Mohon tunggu...
Betarix polenaran
Betarix polenaran Mohon Tunggu... Buruh - Penulis dan Pencinta Sastra

Penulis lahir di Watobuku, 20 Juni 1995

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah, Menangkap Senja di Tasik

13 Maret 2019   15:46 Diperbarui: 13 Maret 2019   16:10 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa depan itu lebih penting dari hanya sekedar kata-kata hampa ayahmu yang telah hanyut bersama senja.

Masa depan itu lebih mulia dari membakar peluh ibumu di pasar dengan sepotong ikan kepada pembeli.

Masa depan jauh lebih berharga dari membiarkan air mata memenuhi lorong ingatanmu" Katanya membangkitkan semangatku.

"Kamu  memiliki kata-kata hanya sebatas menggalih gairah agar aku bisa melupakan semuanya,apakah kamu pernah berpikir arti dari sebuah kehilangan?.

Semenjak kepergian ayah, ibu sepertinya orang yang kurang waras.

Dari dalam bilik terdengar isak tangis yang mengharukan, bahkan setiap senja ibu tak pernah lekang dari menatap gelombang di tasik.

Ibu kali ini berbeda dengan ibukku yang dulu.Ibu yang periang,penuh kasih sayang kini dimahkotai dengan ketakutan.Dan lebih anehnya, masih ada nada penuh ambisi untuk selalu memiliki ayah hari ini, besok dan selamanya"

Kataku sembari menarik napas dalam-dalam meninggalkan pantai dan Reinard yang masih terbengong dengan cerita duka yang membingkai hidupku.

***

Setelah mendengar berita tentang kepergian ayah dari tasik itu, Andreas pun kembali kerumah.Dengan rambut gimbalnya yang sengaja diikat layaknya preman pasaran, celana diberi lubang mengikuti pola sajak, disorongkan telapak tangannya menempel pada bahuku seketika dirangkulnya tubuhku hingga aku merasakan ada aliran kasih sayang seorang saudara sepanjang ketiak-ketiak masih hangat dari leleh tubuhnya.

"Apakah ibu terluka?"pertanyaan yang membodohkanku pun terucapkan dari bibirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun