Mohon tunggu...
Balla Watunglawar
Balla Watunglawar Mohon Tunggu... Dosen - Saya adalah seorang dosen pada Universitas 17 Agustus 1945

Saya adalah seorang dosen yang setia melakukan tri-darma Perguruan Tinggi, yakni Penelitian, Pengabdian, dan Pengajaran. Saya sangat menikmati kegiatan-kegiatan tersebut karena sangat cocok dengan kesukaan dan minat saya. Say lebih senang mengamati kehidupan masyarakat, menemukan masalah dan mencari solusi pemecahan. Hasil dari pencarian ilmiah tersebut sering saya publikasi pada jurnal-artikel maupun buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlunya Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja Perempuan

26 Januari 2024   10:58 Diperbarui: 26 Januari 2024   10:59 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pekerja Wanita

Menurut Maimun, pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah dan imbalan dalam bentuk lain.[16]. Terpaut unsur  orang yang bekerja dan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat ( Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 3). Demikian, pekerja wanita adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan menerima upah. Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki, seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan dan lain-lain.

Perlunya Kejelasan Status Pekerja

Setiap pekerja harus memiliki kejelasan status sebagai pekerja di perusahaan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban. Kejelasan status pekerja tidak cukup hanya tercatat melalui sebuah KTA, tetapi lebih dari itu harus dituangkan dalam sebuah surat pengangkatan, surat keputusan atau perjanjian kerja. Bila pelamar kerja telah berhasil melewati tahap rekruiment dan diterima sebagai tenaga kerja pada perusahaan tertentu, maka status pekerja harus dapat dibuktikan dengan surat pengangkatan yang memuat nama dan alamat pekerja/buruh, tanggal mulai bekerja, jenis pekerjaan, dan besarnya upah ( Pasal 63 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003).

Selain surat pengangkatan, dibutuhkan juga perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis. Unsur-unsur yang perlu ada dalam perjanjian tersebut harus memuat (Pasal 54 ayat 1): (a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; (b) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; (c) Jabatan atau jenis pekerjaan; (d) Tempat pekerjaan; (e) Besarnya upah dan cara pembayarannya; (f) Syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; (g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; (h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan (i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Perjanjian mencakup dua subyek hukum, yakni pekerja dengan pemberi kerja Perjanjian kerja memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak (Pasal 1 Ayat (14) Undang-undang No.13 Tahun 2003). Kewajiban pekerja adalah bekerja sesuai apa yang dimaui pemberi kerja. Hak pekerja adalah segala sesuatu yang didapat sebagai imbalan dari pekerjaan yang telah dilakukan.

Kesempatan dan Perlakuan yang Sama di Mata Hukum

Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bab III Pasal 5 dan pasal 6 memperlihatkan keberpihakannya pada nilai kesamaan kesempatan dan perlakuan terhadap tenaga kerja. Secara faktual, ada perlakuan diskriminatif pemberi kerja terhadap pencari kerja atau pekerja dari sejak rekrutmen sampai pada placement, bahkan pada aktivitas manajemen lainnya. Tidak hanya itu, dari awal sebelum Undang-undang ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 diberlakukan sebagai upaya prefentif sampai saat ini perlakuan diskriminatif masih ditemukan. Informasi ketimpangan dan diskriminasi datang dari BPS (2022) yang menginformasikan TPAK laki-laki sebesar (43,97%) lebih besar dari perempuan (35,57%).

Nuraeni dan Suryono (2021) telah berhasil secara empiris membuktikan fakta ketimpangan, permasalahan perlakuan pemberi kerja terhadap pencari kerja atau pekerja terkait gender. Bagi mereka, alasan pekerja laki-laki lebih banyak dari perempuan disebabkan oleh rendahnya posisi tawar kerja perempuan, ketidakadaan kesepakatan pekerja perempuan dengan pengusaha terhadap kesetaraan gender di tempat kerja, dan rendahnya kesadaran dari pengusaha terhadap hak-hak. Susiana (2017) lewat hasil penelitiannya menyinggung 39% pekerja perempuan berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebagai pekerja keluarga yang secara ekonomis tidak mendapatkan imbalan jasa.

Penerapan prinsip “The right man in the right palce (job)” kontra diskriminasi.  Jika UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan kontra diskriminasi tenaga kerja, maka perusahaan harus menciptakan budaya kelembagaan suportif. Prinsip placement harus dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi. Perusahaan harus memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

Perlindungan Hak-hak Pekerja Wanita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun