Mohon tunggu...
SedotanBekas
SedotanBekas Mohon Tunggu... Administrasi - ponakannya DonaldTrump

Saya adalah RENKARNASI dari Power Ranger Pink

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hilangnya Atlantis

26 Desember 2017   07:34 Diperbarui: 26 Desember 2017   09:25 2009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Ode Putra Tabuh, salah satu dari empat penjaga langit yang kini terdampar di atas karang di tengah lautan yang luas. Umurku sudah dua ribu lima ratus tujuh puluh enam tahun, cukup lama untuk ukuran kalian. 

Dan sudah selama itu pula aku terjebak disini bersama kutukan dari penguasa semesta, sangat menjengkelkan bukan? Tapi kutukan bukanlah satu-satunya kemalangan yang ku benci, melainkan pada keadaan kesadaranku yang semakin terkikis habis. 

Bagaimana tidak. Selama ribuan tahun aku tak pernah berpaling dari seseorang yang sudah membuatku seperti ini, dia penghancur alam sadarku, dialah distorsi akal sehatku.

Kisah ini berawal saat sang penguasa menunjukku sebagai salah satu dari empat orang penjaga langit, sebuah kehormatan yang luar biasa bagi bangsa kami jika terpilih menjadi para penjaga, oleh sebab itu ayah mengadakan pesta meriah di rumahku sebagai wujud syukur atas penobatan ini.

Hari pergantian penjaga telah tiba, dimulai dengan upacara besar yang dihadiri oleh seluruh penghuni langit, sangat ramai. Sang penguasa berdiri dari singgasana menyambut kedatangan para penjaga. 

Aku bersama dengan tiga orang lainnya memasuki altar penobatan di sambut dengan gemuruh tepuk tangan yang sangat meriah. Di sebelah kiri sang peguasa berdiri para penjaga langit yang akan kami gantikan, mereka tampak gagah dan tangguh.

"wahai penghuni langit" teriak sang penguasa menghentikan ramainya keadaan saat itu.

"hari ini, adalah hari yang agung, dan kalian akan menjadi saksi untuk penobatan para penjaga langit"

Sang penguasa menghampiri kami di ikuti oleh oleh seorang pelayan yang membawa empat buah Pedang.

"dengan ini, atas nama sang pencipta akan ku nobatkan kalian sebagai para penjaga langit yang terhormat"

suara tepuk tangan kembali terdengar lebih kencang dari yang tadi sehingga memekakan  telinga.

  Sang penguasa pun memberikan kami satu per satu pedang yang dibawa oleh pelayan tadi. Aku menerima Pedang Air pertanda aku akan menjadi penjaga langit selatan, sedangkan temanku Hasbi menerima Pedang Api sebagai penjaga langit timur, Ula mendapat Pedang Bumi sebagai penjaga langit barat dan Arju menerima Pedang Udara sebagai penjaga langit utara.

Hal yang menarik dari seorang penjaga langit selain menjaga negeri sendiri, aku juga bisa melihat bumi dari tempatku bertugas. Aku bisa melihat dengan jelas apa yang manusia bumi lakukan. 

Dan karena aku bertugas di langit selatan berarti aku bisa melihat dengan jelas daratan yang bernama Thurdeo atau manusia bumi lebih sering menyebutnya dengan nama Atlantis. Sungguh daratan itu sangat indah, tidak seperti daratan-daratan lainnya yang ada di bumi. 

Jelas sekali terpampang dari sini sebuah tanah yang subur penuh dengan hijaunya pepohonan yang diselipi kokohnya bangunan tinggi menjadi kombinasi keindahan yang sejukan mata. Bagi bangsa langit kami menyebut Atlantis sebagai pecahan negeri langit. 

Karena memang bangunan disana hampir menyerupai tempat tinggalku hanya saja tak ada pepohonan tumbuh di langit. Akan tetapi ada aturan yang sangat keras bagi bangsa langit untuk tidak memijakan kaki ke bumi, bagi siapa pun yang melanggar akan mendapat hukuman mati atau diusir dari sini sebagai orang yang hina. Dan itulah yang nantinya menjadi petaka buatku.

Seratus tahun sudah aku menjadi penjaga langit dan sudah seratus tahun pula aku mengamati dengan jelas Atlantis, mencoba mempelajari apa yang mereka lakukan. 

Hingga sampai pada hari dimana seorang putri raja dari raja atantis dilahirkan. Masyarakat menyambut meriah atas kelahiran tersebut, pesta besar digelar di berbagai penjuru kota, mengalahkan pesta besar yang dilakukan ayahku pada saat aku dinobatkan menjadi penjaga langit.

Atlantis memberiku rasa keingintahuan yang teramat sangat, mengusik hatiku dengan keras untuk menginjakan kakiku disana. Tapi tak mungkin aku lakukan karena jelas aturan di negeri langit tak mungkin ku langgar. 

Setiap hari aku terus bertanya-tanya kenapa mesti ada aturan semacam ini? bukankah tak ada salahnya jika aku berada di bumi hanya sekedar menghilangkan rasa penasaran dan sedikit berlibur? 

Bertahun-tahun pertanyaan itu terus mengusikku hingga pada suatu hari aku sudah tak bisa lagi menahan dorongan yang teramat besar untuk memijakan kakiku disana. Dengan penuh kehati-hatian ku tinggalkan tempatku menuju bumi.

Satu hal yang menjadi pembeda manusia bumi dan bangsa langit adalah sayap. Setiap manusia langit mempunyai sayap di punggung mereka, semakin dewasa manusia langit maka akan semakin indah sayap mereka. 

Oleh karena itu sesampainya aku di bumi aku meruah wujudku selayaknya manusia bumi sekedar menghilangkan kecurigaan jika aku berjumpa dengan manusia. Hal pertama yang kulakukan disana adalah menyentuh pepohonan, selama ini aku mengetahui pohon dari kejauhan dan dari buku yang ada di perpustakaan langit.

"sangat indah"

Ternyata ada banyak sekali poohon disini, ada yang kecil, besar, dan ada juga yang mengeluarkan harum. Aku berlari seprti anak kecil, berpindah-pindah untuk menyentuh pepohonan yang ada disana, menikmati aroma yang dikeluarkan dari sana.

"hai" Seorang perempuan bumi menyapaku.

"Celakalah aku, ada manusia bumi yang melihatku.. untung saja sudah kurubah wujudku" gumanku dalam hati

Perempuan itu berjalan mendekat,

"aku baru pertama melihatmu, dari mana asalmu?"

"langit, eh maksudku lautan sana" aah bodoh hampir saja aku salah.

"oh kau pasti, pedagang yang singgah disini ya?"

"ii iya" aku terus menunduk tak berani menatap perempuan itu.

"ku lihat kau sangat menyukai bunga ini?"

"eh iya" aku semakin tak karuan,

"ambillah jika kau mau"

"maksudmu?"

"ambil saja jika kau menyukainya"

ia memetikan setangkai kemudian memberikan kepadaku, dengan tangan gemetar aku menerima bunga itu dan sedikit memberanikan diri melihat wajahnya. demi Pedang Air ia adalah Putri dari raja Atlantis, aku dibuat terkejut ternyata perempuan yang saat ini dihadapanku adalah anak dari penguasa tempat ini.

"te.. te.. terima kasih"

Ia tersenyum kepadaku, lalu aku berlari menjauh. Sesampainya di tempat sepi aku kembali merubah wujudku dan lengsung melesat menuju langit.

Ku simpan bunga itu dengan di tempat yang aman sehingga tak ada satu orang pun yang melihatnya. Sesekali aku mengeluarkannya dan menghirup wangi dari bunga tersebut, celakanya setiap kali aku menghirup wanginya, wajah perempuan itu terlihat jelas di hadapanku.

"aah bodoh sekali, kenapa dia selalu ada"  gumanku, meskipun dalam hati aku merasa tenang jika melihat wajahnya.

Semakin hari, semakin tak waras saja pikiranku ini. selalu saja rasa keinginanku untuk kembali ke bumi semakin besar. Terlebih saat wajah putri Atlantis terbayang maka keinginan itu semakin kuat.

"aku harus ke bumi, aku yakin penguasa langit tak akan mengetahuinya ... ah tidak tidak aku tidak boleh kesana, cukup satu kali saja aku melanggar aturan langit"

Tampak sekali kebodohanku, aku dibuat bimbang akan hal sekecil ini, aku dibuat menyerah oleh rasa penasaranku sendiri. Bodoh.

***

"Bunga itu melayu" Aku dibuat risau olehnya.

"jika bunga itu mati, maka aku tak bisa lagi membayangkan wajah putri Atlantis... aaah menyebalkan, ini tak boleh terjadi"

Tanpa pikir panajang aku melesat menuju bumi. Sesampainya disana aku mencoba mencari bunga yang serupa dengan cepat, aku berlari kesana kemari tapi tak juga menemukan bunga itu

"celakalah aku, dimana bunga itu. Aku tak ingin kehilangan wajah sang putri, aku tak puas jika hanya melihatnya dari kejauhan, dengan bunga itulah aku bisa melihat dia dari dekat"

Aku mencari dengan sangat serius tanpa mempedulikan sekitarku.

"kau?"

Suara yang ku kenal, suara itu ...

"kau itu ..."

Aku menoleh ke belakang, benar saja itu suara dari putri Atlantis.

"Kau bersayap" terkejut

Sial, aku tak sempat merubah wujudku. Aku menjauh perlahan mencoba menghindar tapi kakiku tak bisa bergerak sedikitpun. Aku semakin ketakutan, aku khawatir ini akan menjadi pertanda buruk untukku.

"sungguh indah" sang putri mendekat padaku, sementara aku masih sama seperti tadi hanya mampu terdiam tak bisa bergerak sedikitpun, Ia menyentuh sayapku, mencoba mengelilingiku, penasaran.

"dari mana asalmu sebenarnya?"

"la.. langit"

"mustahil, ku pikir kau hanyalah dongeng, ternyata hari ini aku percaya bahwa manusia langit memang ada"

Wajahnya nampak sumeringah. Dan entah kenapa saat aku melihat senyum itu aku merasakan ada sesuatu yang menghancurkan kekhawatiranku, menghilagkan rasa takutku.

"ikutlah denganku sebelum orang lain melihatmu"

Aku tak punya kuasa, kakiku ikut berlari mengikutinya memasuki sebuah rumah yang indah, yang didalamnya terdapat banyak sekali bermacam bunga dan ukiran patung.

Kami duduk di dikursi saling berhadapan, padangannya tak bisa lepas dari sayapku. Aku sedikit merasa risih lalu merubah wujudku ke bentuk manusia bumi.

"hey, kenapa kau berubah? Biarlah aku sedang menikmati indahnya sayapmu"

"cukup" pintaku

"baiklah, sekarang bisa kau ceritakan tentangmu sebagai pengganti karena kau tak mengijinkan aku melihat sayapmu" pintanya dengan senyum yang manis

Aku sangat merasa keberatan jika harus bercerita dengan manusia bumi tentang asal-usulku tapi dia terus menerus memintaku dengan senyumannya. 

Ah menyebalkan, senyuman itu selalu membuatku tak kuasa untuk menolak. Aku pun mulai bercerita tentang diriku dan negeriku, ku mulai dengan memperkenalkan diri sebagai Ode putra Tabuh sang penjaga langit selatan, sementara dia terus mengamatiku, sesekali berdecak kagum dan sesekali pula ia memberikan senyuman itu.

"bagaimana denganmu?"

"Maksudmu?"

"bagaimana dengan dirimu, bisakah kau ceritakan tentang manusia bumi?"

"Oh.. baiklah

Mendengarnya bercerita, aku dibuat terkesima, suaranya, senyumnya membuatku merasakan cinta. Bersamanya aku sangat merasa bahagia hingga aku tak lagi peduli lagi dengan aturan langit.

"hai, haii Ode putra Tabuh" Aku dibuat terkejut.

"kenapa kau melamun?"

"ah tidak" aku mengelak sebenarnya aku memang benar melamun, aku terhanyut atas segala tentangnya.

Kami saling bertatapan, sesekali saling melemparkan senyum, tak ada kata yang terucap tapi ini sudah membuatku bahagia. Ah menyebalkan dia selalu saja punya cara membuatku jatuh cinta.

"bisakah ka membuatku ke langit?"

"apa?"

"membawaku ke langit, kau bisa?"

"eh eh .."

"ayolah sekali saja"

"maaf, putri saat ini aku harus kembali segera ke langit"

"apakah besok kau akan datang kesini?"

"entahlah" Aku bergegas meninggalkannya. Melesat ke langit dengan  kebahagiaan.

Semenjak hari itu semua terasa berbeda, aku lebih merasa bahagia, tak jarang aku lebih memikirkan tentang Putri Atlantis ketimbang menjalankan tugas sebagai penjaga langit. 

Pernah sekali aku di panggil oleh penguasa langit karena menurut laporan bahwa aku sering meninggalkan tempatku, aku berbohong bahwa pada saat itu aku sedang berpatroli di wilayah langit selatan.

Entahlah, pada saat ini cinta telah menghilangkan logikaku bahkan sudah menjerumuskanku pada hal yang sangat pantrang untuk ku langgar terlebih aku seorang penjaga langit yang sudah seharusnya memberikan segala loyalitasku pada negeri langit. 

Tapi apapun itu aku sangat menikmatinya, aku percaya pada cinta itu sendiri. Beberapa bulan terakhir aku lebih sering berkunjung ke bumi, menghabiskan waktu bersama sang putri. 

Aku sungguh sangat merasa nyaman bersamanya, dengannya aku tak perlu menjadi orang lain, dengannya aku mengerti tentang keindahan dunia seutuhnya. Dan yang lebih membuatku bahagia bahwa sang putri pun merasakan hal yang sama terhadapku.

Suatu ketika aku pernah mengajak sang putri menuju langit, tentunya ku dandani dia selayaknya manusia langit agar menghilangkan kecurigaan jika ada yang melihat. 

Di langit sang putri terlihat bahagia sekali, saat itu aku merasa menjadi seorang yang paling berguna. Tak ada hal yang membuat kita merasakan kedamaian melainkan melihat orang yang tersayang bahagia karena kita.

Semakin hari, semakin dalam saja perasaan yang kupunya, jika saja satu hari tak bertemu maka rindu akan datang dengan sangat besar dan menggebu. 

Pernah suatu hari semua penjaga langit diharuskan berkumpul di istana langit, membicarakan tentang perkembangan di wilayah masing-masing. pertemuan itu cukup lama kerena menghabiskan waktu sekitar sepuluh hari dan itu sangat membuatku tersiksa. 

Aku bisa saja menahan jutaan pukulan tapi aku tidak bisa menahan rasa rindu yang besar di setiap harinya pada sang putri, rasanya ingin segera pertemuan tak penting ini berakhir. 

Hasbi salah seorang penjaga langit lainnya rupanya menyadari gerak-gerikku yang mencurigakan lalu dia menghampiriku dan menanyakan perihal yang membuatku risau. Jelas tak akan ku beri tahu, karena itu sama saja membunuh diriku sendiri. Biarlah dia penasaran dengan itu

Hari kesebelas pertemuan itu berakhir, tanpa berlama-lama aku mengundurkan diri kepada sang penguasa untuk kembali ke tempatku. 

Setelah mendapat izin dengan segera kutinggalkan istana, bukan menuju tempatku tentunya tapi aku langsung melesat menuju bumi, menuju sang putri menuntaskan rindu yang sudah tak tertahan.

Di tempat biasa aku mendarat, hari ini sepertinya ada yang berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Ku lihat dari kejauhan di istana Atlantis seperti sedang di adakan pesta tapi aku tak terlalu memikirkannya, yang terpenting saat ini untukku adalah bertemu dengan sang putri. Bergegas ku menuju rumah dengan taman yang indah tempat aku dan dia menghabiskan waktu dan bercerita.

"putri?"

"kau dimana?"

Aku coba mencarinya ke halaman belakang, dapur,dan tempat perapian tapi tak juga ku temukan dia.

"kamar, pasti dia ada disana, bergegas ku menuju kamar"

"putri?"

"Ode?"

Sang putri menagis tersedu-sedu, dia berlari ke arahku memelukku dengan erat.

"ada apa? Apa yang terjadi?"

"terimalah ini dan pergilah!" sang putri memberikan sepucuk surat dan berlari keluar.

Aku mencoba mengejar sang putri, dengan saat yang bersamaan Hasbi dan Sang penguasa langit datang menghadapku.

"dasar keparat, dari awal aku sudah curiga kepadamu"

"BRAAAAKKK" aku dibuat terlempar jauh kebelakang menghancurkan dinding rumah sang putri oleh pukulan sang peguasa. Dan dengan sigap Hasbi mengunci kedua tanganku lalu sesegera mungkin meninggalkan bumi melesat menuju langit.

Murka sang penguasa tak tertahan lagi, sesampainya di langit ia melemparkan aku dengan keras

"harusnya tak kau langgar aturan itu keparat"

Aku dibuat tak berkutik dengan serangan bertubi-tubi dari sang penguasa

"aku sangat kecewa kepadamu, terlebih kau adalah seorang penjaga yang sudah seharusnya tak kau langgar aturan itu"

"yang mulia maafkan aku" aku memelas, napasku tersengal-sengal menahan sakit

"mulai saat ini, ku cabut jabatanmu sebagai penjaga langit. Namun aku masih berbaik hati kepadamu, anggap saja sebagai balas jasa atas pengabdianmu seratus tahun ini. ku erikan kau kebebasan untuk memilih hukumanmu sendiri"

Sebenarnya aku tak takut dengan hukuman, yang ada di pikiranku saat ini ingin sesegera mungkin mengetahui perkara tentang sang putri, apa yang sebenarnya terjadi padanya.

"yang mulia, bolehkah hamba meminta waktu hingga esok pagi?"

"hhhhmmmm"

"aku mohon yang mulia, aku berjanji besok aku akan memberikan jawaban atas pilihan hukuman yang ku pilih"

Aku kembali memelas

"baiklah jika begitu"

Sesaat sang penguasa dan Hasbi pergi aku bergegas mengambil secarik kertas yang diberikan oleh sang putri.

Ode putra Tabuh

Tak perlu kutanyakan besarnya cintamu, karena aku sudah mengetahuinya dari apa yang telah kau lakukan untukku. Terima kasih atas semua.

Janganlah pula kau bertanya  tentang besarnya cintaku kepadamu karena ku yakin kau pun mengetahuinya.

Aku sangat bahagia bersamamu, gilalah aku jika tidak ada dirimu. Namun hidup inilah bukanlah milik kita sendiri, ada banyak hal yang tak pernah kita tahu sama halnya seperti takdir kita saat ini.

Percayalah, tak pernah sekalipun aku berniat meninggalkanmu, hari ini aku akan pergi. Bukan mauku tapi inilah tugasku sebagai seorang putri dari kerajaan agung yang kau puja. Kau tahu? Setiap seribu tahun sekali di Atlantis harus ada seorang Putri untuk dijadikan korban sebagai sesembahan kepada Dewa. Entahlah darimana tradisi bodoh ini berasal. Yang kutahu dengan menjalankannya aku akan terbebas dari dosa kehancuran negeriku. Mengertilah.

Kau bukan hanya seorang penjaga langit tapi kau juga seorang yang telah memberi bahagia untukku. Menuntunku pada cinta sesungguhnya.meskipun aku percaya bahwa takdir ini salah tapi aku tak punya kuasa untuk menolaknya.

Ode putra Tabuh, kuatlah seperti aku yang kuat menerima ini.

Dunia mungkin akan memisahkan kita tapi tidak dengan cinta kita. Tapi aku percaya pada kehidupan selanjutnya aku akan menjadi milikmu seutuhnya. Tak ada lagi penghalang aku milikmu dan kau adalah milikku tak ada satu pun takdir yang akan memisahkan kita. Percayalah itu.

Tersenyumlah wahai sang penjaga langit, jagalah cinta itu sama seperti aku menjaganya. Aku teramat sangat mencintaimu.

Yang selalu mencintaimu

 Amarahku membuncah, persetan dengan apa yang kau ucapkan putri, jika aku tak bisa memilikimu maka tak boleh ada satu orang pun memiliki dirimu. 

Ku mengambil Pedang Air bergegas menuju bumi. Di altar Istana Atlantis aku mendarat, semua orang yang hadir disana merasa ketakutan karena aku tampil dengan wujud raksasa bersayap. 

Wujud yang biasa kugunakan saat aku akan bertarung. Beberapa penjaga melesatkan panah, beberapa lagi mencabi-cabik kakiku dengan pedang dan banyak sekali orang berlari ketakutan, suasana gaduh menjadi tak terkendali. 

Ku lihat sang putri menatap amarahku dengan tangisanannya, seolah berkata "cukup".

Amarahku semakin menjadi-jadi kutebas semua yang ada di hadapanku, semua porak poranda.

"hentikan Ode!" teiak sang putri

"kau ... jika aku tak bisa memilikimu maka tak boleh ada satupun yang berhak memilikimu"

Emosiku buncah pada puncaknya, ku tancapkan Pedang Air di atas altar. Seketika gempa bumi mengguncang di Atlantis, semua bangunan roboh, gelombang air laut yang tinggi menghantam Atlantis dari segala sudut. Menenggelamkan negeri ini dalam sekejap saja.

Suara pekik orang sekarat, mengguncang hingga negeri langit. Seketika saja semua penjaga langit dan sang penguasa menghampiriku. Yang sedang meratap sombong pada negeri indah yang kini tenggelam.

marahku terhenti ketika sang penguasa mencabut pedangku. Persetan dengan negeri langit, persetan dengan negeri Atlantis. Aku hanya ingin Putri, aku hanya inginkan cinta. 

Murka sang penguasa membara ia putuskan agar aku tak di izinkan lagi menuju lagit, ia mematahkan sebelah sayapku agar aku tak bisa lagi terbang.

"membusuklah kau disini bajingan"

"Aku sudah tak perduli lagi denganmu keparat, enyahlah kau dari pendanganku"

Saat ini aku sendiri, menyesal? Sudah pasti. Tapi apa pun itu aku akan menerima ini. inilah pilihan bodoh yang sudah putuskan, sebuah neraka yang ku ciptakan sendiri. Cinta akan membunuhmu sama seperti ia membunuh semua yang ku miliki jika kau melihatnya tanpa kesadaran tentang memilki yang sebenar-benarnya.

"Atlantis telah hilang .. Atlantis telah tenggelam"

"Atlantis membawa serta seorang yang sampai pada saat ini memberi aku ketidakwarasan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun