"Ibu,Andreas merindukanmu!"Kataku berkecamuk dalam jiwaku, takut kalau ibu akan secepatnya melepaskan pelukannya.
"Dimana Andreas,adikmu? Tanya ibu diantara butir-butir air mata yang memenuhi kelopak matanya.
"Entalah Bu, sebelum siang, Andreas mengatakan bahwa ia berkunjung ke makam ayah.Ia merindukan ayah".
"Aku juga rindu  ayah, maka dari itu izinkan aku bertemu dan meminta maaf kepada Andreas" Ibu menarik tanganku menuju makam ayah.
Mengakhiri penderitaan Ibu, aku sepertinya telah menangkap purnama di atas kuburan.
Bukan karena aku fasih mengeja musim-musim langit, bukan pula karena aku mampu menggenggam misteri di balik kematian ayah akan  tetapi aku telah mengembalikan suka dalam cita yang masih menjadi milik kami.
Ayah, kami semua merindukanmu, seperti engkau melupakan kami adalah mengingat kami.
Senja di tasik itu bukan takdir kami tetapi takdirNya.
Sekian dan Terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H