Manunggaling kawula Gusti" (Widiatmoko, 2017)
Pun ketika sudah berkelana di Puri Agung Klungkung, Ujungkulon, Kualalumpur, Cimanuk, dan berburu sejarah di makam Tuanku Imam Bonjol hingga pantai Balong, tetap saja Bambang Widiatmoko terikat pada sendang Semanggi dengan kembang tujuh rupanya dan "Tembi" dengan pelataran yang menyongsongnya kembali sebagaimana tertuang di halaman 114.Â
"Pelataran menyongsongku datang kembali
Dengan menjatuhkan daun di gigir sepi
Lantas kata apakah yang kueja pertama kali
Selamat datang sepi -- menusuk sanubari" (Widiatmoko, 2017)
Aktivitas membaca yang ditekuni Bambang Widiatmoko ke berbagai sumber dan literatur suci dalam ayat-ayat Al Quran, memahami kenikmatan kopi di bibir Manado, persinggahannya ke Meratus hingga penjelajahannya ke alam bebas dalam berdialog dengan Tuhan pun terjawab dalam "Serat Jiwa". Lagi-lagi, dalam puisi di halaman 125 ini Bambang Widiatmoko kembali menyinggung Imogiri sebagai tempat kembali.Â
"Di halaman samping tangga makam Imogiri
Ibu-ibu membatik dengan tekunnya
Ditiup perlahan canting yang berisi cairan malam
Lalu digoreskan di selembar kain mori