Mohon tunggu...
Betarix polenaran
Betarix polenaran Mohon Tunggu... Buruh - Penulis dan Pencinta Sastra

Penulis lahir di Watobuku, 20 Juni 1995

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah, Menangkap Senja di Tasik

13 Maret 2019   15:46 Diperbarui: 13 Maret 2019   16:10 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayah,Menangkap Senja di Tasik

Takkan ada lagi yang terisa untuk kukenang selain deburan ombak dan sayap perahu yang remuk dihantam  pasang di tasik yang selalu merindukan kehadiran waktu.

Dan waktu yang kudapatkan adalah hasil menangkap senja dan mengingat riwayatnya yang kekal.

***

Sore,sebelum usai hari itu,aku termenung di bibir pantai diantara bentangan pasir dari sepanjang pantai Oa dan desahan angin  timur yang berhembus mesra dari balik pulau kambing menghantarku pada segumpal tanya mengapa ayah terlalu cepat untuk pergi sedangkan aku dan Andreas masih punya mimpi untuk membahagiakannya.

Kamilus, begitu ayah disapa.

Ayah ditakdirkan untuk memiliki mimpi namun sampai pada akhir hayatnya ta kada satu pun pecahan mimpi yang  diwujudkannya.

Orang tua dari sang ayah bahkan menjual seluruh harta milik termasyuk tanah dan seluruh tanaman demi menyekolahkan ayah, namun apalah artinya sebuah masa depan jika pada sebuah pojok yang terjal seketika tungkai kaki tak mampu lagi untuk melangkah?

Uang, itulah jawaban dari segala bias pertanyaan yang sesekali waktu dijawab oleh ayah dengan nada pasrah pada nasib.

Kendatipun harus bergulat dengan nasib yang tidak berpihak kepadanya, namun ayah tetaplah ayah dengan segala talenta yang dimilikinya untuk mengarungi lautan yang luas demi menyekolahkan aku dan Andreas.

Andreas, berulangkali diminta oleh ayah bahkan sempat ayah berlutut di kakinya dan memohon supaya ia melanjutkan studinya di Seminari menengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun