"Gapapa. Gue terbiasa menulis di otak. Kalo gak selesai ditulis kan bisa gue ceritakan verbal. Yang penting ceritanya selesai."
"Sip-sip. Thanks, Om Bud."
Jam 9 Teng, panitia Mindstream institute, yang menyelenggarakan workshop, menyuruh semua peserta masuk ke dalam kelas. Saya menyeruput kopi sampe tandas lalu pamitan pada Riziek untuk mengajar.
"Sampe ketemu jam makan siang, ya," kata saya sambil menepuk pundaknya.
"Selamat ngajar, Om Bud. Saya jadi seneng banget karena nunggu isteri juga gak bosen jadinya."
Jam 12 tepat, kelas storytelling berhenti untuk beristirahat makan siang. Di depan pintu, Riziek sudah menunggu memegang kertas yang dipenuhi oleh huruf. Senyumnya lebar menyiratkan kemenangan yang lahir sebelum dimulainya pertandingan.
"Tulisan saya udah kelar, nih," katanya sambil mengipas-ngipaskan kertas di tangannya.
"Hehehe....makan dulu, yuk? Kita ngobrolnya sembari makan siang."
"Tapi saya kan bukan peserta? Masa ikutan makan?"
"Gapapa, biasanya panitia selalu belinya lebih, untuk antisipasi," kata saya sembari menyambar dua buah nasi kotak dan mengajaknya ke ruangan pribadi supaya gak terganggu oleh peserta yang lagi makan.
"Om Bud, udah nulis ceritanya?"