Mohon tunggu...
Balla Watunglawar
Balla Watunglawar Mohon Tunggu... Dosen - Saya adalah seorang dosen pada Universitas 17 Agustus 1945

Saya adalah seorang dosen yang setia melakukan tri-darma Perguruan Tinggi, yakni Penelitian, Pengabdian, dan Pengajaran. Saya sangat menikmati kegiatan-kegiatan tersebut karena sangat cocok dengan kesukaan dan minat saya. Say lebih senang mengamati kehidupan masyarakat, menemukan masalah dan mencari solusi pemecahan. Hasil dari pencarian ilmiah tersebut sering saya publikasi pada jurnal-artikel maupun buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlunya Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja Perempuan

26 Januari 2024   10:58 Diperbarui: 26 Januari 2024   10:59 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PERLUNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA PEREMPUAN

 

 

PENDAHULUAN

Tingkat kebutuhan tenaga kerja meningkat dari tahun ke tahun, tetapi tidak memberikan dampak positif yang signifikan kagi tenaga kerja perempuan. Tingkat Partisipasi Angka Kerja (TPAK) perempuan masih jauh di bawah laki-laki, terbukti pada tahun 2021 TPAK laki-laki sebesar 43,39% dan peremuan sebesar 36,20%. Pada tahun 2022 perubahan tidak bigitu mencolok di mana tercatat TPAK laki-laki sebesar 43,97% dan perempuan besebesar 35,57%. [2] Tingkat partisipasi tenaga kerja wanita masih jauh di bawah laki-laki.

Sesungguhnya ada berbagai masalah yang menimpa tenaga kerja wanita, baik yang masih bujang atau yang sudah berkeluarga. Permasalahan yang umumnya terjadi adalah masalah pelecehan seksual di tempat kerja. Masalah  lain yang dialami pekerja wanita adalah cuti hamil, kerja pada malam hari dan sebagainya.

Masalah lain terkait hak cuti tenaga kerja perempuan yang penerapannya masih belum berjalan sesuai ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, hal ini dipengaruhi oleh tidak adanya perjanjian kerja bersama antara pengusaha dengan organisasi serikat/buruh yang menjadikan buruh tidak mengetahui secara pasti hak dan kewajiban apa yang didapatkan diluar Undang-Undang No 13 Tahun 2003, sehingga pekerja atau buruh mengalami kerugian akibat sebagian haknya tidak diterima. [4]

Oleh karena itu sangat dibutuhkan hukum yang sesuai untuk melindungi hak-hak tenaga kerja terutama tenaga kerja perempuan. Hukum perlu karena berperan sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai perdamaian dan keadilan setiap orang. Hukum seyogyanya memberikan keadilan, karena keadilan itulah tujuan dari hukum.

Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan Hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat manusia, yang merupakan bagian dari pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan. [6]

Perlindungan hukum selalu berkaitan dengan kekuasaan; kekuasaan pemerintah dengan kekuasaan ekonomi. Perlindungan hukum dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi merujuk pada perlindungan bagi yang berekonomi lemah terhadap yang kuat; seperti perlindungan pekerja terhadap pengusaha [7]

Chairul Arrasyid memiliki pandangan tentang perlindungan hukum sebagai kesimpulan dari pandangan perumus bahwa hukum terdiri dari beberapa unsur,[8]yaitu :

Peraturan atau kaedah-kaedah tingkah laku manusia dalam pergaulan antar manusia (masyarakat)

Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib

Peraturan merupakan jalinan-jalinan nilai, merupakan abstrak tentang adil dan tidak adil serta dianggap baik dan buruk

Peraturan yang bersifat memaksa

Peraturan yang mempunyai sanksi yang tegas dan nyata

Sesungguhnya pelindungan hukum yang dilakukan negara memiliki sifat pencegahan (prohibited) dan hukuman (sanction). Pencegahan yang dilakukan negara, yaitu dengan pembuatan peraturan. Pembuatan peraturan bertujuan untuk memberikan hak dan kewajiban dan menjamin hak-hak pra subyek hukum.

Perlindungan dengan penerapan sanksi adalah untuk penegakkan. Penegakkan peraturan dilakukan melalui:

Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak dengan perizinan dan pengawasan.

Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, dengan cara mengenakan sanksi hukum berupa sanksi pidana dan hukuman.

Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak dengan membayar kompensasi atau ganti rugi. [9]

Pekerja Wanita

Menurut Maimun, pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah dan imbalan dalam bentuk lain.[16]. Terpaut unsur  orang yang bekerja dan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat ( Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 3). Demikian, pekerja wanita adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan menerima upah. Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki, seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan dan lain-lain.

Perlunya Kejelasan Status Pekerja

Setiap pekerja harus memiliki kejelasan status sebagai pekerja di perusahaan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban. Kejelasan status pekerja tidak cukup hanya tercatat melalui sebuah KTA, tetapi lebih dari itu harus dituangkan dalam sebuah surat pengangkatan, surat keputusan atau perjanjian kerja. Bila pelamar kerja telah berhasil melewati tahap rekruiment dan diterima sebagai tenaga kerja pada perusahaan tertentu, maka status pekerja harus dapat dibuktikan dengan surat pengangkatan yang memuat nama dan alamat pekerja/buruh, tanggal mulai bekerja, jenis pekerjaan, dan besarnya upah ( Pasal 63 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003).

Selain surat pengangkatan, dibutuhkan juga perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis. Unsur-unsur yang perlu ada dalam perjanjian tersebut harus memuat (Pasal 54 ayat 1): (a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; (b) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; (c) Jabatan atau jenis pekerjaan; (d) Tempat pekerjaan; (e) Besarnya upah dan cara pembayarannya; (f) Syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; (g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; (h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan (i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Perjanjian mencakup dua subyek hukum, yakni pekerja dengan pemberi kerja Perjanjian kerja memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak (Pasal 1 Ayat (14) Undang-undang No.13 Tahun 2003). Kewajiban pekerja adalah bekerja sesuai apa yang dimaui pemberi kerja. Hak pekerja adalah segala sesuatu yang didapat sebagai imbalan dari pekerjaan yang telah dilakukan.

Kesempatan dan Perlakuan yang Sama di Mata Hukum

Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bab III Pasal 5 dan pasal 6 memperlihatkan keberpihakannya pada nilai kesamaan kesempatan dan perlakuan terhadap tenaga kerja. Secara faktual, ada perlakuan diskriminatif pemberi kerja terhadap pencari kerja atau pekerja dari sejak rekrutmen sampai pada placement, bahkan pada aktivitas manajemen lainnya. Tidak hanya itu, dari awal sebelum Undang-undang ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 diberlakukan sebagai upaya prefentif sampai saat ini perlakuan diskriminatif masih ditemukan. Informasi ketimpangan dan diskriminasi datang dari BPS (2022) yang menginformasikan TPAK laki-laki sebesar (43,97%) lebih besar dari perempuan (35,57%).

Nuraeni dan Suryono (2021) telah berhasil secara empiris membuktikan fakta ketimpangan, permasalahan perlakuan pemberi kerja terhadap pencari kerja atau pekerja terkait gender. Bagi mereka, alasan pekerja laki-laki lebih banyak dari perempuan disebabkan oleh rendahnya posisi tawar kerja perempuan, ketidakadaan kesepakatan pekerja perempuan dengan pengusaha terhadap kesetaraan gender di tempat kerja, dan rendahnya kesadaran dari pengusaha terhadap hak-hak. Susiana (2017) lewat hasil penelitiannya menyinggung 39% pekerja perempuan berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebagai pekerja keluarga yang secara ekonomis tidak mendapatkan imbalan jasa.

Penerapan prinsip “The right man in the right palce (job)” kontra diskriminasi.  Jika UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan kontra diskriminasi tenaga kerja, maka perusahaan harus menciptakan budaya kelembagaan suportif. Prinsip placement harus dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi. Perusahaan harus memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

Perlindungan Hak-hak Pekerja Wanita

Perolehan Upah yang Layak

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003). Perspektif ini oleh Soepomo merupakan perlindungan ekonomis, di mana pekerja menerima penghasilan yang cukup. [21]

Sesungguhnya tidak ada penjelasan lebih dalam kapan sebuah pemberian upah dianggap layak sesui Pasal 88 ayat (1) tersebut. Upah yang layak terkait, “...penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”; bukan bagi manusia. Jadi nilai kemanusiaan yang dijadikan dasar pertimbangan rasional kelayakan pemberian upah bagi buruh atau pekerja.

Perolehan Perlindungan.

Setiap pekerja memiliki hak untuk dilindungi terkait dengan keselamatan dan kesehatan, moral dan kesusilaan, serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia; sesuai nilai-nilai agama (pasal 86 UU N0.13 tahun 2003). Perlindungan kesehatan buruh atau pekerja berkaitan dengan upaya perwujudan kinerja yang optimal.

Umumnya pegawai yang sehat memiliki kedisiplinan dalam waktu kerja, bekerja sesuai target. Pemeliharaan perusahaan terhadap tenaga kerja bisa bersifat promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif (Susiana: 2017).

Pengembangan Kompetensi

Pemberi kerja memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja. Pasal 12 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 memberikan penegasan bahwa setiap buruh berhak memiliki  kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.

Waktu Istirahat dan Cuti 

Manusia bekerja untuk  mengaktualisasikan dirinya untuk pemenuhan kebutuhan agar bisa bertahan hidup. Kata Rasul Paulus (Theolog Kristen), “Barang siapa tidak bekerja, jangan beri dia makan”. Walaupun hakikat manusia sebagai makluk pekerja, bukan berarti working all of the time. Manusia perlu memiliki cukup waktu dalam beristirahat dari pekerjaan yang menguras banyak tenaga, perhatian, dan konsentrasi.

Waktu istirahat harian setengah jam (30 menit) saja oleh pekerja dinilai sangat efektif  dan bermanfaat karena bisa digunakan untuk kegiatan informal, santai, refreshing.

Larangan PHK

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat (1)  huruf e melarang perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan pekerja perempuan hamil, melahirkan, keguguran, maupun menyusui. Faktor-faktor tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk perusahaan mem-PHK-kan tenaga kerja wanita.

Larangan PHK juga diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja  No. 03/Men/1989 yang menyatakan larangan perusahaan melakukan PHK terhadap pekerja perempuan dengan alasan berikut: 1) Pekerja perempuan menikah; 2) Pekerja perempuan sedang hamil; 3) Pekerja perempuan melahirkan.

 

Pertimbangan Humanitas dan Femininitas

Telah lama kepedulian negara pada humanitas dan feminitas terungkap lewat Undang-undang Nomor 12 tahun 1948 tentang Undang-undang Kerja Tahun 1948 pada pasal 7 ayat (1) peduli terhadap humanitas dan femininitas dengan melarang wanita untuk bekerja pada malam hari. Selain itu, ada beberapa peraturan antara lain: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Pelindungan Upah; Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Perempuan pada Malam Hari; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan Pukul 07.00. Terkait dengan femininitas, perspektif perlindungan hukum menyentuh pada perlindungan jam kerja, perlindungan dalam masa haid (cuti haid), pelindungan selama cuti hamil, pemberian lokasi menyusui, pengakuan kompetensi kerja, larangan melakukan PHK terhadap pekerja perempuan, dan hak atas pemeriksaan kesehatan, kehamilan, dan biaya persalinan.

                                                                                                  

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan

Relativitas hukum

Penerapan hukum mesti tidak membuka peluang bagi relativitas hukum. Pada Pasal 76 ayat (2) pun berlaku relativitas hukum. Pasal 76 ayat (2) berbunyi, “Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00”. Wanita hamil bisa bekerja atau bisa tidak bekerja antara pukul 23.00 sampai 07.00 tergantung keterangan dokter. Hal ini membuka dampak pada masalah yang bisa dilakukan bagi pemberi kerja maupun pekerja.

Ketimpangan dan Diskriminasi Gender

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan atau diskriminasi gender antara lain:

Ketiadaan kesepakatan pekerja perempuan dengan pengusaha terhadap kesetaraan gender di tempat kerja.

Rendahnya kesadaran dari pengusaha terhadap hak-hak tenaga kerja perempuan mengakibatkan peraturan kesetaraan gender belum diterapkan secara optimal.

Rendahnya posisi tawar kerja perempuan.

Tipe dan jenis pekerjaan turut mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja dengan gender tertentu.

Persepsi keliru pengusaha tentang tenaga kerja.

Permainan perusahaan.

KESIMPULAN 

Hukum hadir untuk membantu kejelasan status pekerja. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan pengusaha dan pemberi kerja. Hukum melindungi tenaga kerja perempuan dengan mengharuskan setiap pemberi kerja memperlakukan tenaga kerja perempuan sama dengan tenaga kerja pria tanpa ada diskriminasi. Hukum melindungi tenaga kerja wanita dengan mengharuskan perolehan hak-hak seperti hak atas upah hak, cuti atau istirahat, kesehatan, pengembangan kompetensi, larangan PHK,  dan lain-lain demi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 UUD 1945 dan Pasal 88, Pasal 12, Pasal 153 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi perlindungan hukum bagi tenaga perempuan, antara lain: relativitas hukum, ketiadaan kesepakatan pekerja perempuan dengan pengusaha terhadap kesetaraan gender di tempat kerja, rendahnya kesadaran pengusaha terhadap hak-hak tenaga kerja perempuan, rendahnya posisi tawar kerja perempuan, tipe dan jenis pekerjaan, persepsi keliru pengusahan terkait tenaga kerja, dan permainan perusahaan terhadap status dan hak pekerja perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

[1]     Susiana, S. (2017). Perlindungan Hak Pekerja Perempuan Dalam Perspektif Feminisme. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial Vol. 8, No. 2, https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/1266, 207-222.

[2]     BPS. (2022). bps.go.id. " Persentase Tenaga Kerja Formal Menurut Jenis Kelamin (Persen), 2020-2022". Diambil kembali dari https://www.bps.go.id/indicator/6/1170/1/persentase-tenaga-kerja-formal-menurut-jenis-kelamin.html

[3]     Zaeni, A. (2013). Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Rajawali Pers.

[4]     Triyani, R., & Tarina, D. D. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti Pekerja Perempuan Hamil (Studi Pada Perusahaan Es Krim Di Bekasi). Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune, vol. 4, no. 1, 16 Feb. 2021. ttps://www.neliti.com/publications/458122/perlindungan-hukum-terhadap-hak-cuti-pekerja-perempuan-hamil-studi-pada-perusaha#cite, 98-99.

[5]     Wibowo, E. A. (2023, Januari 18). Tempo.Co. "Jokowi Perintahkan UU PPRT Segera Disahkan, Ikut Atur Majikan dan Penyalur". Diambil kembali dari https://nasional.tempo.co/read/1680987/jokowi-perintahkan-uu-pprt-segera-disahkan-ikut-atur-majikan-dan-penyalur

[6]     Green Mind Community. (2009). Teori dan Politik Hukum Tata Negara. Yogyakarta: Total Media,.

[7]     Wijayanti, A. (2009). Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika.

[8]     Arrasyid, C. (2006). Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

[9]     Sasongko, W. (2007). Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

[10]   Djumadi. (2006). Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Jakarta: PT Raja Grafindo.

[11]   Subekti, R. (2002). Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.

[12]   Machfoedz, M., & Machfoedz, M. (2002). Kewirausahaan: Suatu. Pendekatan Kontemporer. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

[13]   Sarosa, P. (2005). Kiat Praktis Membuka Usaha. Becoming Young Entrepreneur: Dream Big Start Small, Act Now! Panduan Praktis & Motivasional Bagi Kaum Muda Dan Mahasiswa. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

[14]   Meredith, G. G., & al., e. (2002). Kewirausahaan : Teori dan Praktek, (Penerjemah : Andre Asparsayogi). Jakarta: PT. Binaman Pessindo.

[15]   Kasmir. (2007). Dasar-Dasar Perbankan . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

[16]   Maimun. (2003). Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Pradnya. Paramita.

[17]   Ibrahim, J. (2011). Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia.

[18]   Marzuki, P. M. (2008). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.

[19]   Sentis, S. R. (2023, April 27). Perkerja Perempuan Pada Gudang Tembakau PT Mayangsari Jember. (B. Watunglawar, Pewawancara)

[20]   Sugita, S. Nittya;  Markeling, I.K; Sudarsana, I.K Sandi , Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Wanita yang Bekerja pada Malam Hari di Hard Rock Cafe Kabupaten Bandung, https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/8194/6132

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun