Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Arya Wirajaya, Sang Antimurtad

26 September 2012   09:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:39 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Girigori, 18 Ramadhan 1881 Hijriyah

03.59 WIB

"Hahh... Allohu Akbar. Hahhh...! Allohu Akbar! Hahh....!! Allohu Akbar!! Hahh.....!!! Allohu Akbar!!! Hahh........!!!! Allohu Akbar!!!!"

Seorang kakek renta berumur 80-an tahun mendesah diiringi dengan seruan Allohu Akbar itu tanpa henti kian lama kian berkurang frekuensinya. Tetapi desahnya kian keras.

Huk... huhuk....huhuk....

Suara burung hantu membuat suasana menakutkan. Sementara suasana Kampung Girigori berselimutkan kabut nan dingin merasuk ke sumsum tulang. Sosok tua renta itu ternyata Arya Wirajaya. Kakek renta itu membawa tongkat, karena jalannya sudah tertatih-tatih. Ia berpakaian ala pendekar pencak silat. Ia berbaju putih dan bercelana hitam setinggi betis. Kepalanya diikat dengan kain merah laiknya pendekar Barry Prima. Ia juga membawa keris kecil bernama Kalimasada sepanjang 33 cm. Keris itu dibungkus kain dan diikatkan di pinggangnya.

Ia menuju ke sebuah tempat. Sering kali ia menengok ke belakang. Dan.....

Brukkk....

Tubuh renta itu pun ambruk tepat di depan pos ronda paling ujung Kampung Girigori. Ia memang baru menempuh perjalanan yang sangat jauh, dari Kutabangun, sejauh 111 kilometer. Tanpa seorang pun menemaninya.

"Innalillahi..... hahh......! Allohu Akbar! hahh.....!! Allohu Akbar!! hahh.......!!! Allohu Akbar!!!"

Spontan mulutnya berucap innalillahi. Desah nafas dan ucapan Alloh Akbar kian jarang, tetapi intensitasnya kian meninggi. Dengan sisa-sisa tenaganya, ia berusaha mendudukkan tubuhnya dan bersandar di dinding pos ronda yang ber alas tikar pandan wangi. Kemudian desah nafasnya nyaris berhenti. Tetapi ia tanpa henti melafalkan Allohu Akbar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun