Sedangkan rumah-rumah warga sudah lama dipindahkan ke kampung sebelah, yakni Kampung Girinata sejak setahun yang lalu, termasuk masjid dan langgar (surau, mushola). Sehingga yang tersisa hanyalah pos ronda dan pekarangan. Bedhol kampung dilakukan karena adanya ramalan sesepuh dari negeri Walandia bernama Ki Gedhe Hanacaraka, yakni akan datangnya para pelahap maut dementor.
Kita kembali ke kisah Arya Wirajaya yang berusaha melawan para dementor. Karena hanya Arya Wirajayalah yang berani melawan para dementor sekarang ini. Walaupun jika dihitung-hitung ramalan Ki Gedhe Hanacaraka ini tidak tepat, karena sekarang ini baru menginjak hari ke-286 di tahun 1881 Hijriyah. Namun tak apalah, namanya saja ramalan, tentu tidaklah benar-benar tepat.
Sebanyak 212 dementor sudah bersiap siaga menunggu perintah boss Blood Vorlemot. Tangan dan kakinya bergetar menahan amarah besar. Tubuhnya berguncang hebat menahan luapan amarah besarnya. Sehingga tanah bergetar karena membuat gempa dangkal 9,3 SR di sekitarnya.
Krakkkk....!! krakkkk.... !!! krakkk.... !!! krakkk.....!!!!
Meskipun tanah bergetar sedemkian kuat, tetapi tiang utama pos ronda itu tetap tegak berdiri. Hanya sedikit bergoyang sehingga membuatnya miring tak lebih dari 0,1 derajat.
Selain itu, mulut para dementor mengeluarkan suara-suara yang sangat berisik, sekeras raungan suara pesawat F-16 yang hendak lepas landas.
Wuinnnngggg....!!!! wuinnnngggg...... !!!! wuinnnngggg.......!!!!!
Andai bukan pendekar sakti mandraguna, gendang telinga Arya Wirajaya sudah pecah dan jebol karena kebisingan suara itu. Andai bukan pendekar sakti mandraguna, tubuh Arya Wirajaya sudah terjatuh ke tanah dan terluka parah.
Melihat gelagat yang sangat-sangat berbahaya itu, Arya Wirajaya bergerak ke posisi bersemedi. Kaki kanan berada di atas kaki kiri. Tangan kanan dan kiri masing-masing berada di atas paha kanan dan kiri. Ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf 0. Nafasnya di atur sedemikian rupa sehingga sangat harmonis. Matanya terpejam, tetapi dalam kewaspadaan yang sangat tinggi.
Kemudian Arya Wirajaya secepat kilat memutar otak. Kembali ia menerawang hingga jauh ke Ka'bah di Makkah. Ia kembali melihat dirinya masih bersujud di sebuah ruangan yang bercahaya begitu terang benderang, cahayanya meneduhkan, cahayanya lembut membuatnya sangat nyaman sekali.
Lima detik kemudian sosoknya bersimpuh sembari berucap.