Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Infertilitasku, Tenang Saja, Sis!

19 April 2021   15:12 Diperbarui: 19 April 2021   15:31 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah meneduhkan jiwa, baru meneduhkan raga. Itu sebabnya, begitu selesai mengikuti ibadah pagi, aku segera menuju ke sebuah kantin yang terletak di seberang gedung gereja. Kalau hari minggu pagi tak sempat masak, aku dan suami kerap bersarapan di kantin ini.

"Lho, kok menyendiri di sini?" sapa Ny. Lina yang baru masuk kantin.

"Lagi pengin sarapan rawon...."

"Oh jual rawon juga to? Iya deh aku juga mau sarapan nasi rawon."

"Mana bojomu?" tanyaku.

"Masih molor di kamarnya. Semalaman kan nonton sepakbola. Katanya, dia ikut kebaktian yang sore saja. Kalau bojomu sendiri?"

"Lagi ada tugas kantor di Surabaya."

"Tadi, suasana rapatnya ibu-ibu seru banget, lho!"

"Memangnya ada rapat? Kok tadi nggak ada pengumumannya?" tanyaku.

"Bukan rapat resmi gereja. Tapi rapat rutin ibu-ibu, para kepowati gereja di halaman parkir, di bawah pohon beringin itu."

"Astaga....!"

"Tadi mereka ger-ger-an tertawakan si Janda Kembang, Mely."

"Mely adiknya Bu Yuli itu?"

"Bener. Sekarang dia sedang jadi trending topic di kalangan mereka."

"Kenapa memang?"

"Mely diisukan jadi pelakor...."

"Haah...., beneran Lin?"

"Bener....aku tadi kan nguping sebentar di sana. Dan bukan hanya Mely. Anaknya ketua majelis juga sedang diperdebatkan. Kata mereka, Yoga baru saja ditangkap BNN."

Itulah yang paling aku benci. Obrolan-obrolan spekulatif yang ngelantur. Sinyalemen-sinyalemen yang belum tentu benar. Dan gosip-gosip liar yang tak bisa dipertanggung-jawabkan.

Setiap hari berapa juta topik perbincangan yang beredar dan menyebar ke tengah masyarakat luas. Ke berbagai pelosok, lingkungan dan komunitas. Di sekolah, di kantor, di warung kopi, di bandara, di pasar, di arisan dan di tempat lainnya. Bahkan sampai di tempat ibadah, termasuk gereja.

Apalagi dibantu dengan medsos, semua informasi dengan cepat merambah ke setiap pemilik gadget. Mending beritanya benar dan valid. Jika tidak? Maka otak jutaan orang terus-menerus akan terjejali dengan sampah, ujaran kecurigaan, kebencian dan fitnah.

Aku sendiri yang sudah 6 tahun menikah, dan belum punya anak, mungkin pernah juga jadi topik utama kongkow-kongkow para kepowati gereja itu.

Pertanyaan kapan punya momongan, sudah puluhan kali kuterima. Dari keluarga dekat dan kerabat. Dari teman-temanku, atau teman-temannya suamiku. Pendeknya dari mana pun mereka, para kepowati itu selalu tak jemu-jemunya bertanya. Padahal mereka sudah tahu jawabannya.

***

"Widya, bisa kita bicara?" Tanya Larno, supirku.

"Ngomong saja, silahkan.....!"

"Nggak enaklah, ngomong penting kok di mobil."

"Ya silahkan nanti sore datang ke rumah..."

"Wah, ya aku nggak enak sama suamimu. Gimana kalau di tempat lain?"

"Datang saja ke rumah! Mas David lagi tugas di Surabaya kok.."

Larno yang supir perusahaan tempatku bekerja, sesungguhnya adalah temanku di es-em-a dulu. Juga adalah tetangga dekatku sendiri. Juga pernah menaksirku, tapi kutolak.  

Karena terkena pe-ha-ka dan sudah setahun nganggur, dia minta tolong aku untuk carikan pekerjaan. Dan atas rekomendasiku, dia bisa diterima kerja di kantorku. Tapi lowongan yang ada baru sopir. Karena ia mau, ya masuklah ia di posisi itu.

Tugas utamanya ya mengantar jemputku dari rumah ke perusahaan dan sebaliknya. Juga mengantarku ke mana saja dalam rangka tunaikan tugas kantor. Jadi setiap hari praktis bersama dia semobil.

Pukul delapan belas tepat, Larno atau lengkapnya Sularno, sampai di rumahku.

"Apa kamu dan suamimu sudah pernah periksa ke dokter?"

"Tumben kamu kok tiba-tiba tanya soal itu?"

"Kalau belum, aku punya kenalan dokter yang dulu pernah nangani adikku." Jelasnya.

"Apa adikmu pernah kesulitan juga memperoleh keturunan?" tanyaku balik.

"Setelah menikah tujuh tahun, baru tahun kemarin ia melahirkan anaknya yang pertama. Dan keberhasilannya mengandung dan melahirkan anak itu, setelah periksa dan ditangani oleh dokter tersebut. Kalau kamu memang belum, tak ada salahnya kamu bersama suamimu periksa ke sana."

"Beberapa kali aku dan Mas David pernah periksa ke tiga dokter spesialis yang menangani masalah infertilitas. Kami sudah meminum semua obat-obatan yang diresepkannya. Tapi sejauh ini belum berhasil. Sesungguhnya masih ada cara lain yang bisa ditempuh, yaitu tindakan operasi untuk suamiku. Karena kesibukan kerjalah, dia belum bisa ngejalaninya."

"Maaf, apa itu berarti suamimulah yang jadi penyebab utama kesulitanmu untuk mengandung?"

"Bisa jadi. Karena Mas David memang menderita varikokel. Sehingga kualitas, kuantitas dan pergerakan spermanya sangat rendah. Kalau kondisi rahimku normal-normal saja, kata dokter."

"Itu berarti peluangmu punya anak masih terbuka." Ujarnya seperti memberi harapan.

"Terus hal penting yang ingin kamu omongin padaku itu apa?" tanyaku.

Ternyata intinya dia ingin meminjam uang padaku sekian juta untuk memenuhi keperluan keluarganya yang penting dan mendesak. Cara membayarnya dengan mengangsur. Untuk urusan itu, kusanggupi meminjaminya.

Kemudian ia menyampaikan satu usulan yang paling gila, absurd dan sangat menjijikkan. Sontak saja aku marah besar dan mengusir dia.

"Kalau kamu masih ingin kerja, dan masih ingin jadi temanku, jangan kau ulangi lagi ucapan gilamu itu!" ancamku dalam kemarahan yang membara.

Bayangkan, masak dia menawariku untuk mendonorkan spermanya yang katanya sehat itu ke dalam rahimku. Caranya, ya dengan persenggamaan. Itu jelas-jelas kekurang-ajaran yang menjijikkan. Itu cuma nafsu bejatnya dia saja. Sangat keterlaluan! Tak tahu berterima kasih dan tak tahu malu.                                       

Mengapa para lelaki selalu ingin memanfaatkan kelemahan dan keterbatasan wanita, hanya demi memuaskan hasrat erotisnya saja? Kenapa mereka selalu pengin meniduri setiap wanita? Mungkin saja setiap wanita yang sulit mendapatkan keturunan, akan mendapat perlakuan seperti yang kualami barusan?

Dari sesama wanita, menerima nyinyiran, cibiran dan hinaan. Sedang dari kaum pria tertentu, terancam rayuan nafsu gilanya.

***

Seminggu kemudian, bosku sendiri yang melakukan kegilaan terhadapku. Sopir maupun bos di tempatku bekerja, sama-sama melakukan ke-gendeng-an yang memuakkan.                         

"Mas David, apa pendapatmu jika aku resign dari pekerjaanku?"

"Dungaren banget kok tiba-tiba pengin keluar dari pekerjaan? Sudah capekkah?"

"Nggak capek? Tapi muak dan jijik!" jawabku ketus.

"Lho, ngapain tiba-tiba begitu? Bukankah gajianmu lumayan?"

"Ini bukan soal pekerjaan. Dan juga bukan soal gajiannya...."

"Lalu......soal apa?" kejar suamiku tampak mulai serius.

"Soal bosku yang kurang ajar banget padaku."

"Haah......kamu diapain?" dia makin serius dan penasaran.

"Nggak diapa-apain, tapi diberi tawaran liburan gila...."

"Liburan gila? Apa maksudnya?"

Kemudian kujelaskan kepada Mas David apa adanya. Kemarin, aku dipanggil bosku untuk masuk ke ruang kerjanya. Kalau aku mau, dia akan mengajakku liburan ke luar negeri barang seminggu lamanya. Tapi gilanya, hanya ingin berduaan saja denganku. Untuk refreshing dan bersenang-senang saja. Dia menjamin selepas liburan, tak lama lagi pasti aku akan bisa hamil.

Mendengar itu, suamiku tampak tersentak, geram dan campur sedih. Lalu ia mendekatiku dan memelukku.

"Maafkan aku Widya......, itu semua gara-gara kelemahanku...., sehingga kamu yang menanggung akibatnya......."

***

Seminggu setelah tawaran gila atasanku itu, aku benar-benar mengundurkan diri dari kantor tempat kerjaku. Bukan hanya aku, suamiku juga sekarang ini sedang mengurus pengunduran dirinya juga dari perusahaannya.

Kami berdua telah sepakat, satu semester ini, akan membebaskan diri dari segala bentuk pekerjaan. Kami telah bulat memutuskan untuk fokus penuh bagi upaya mengatasi infertilitas yang kami alami. Misalnya, suamiku siap operasi atau tindakan medis lain yang mungkin.

"Puji Tuhan! Aku sudah punya cukup banyak tabungan, hasil kerja kerasku selama ini. Andai nantinya sampai gak dapet pekerjaan lagi, tabunganku ini bisa jadi modal buat buka usaha sendiri." Kata Mas David, mencoba menenteramkan hatiku.

Minggu depan kami berencana untuk menghadap dokter lagi. Semoga upaya yang penuh pengorbanan ini sukses dan diberkati Tuhan Yesus.

***

Pada hari ulang tahun perkawinanku yang ke enam, kami sengaja tak merayakannya secara khusus. Namun, ada satu hal yang sangat membahagiakanku, yaitu kunjungan Bapak dan Ibu Pendetaku ke rumahku. Beliau berdua ingin mengucapkan selamat kepada aku dan suami. Juga ingin mendoakan kami berdua.

Kepada beliau, Mas David menceritakan tentang mundurnya kami dari pekerjaan. Supaya kami punya cukup waktu untuk bekerjasama dengan dokter kembali.

"Pasti saya dan ibu terus akan doakan usaha Mas David dan Mbak Widya. Semoga Bapa Surgawi memberi keberhasilan." Ujar Pak Pendeta.

"Terima kasih banyak atas doa dan kunjungan Bapak dan Ibu."

"Sebelum saya pamit, saya ingin memberi pesan kepada Sampean berdua: Pertama, bahwa kemandulan itu bukan sebuah aib, kejahatan atau dosa. Jadi tak perlu minder atau malu, atau selalu merasa tertuduh."

"Kedua, teruslah berdoa dan berusaha, sampai Tuhan jawab. Ingat, Ishak baru mendapatkan momongan, setelah ia berdoa selama dua puluh tahun. Bahkan Abraham (ayah Ishak), lebih lama lagi berdoanya. Setelah berumur seratus tahun, mereka baru dikaruniai Ishak oleh Allah."

"Dan yang ketiga, mulai pertimbangkan hadirnya anak-anak rohani dalam hidup Sampean berdua."

Sepulangnya Ibu dan Bapak Pendeta dari rumahku, kami berdua tercenung dan merenung. Mengapa bertahun-tahun ini aku hanya fokus pada keinginan mendapatkan anak dari rahimku sendiri. Ini memang tidak salah. Ini manusiawi sekali. Apalagi aku seorang wanita. Tapi kalau melulu hanya itu saja mimpi besarku, sesungguhnya aku egois.

Mengapa selama ini, kami tak pernah sedikit pun memikirkan hadirnya anak-anak rohani dalam kehidupan kami? Bukankah kalau mau, itu jauh lebih mudah diperoleh sebanyak yang kami mampu?

"Wah sayang banget ya Mas, tadi kok gak tanya sekalian pada Pak Pendeta!"

"Nanya soal apa?"

"Beliau kan ingatkan kita soal anak-anak rohani? Pikiranku langsung menuju ke pengasuhan atau pengangkatan anak. Secara hukum positif, itu memang sudah diatur prosedur dan legalitasnya. Tapi bagaimana perspektif alkitabiahnya?"

"Besok Minggu bisa kita tanyakan saja pada beliau," jawab suamiku, "Tapi menurutku pengadopsian anak itu sah-sah saja. Ingatlah ketika Musa diadopsi oleh putri  Firaun. Allah justru memakai pengadopsian itu untuk menyelamatkan bayi Musa. Bukankah waktu itu Firaun sedang menggenosida seluruh bayi laki-laki Israel?"

"Bayangkan saja, seandainya putri Firaun tidak mengadopsinya? Musa pasti akan dibunuh. Dia tak akan pernah menjadi pemimpin dan pembebas bangsanya dari perbudakan Mesir."

"Ada contoh yang lain lagi, Jeng. Karena Ester sudah tak punya ibu dan bapa lagi, maka Mordekhai mengadopsinya menjadi anaknya. Kembali Allah memakai cara pengadopsian untuk mengantar Ester menjadi permaisuri raja Ahasyweros. Yang pada akhirnya dipakai Allah untuk menyelamatkan bangsa Yahudi dari rencana genosida keji Haman. Jadi melalui pengadopsian, Allah mengerjakan karya penyelamatan-Nya yang besar." Imbuh suamiku meyakinkanku.

***

Pagi ini, aku berkunjung ke rumah Sopie. Dia adalah teman senasib dan sepenanggungan denganku. Yaitu sama-sama wanita yang belum punya anak. Padahal ia sudah menikah tujuh tahun yang lalu. Maksud kedatanganku untuk menyampaikan kepadanya soal rencana kami mengadopsi seorang anak. Siapa tahu, ia dan suaminya terinspirasi juga untuk mengikuti jejakku.

"Ngapain eloe capek-capek untuk angkat anaknya orang lain?" tanya Sopie.

"Itu sebagai ucapan syukurku kepada Tuhan Yesus! Karena kami sudah diadopsi oleh-Nya menjadi anak-anak Allah, maka kami pengin juga adopsi anak yang sudah tak beribu bapa menjadi anak rohani kami..."

"Haah...kalian adalah anak-anak Allah? Gimana ceritanya?"

"Bukan hanya aku dan suami, tetapi semua orang yang percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Allah, maka mereka diterima dan diberi kuasa menjadi anak-anak Allah (Yohanes 1:12). Satu-satunya yang berkuasa mengadopsi kita menjadi anak-anak Allah adalah Tuhan Allah sendiri. Kalau Yesus berkuasa melakukannya, itu membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan Allah itu sendiri." Jelasku, sambil menunjukkan ayat Alkitab tersebut kepadanya.

"Kalau gitu, ane akan desak suami ane agar mau adopsi anak juga." Tekad Sopie.

"Bagus itu! Malah kalau ngadopsi, kita sendiri yang milih dan tentuin cewek atau cowoknya. Yang ganteng atau yang cantik dan imut, iya kan? Tapi lebih bagus lagi kalau kalian mau juga diadopsi Allah menjadi anak-anak-Nya." Pesanku sambil menyalami dan menepuk-nepuk bahunya.

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun