"Sebuah Kafe di daerah Kelapa Gading."
"Okay, kalo gitu begini aja. Kita bikin kafe fiktif lalu masing-masing membuat tulisan tentang kafe itu. Terus kita bandingin tulisan kita berdua."
"Wah! OK, tuh! Boleh-boleh. Kafenya tempatnya cozy dengan ciri khas tradisional campur modern untuk kelas menengah ke atas." Tiba-tiba orang ini bernapsu banget langsung menentukan brief sendiri tanpa ngajak kompromi.
"Okay!" Saya gak punya pilihan lain karena saya gak mau menggiring brief yang akan membuat dia berpikir menguntungkan saya.
"Hidangannya juga kue-kue jaman dulu tapi versi modernnya. Desainnya juga dengan desain dan ukiran japara campur modern. Teko dan mugnya juga yang antik tapi keren dan modern. AC-nya dingin membuat pengunjung nyaman banget."
"Okay. Terus nama kafenya apa?" tanya saya lagi.
"Kafe Memori. Setuju?" kata Riziek lagi sambil menyodorkan tangan mengajak salam kesepakatan.
"Okay," kata saya lagi sambil menyambut tangannya dan jadilah kedua tangan kami menyatu membentuk logo sabun jaman dulu merk Sunlight, kalo gak salah. Sunlight atau sabun Cap Tangan, ya? Gue lupa lagi.
"Jadi kapan kita berdua saling membacakan cerita?"
"Nanti pas break makan siang jam 12, ya?"
"Wah, Om Bud kan lagi ngajar? Nggak fair dong? Terlalu menguntungkan saya dan merugikan, Om Bud."