Dengan keterlibatannya yang aktif, ia tidak hanya menjadi figur pemimpin, tetapi juga sahabat dan pendukung bagi masyarakat yang membutuhkan. Keberadaannya di tengah-tengah rakyatnya memperkuat ikatan emosional yang penting dalam kepemimpinan.
Melalui ketulusan, konsistensi, dan keotentikan, Raden Mas Panji Sosrokartono berhasil menciptakan gaya kepemimpinan yang mengedepankan nilai-nilai moral. Gaya kepemimpinannya yang penuh empati menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk berpikir lebih kritis tentang peran mereka dalam masyarakat.Â
Dengan menunjukkan bahwa pemimpin dapat menjadi contoh dalam hidup sehari-hari, ia telah menanamkan prinsip-prinsip yang tidak hanya relevan pada zamannya, tetapi juga dapat diterapkan dalam konteks kepemimpinan modern saat ini.
Dengan demikian, identitas dan filosofi kepemimpinan Sosrokartono memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana seorang pemimpin seharusnya bersikap. Kejujuran, konsistensi, dan keotentikan bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi merupakan pilar yang dapat membangun kepercayaan dan menginspirasi masyarakat untuk bergerak maju bersama.Â
Dalam setiap aspek kehidupannya, ia telah menunjukkan bahwa kepemimpinan yang baik berakar pada nilai-nilai yang kuat dan kemanusiaan yang tulus, menjadikannya sebagai salah satu tokoh yang patut dicontoh dalam sejarah Indonesia.
Metafora "Klungsu" dan "Joko Pering"
Raden Mas Panji Sosrokartono menggunakan metafora "Mandor Klungsu" dan "Joko Pering" sebagai alat untuk menjelaskan prinsip-prinsip kepemimpinannya yang mendalam. Metafora "Mandor Klungsu" berasal dari biji pohon asem Jawa yang dikenal dengan sebutan klungsu.Â
Dalam konteks ini, klungsu bukanlah pemilik dari pohon tersebut, tetapi memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawatnya. Sosrokartono menggunakan gambaran ini untuk menekankan bahwa seorang pemimpin tidak seharusnya memiliki rasa kepemilikan yang berlebihan terhadap rakyat yang dipimpinnya, melainkan harus siap untuk mengayomi dan melindungi mereka dengan penuh dedikasi.
Metafora kedua, "Joko Pering," merujuk pada sosok pemuda yang penuh semangat, murni, dan otentik. Dalam tradisi Jawa, Joko Pering melambangkan gairah dan harapan. Pemuda ini adalah simbol dari potensi yang belum tersentuh dan memiliki daya juang yang tinggi.Â
Dengan menggunakan metafora ini, Sosrokartono menggambarkan bahwa pemimpin sejati harus memiliki semangat dan keinginan untuk memajukan masyarakat, seperti halnya Joko Pering yang selalu siap berjuang demi kebaikan bersama.