Belum sempat taksi itu pergi tiba-tiba pintu kaca terbuka dan perempuan itu menongolkan kepalanya sambil berkata, "Mas, saya tau di sini jarang sekali taksi lewat. Gimana kalo kita berdua naik taksi ini tapi saya dianter duluan."
Wah? Pucuk dicinta ulam tiba, nih, pikir saya. Tapi entah kenapa yang terlontar dari mulut, "Gak usah, Mbak. Biar saya nunggu aja, saya gak terburu-buru, kok."
"Serius? Saya gak minta dibayarin, loh. Nanti saya bayar sendiri sesuai ongkos jarak tempuh saya,"
"Iya, saya tau. Biar saya nunggu aja," sahut saya masih mengagumi keajaiban yang terjadi.
"Okay, kalo begitu. Terima kasih sekali lagi. Bye, Mas." Dia melambaikan tangannya dengan senyum manis bukan main. Seumur hidup belum pernah saya melihat senyuman seindah itu. Sayangnya perempuan itu memang nampak terburu-buru, tangannya dengan cepat menekan tombol sehingga jendela taksi pun tertutup. Dan seperti sebelumnya, Si Supir Taksi langsung ngebut dan hilang di pengkolan jalan seiring dengan hati yang tiba-tiba dilanda kehampaan.
GOBLOK! Saya langsung memaki diri sendiri. Goblok!! Gobloook!!! Tuhan sudah memberi kesempatan emas namun saya sia-siakan. Sungguh saya sangat menyesal telah menolak tawaran itu. Aduuuh.. padahal yang namanya kesempatan jarang banget datang dua kali. Hadeuh! Gimana, ya? Pokoknya saya harus bisa ketemu sama dia lagi, begitu tekad saya. Christopher Revee pernah berkata, 'One you choose hope, anything is possible.'
Udara panas Jakarta semakin menyengat! Saya melirik jam di pergelangan tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 3.30. Ah, lebih baik saya ngopi dulu buat ngadem sekaligus menenangkan hati yang gundah. Untungnya pas di depan saya ada sebuah kafe dan saya langsung menuju ke sana.
Alhamdulillah, di dalam kafe tersebut udaranya sejuk karena AC-nya bekerja dengan baik. Saya memilih duduk di dekat jendela dan minta dibuatkan secangkir kopi latte. Tempat duduk saya menghadap ke luar sehingga saya bisa melihat ke tempat saya berebut taksi dengan perempuan tadi. Siapa namanya, ya? Ah, goblok! Bahkan sampai menanyakan namanya pun saya lupa.
Untuk membunuh waktu, saya memperhatikan kafe ini lekat-lekat, keliatannya ini kafe baru. Desainnya unik, mengingatkan saya pada desain jaman kolonial namun digabungkan dengan desain masa kini. Desainernya jago, nih, perpaduannya bersinerji tanpa ada kesan maksa.
Sehabis ngopi saya pulang ke rumah. Dan tau gak? Sepanjang hari itu hati saya terus dihantui penyesalan; Goblok! Kenapa saya gak ikut bersama perempuan itu tadi sore. Malamnya saya juga gak bisa tidur karena rindu pada seseorang yang bahkan namanya juga saya tidak tau.
Esok harinya, persis di jam yang sama seperti kemaren, saya datang lagi ke kafe tersebut. Duduk di tempat yang sama karena tempat itu sangat strategis untuk mengetahui jika perempuan yang saya rindukan muncul kembali.