAAW! Jerit melengking, darah mengguyur wajah Humaira di bawah cabang pohon yang menombak!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun