Pukul delapan belas tepat, Larno atau lengkapnya Sularno, sampai di rumahku.
"Apa kamu dan suamimu sudah pernah periksa ke dokter?"
"Tumben kamu kok tiba-tiba tanya soal itu?"
"Kalau belum, aku punya kenalan dokter yang dulu pernah nangani adikku." Jelasnya.
"Apa adikmu pernah kesulitan juga memperoleh keturunan?" tanyaku balik.
"Setelah menikah tujuh tahun, baru tahun kemarin ia melahirkan anaknya yang pertama. Dan keberhasilannya mengandung dan melahirkan anak itu, setelah periksa dan ditangani oleh dokter tersebut. Kalau kamu memang belum, tak ada salahnya kamu bersama suamimu periksa ke sana."
"Beberapa kali aku dan Mas David pernah periksa ke tiga dokter spesialis yang menangani masalah infertilitas. Kami sudah meminum semua obat-obatan yang diresepkannya. Tapi sejauh ini belum berhasil. Sesungguhnya masih ada cara lain yang bisa ditempuh, yaitu tindakan operasi untuk suamiku. Karena kesibukan kerjalah, dia belum bisa ngejalaninya."
"Maaf, apa itu berarti suamimulah yang jadi penyebab utama kesulitanmu untuk mengandung?"
"Bisa jadi. Karena Mas David memang menderita varikokel. Sehingga kualitas, kuantitas dan pergerakan spermanya sangat rendah. Kalau kondisi rahimku normal-normal saja, kata dokter."
"Itu berarti peluangmu punya anak masih terbuka." Ujarnya seperti memberi harapan.
"Terus hal penting yang ingin kamu omongin padaku itu apa?" tanyaku.