Mohon tunggu...
Biyanca Kenlim
Biyanca Kenlim Mohon Tunggu... Pekerja Mıgran Indonesia - Yo mung ngene iki

No matter how small it is, always wants to be useful to others. Simple woman but like no others. Wanita rumahan, tidak berpendidikan, hanya belajar dari teman, alam dan kebaikan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meniti Senja di Sakarya Akyasi

27 Maret 2024   12:21 Diperbarui: 27 Maret 2024   14:02 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto Ver nando

Meniti Senja di Sakarya Akyasi

15 Juni 2025.

Seorang laki laki separuh baya tampak sedikit gelisah mengamati lalu lalang orang orang yang keluar sambil membawa koper di Bandara International stanbul. Kembali ia duduk dan memeriksa ponselnya . Dari raut wajahnya semakin resah ketika tidak mendapatkan pesan yang dia inginkan . Dia mendekatkan ponsel ke wajahnya dan melakukan voice note

 " askim neredesin neredesin" Ia memastikan suaranya terkirim

Seketika senyum nya merekah melihat chatnya bercentang biru dan  tulisan typing tanda seseorang sedang membalas pesan nya. Ia mengembalikan kacamata hitam diantara hidung mancung nya. 

Sekitar sepuluh menit kemudian. 

"Muhammed Kadir?"

"Evet dogru, Kareyna ?"

"Efendim " sahut Kareyna menyambut uluran tangan Kadir. Laki laki yang dikenalnya dan sudah akrab sejak setahun lalu.

"Maaf sayang saat transit di Doha pesawat delay satu jam"

"Tamam askim onemli degil yang penting kamu sudah sampai dengan selamat!"

Kadir mengambil alih koper dan mereka menuju mobil yang sudah dipersiapkan.

"Bagaimana besok mau ke Cappadocia atau ke Uskudar melatih kesabaran ?" Kadir bertanya sambil membukakan pintu mobil untuk Kareyna. 

"Hahahaha..si pemancing ikan, Terserah kau saja" Kareyna tertawa renyah sambil menepuk pundak Kadir.

*

"Nereye gidiyorsun, canim?" Sapa Kadir santai di sofa sembari mengelus kus kus kucing kesayangan nya tatkala Kareyna jalan melewatnya.

"Kebelakang rumah sebentar, kocam" jawab Kareyna.

"Tamam"  sahut Kadir tersenyum melempar tatap.

Menyusur jalan setapak berumput  tak jauh dibelakang rumah, Kareyna menuju kesebuah bongkahan batu besar disebelah pohon rindang tempat favorite nya.

Sejauh mata memandang hamparan rumput menghijau laksana permadani diantara pohon buah pulm yang rindang menyejukan.

Sepoi angin sore mengibaskan hijab ungunya. Hijab sederhana dengan motif bunga bunga  kesukaan memang membuat Kareyna tampak anggun, aura keibuan dan kecantikanya terlihat dari bulu alis yang tebal teratur bak semut berbaris dengan senyum manis yang selalu mengembang.

Sore menghadirkan senja, semburat jingga mendamaikan jiwa. Senja yang  tak pernah ingkar janji seperti  ucapnya  suatu waktu "Aku adalah senja yang sama, senja yang tak berani mengucapkan selamat tinggal. Senja yang selalu menolak pergi meski dihalau paksa oleh waktu.

" Aaah..senja memang syahdu dan memabuk kan, selalu dan selalu jatuh cinta pada senja yang merona.  Kareyna menghela nafas panjang dengan mata terpejam. Sekelebat angan nya melayang.

Kareyna masih  berbalut mukena ketika tubuhnya terhuyung membentur dinding mushola di ruang tengah, hempasan tangan kekar Herlambang suaminya begitu kuat menolak kala diajaknya menjadi imam sholat

. "Kamu sholat sendiri memangnya gak bisa? Lagian buat apa kamu jungkat jungkit seharian ? Gak guna!" Ujarnya sengit.

 Di lain waktu baju baju yang tertata rapi dilemari berhamburan dilantai. Dengan kasar Herlambang berteriak pada Kareyna yang berdiri dibelakang nya 

"dimana kau simpan uang belanja? Kau belanjakan apa, Kenapa cepat sekali habis hah?"

Pertanyaan beruntun suaminya tak membuat Kareyna terpancing emosi. "Sabar Ayah, biar Mama jelaskan!"

Herlambang melenguh kesal sambil berkacak pinggang  memunggungi istrinya, ia membungkam menanti penjelasan.

"Mama dapat kabar dari Tante Henna jika ibu sedang gak enak badan, mungkin ibu perlu ke dokter ,butuh beli vitamin atau ingin makan makanan kesukaanya , jadi Mama kirim sedikit uang untuk Ibu, maafin jika Mama tidak ijin dulu ke Ayah!"

"Ibu lagi ibu lagi ! Si Henna kan lebih kaya dari kita, dia mampu menghidupi ibumu tanpa kiriman uangmu. Kenapa keluargamu selalu merepotkan kita. Kapan kita akan kaya jika selalu membantu mereka?

Puas memuntahkan kekesalan, Herlambang membalikan badan berjalan cepat tanpa memperdulikan Kareyna yang masih berdiri mematung. Airmata menganak Sungai  menderas menjawab perlakuan suaminya.

"Dirman!

"Bapak memanggil saya?"

"Ada berapa Dirman disini ? Hardiknya. "Siapkan beberapa baju ganti , Bapak tunggu di mobil! Herlambang memasuki mobil pajero putih dan membanting pintunya.

"Baik Pak" sahut Dirman sambil membungkuk tergopoh menapak tangga diruang tengah masuk ke kamar.

"Permisi Ibu,  maaf saya ijin mengambil baju Bapak"  ucap Dirman Merasa tidak enak hati melewati Kareyna dengan wajah mendung .

Selepas sholat isya Kareyna masih terpekur  dengan mukena yang membasah. Terdengar langkah kaki mendekat. Dengan suara yang tak ingin mengganggu, Dirman memanggil majikan perempuanya.

"Bu Karin, maaf ini ada titipan surat dari Bapak, semoga ibu sabar ya"

Ucapan Dirman menyiratkan dia mengetahui sesuatu. Diraihnya amplop surat warna putih dari tangan Dirman.

"Terimakasih mang"  ucap Kareyna berusaha mengukir senyum pada supir yang sudah bekerja pada keluarganya hampir 10 tahun, sudah seperti keluarga sendiri. 

Dirman berlalu dari pandangan. Kareyna  mulai membuka kertas dari dalam amplop tanpa beringsut dari tempat semula.

Seketika Kareyna tergugu , bibirnya berulang ulang mengucap istighfar , wajahnya menyentuh sajadah, tabahnya runtuh.

 Titik kehidupan yang tak pernah diinginkan oleh wanita manapun.

Yang masih dingat dari panjangnya tulisan dalam kertas putih itu adalah baris terakhir. 

"Keputusan ada ditanganmu. Mau masuk Syurga seperti keinginan mu atau pilih jalanmu untuk kebahagiaanmu. Jangan khawatir apapun yang terjadi saya bertanggung jawab akan kedua anak kita. Dewa dan Nadia.  Tertanda : Herlambang Prasojo".

Siang menjelang sore masih terasa garangnya sang mentari  di Ibukota, di salah satu gang kecil Kareyna mengusap peluh sambil menenteng dua jerigen air yang diambil dari mushola RT sebelah sekalian sholat ashar dan numpang mandi disana.

Sudah hampir seminggu air PAM yang mengaliri rumah kontrakanya sedikit terganggu sedang ada perbaikan kabarnya. Dan itu sering terjadi, entahlah Kareyna tidak ingin mencari tahu lebih lanjut. 

Ditambah tadi si Dirman supir keluarga datang membawa amplop yang isinya sedikit menyusut, aahh. Semakin kusut saja pikiranya hari ini.

"Bu Karin, tidak pergi kerja hari ini, wah PAM masih ngadat juga bu, payah memang"  sapa Bu Wahyu tetangga kontrakan yang terkenal ramah.

"Tidak Jeng , nyonya besar sedang ke luar negeri dalam bebebrapa hari. Ini tadi bantuin Bu Hesti membuat pesanan nasi box. Iya nih sudah tradisi lah Jeng,  sudah  gak kaget hehe"  jawab Kareyna tak kalah ramah.

 Lingkungan nyaman yang membuat Kareyna dan kedua anaknya betah tinggal disitu walau jauh dari kata mewah.

Setelah menaruh jerigen disebelah kulkas satu pintu disudut dapur mungilnya, Kareyna menyelonjorkan kaki di sofa panjang yang mulai usang warnanya, mengambil ponsel dan mengirim pesan melalui laman WhatsApp 

"adek pulang makan tidak malam ini? Mama tidak masak"

Ping, tak menunggu lama  terdengar balasan pesan masuk

 "gak papa Ma, nanti adek pulang beli nasi goreng pete buat berdua, atau Mama ingin makan lainya?"

"Boleh dek ,punya Mama yang pedesan yah, terimakasih "  Pinta Kareyna berharap pedesnya nasi goreng pete sedikit mengurangi pening dikepalanya.

Kareyna sangat bersyukur kedua putra putrinya sangat sayang dan pengertian. Keduanya memang  ia dan suami  mendidik secara demokratis dan hangat  penuh kasih sayang. Mereka sekarang berstatus mahasiswa mahasiswi semester akhir di dua universitas favorite berkat beasiswa .

Berjibaku dengan tugas kampus yang padat, mereka membagi waktu dan tenaga dengan mengambil job partime. Dewa sang  kakak menerima les bimbel door to door sedang adiknya Nadia menjadi pelayan di sebuah restoran cepat saji. Bahkan bulan depan si bungsu sudah mulai magang di perusahaan BUMN terkemuka. Kehidupan rumah tangganya bisa dibilang sempurna. 

Semua berubah ketika tabiat dan sikap sang Ayah tak selaras perkataan serta hadirnya cinta ketiga. 

Ikatan sakral perkawinan jangan menjadikan mu budak, jika syariat dan norma norma perkawinan sudah tak mampu diterapkan , kabahagiaan tak lagi dalam genggaman, perceraian adalah jalan kemerdekaan.

Kareyna perempuan penurut dan manut. Dia pendam sendiri semua persoalan dalam rumah tangganya, pun terhadap ibunya sendiri.

Dia berprinsip manis pahit kehidupan rumah tangga adalah hal wajar yang ditanggung dan harus diatasi sendiri.

Hingga semesta mengamini doa Kareyna yang ia langitkan ditiap sepertiga malam. Takdir merubah jalan hidup Kareyna . Tuhan mengirimkan seseorang dengan caraNYA ketika kedua anaknya sudah bekerja dan memberi restu pada sang Bunda untuk menjemput bahagia.

Petang melukis gradasi temaram. Sang mata dewa beringsut luruh dalam dekapan malam.

Tangan kekar berbulu lembut merangkul pundaknya.

Diciumnya pipi kiri Kareyna "ne olursa olsun seni seviyorum,  istriku "  ucap Kadir sambil memeluk bahu Kareyna erat seakan tahu apa yang ada dalam benak istrinya.

Yah, dilebih  setengah abad usia mereka. Keduanya dipertemukan oleh Takdir untuk saling mencintai dan menyayangi.

Di sebuah desa bernama Sakarya Akyas, tujuh jam perjalanan dari Konstatinopel sebelum berubah menjadi stanbul ketika ibukota negara berpindah ke Ankara, Trkiye. mereka berjanji meniti senja bersama sampai ajal memisahkan.

"Anne Baba mari makan makan"  Ebru  nama putri sulung Muhamad Kadir suaminya kini yang cantik mengingatkan kami jika hidangan makan malam sudah tersaji , mencoba menggunakan bahasa  Indonesia dengan aksen dan mimik muka lucu.

"Anne Anne hadi makan makan"  Eylul dan Elif putri dari Ebru, dua cucu perempuan berumur 4 dan 3 tahun yang lebih nampak sebagai anak kembar itu berlari menuju Kadir dan Kareyna mengikuti kalimat ibunya.

"Evet benim askim, yakinda geliyoruz "  Kareyna menyahuti panggilan anak dan kedua cucu kemudian mereka berdua menggamit tangan mungil dengan mulut yang tak berhenti berceloteh.

Kadir, Kareyna,  Eylul dan Elif bergandeng tangan meninggalkan pelataran belakang diiringi langit yang menggelap. Tapi tidak dengan hati dan pikiran Kareyna yang terang tenang dengan jiwa yang merdeka.

Note:

 askim neredesin : kamu dimana cintaku. Evet dogru :Iya benar.  Efendim :saya.  Nereye gidiyorsun canım : sayang kamu mau kemana. Kocam: suamiku.  Tamam: ok.  Ne olursa olsun seni seviyorum : apapun yang terjadi saya tetap mencintaimu.  Anne Baba : ibu, Bapak.  Anne Anne : nenek. Evet benim askim : baiklah sayangku. Yakıinda geliyoruz : kami segera datang.

Biyanca Kenlim Pokfulam 25 Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun