Larangan PHK
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat (1) huruf e melarang perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan pekerja perempuan hamil, melahirkan, keguguran, maupun menyusui. Faktor-faktor tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk perusahaan mem-PHK-kan tenaga kerja wanita.
Larangan PHK juga diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/Men/1989 yang menyatakan larangan perusahaan melakukan PHK terhadap pekerja perempuan dengan alasan berikut: 1) Pekerja perempuan menikah; 2) Pekerja perempuan sedang hamil; 3) Pekerja perempuan melahirkan.
Pertimbangan Humanitas dan Femininitas
Telah lama kepedulian negara pada humanitas dan feminitas terungkap lewat Undang-undang Nomor 12 tahun 1948 tentang Undang-undang Kerja Tahun 1948 pada pasal 7 ayat (1) peduli terhadap humanitas dan femininitas dengan melarang wanita untuk bekerja pada malam hari. Selain itu, ada beberapa peraturan antara lain: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Pelindungan Upah; Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Perempuan pada Malam Hari; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan Pukul 07.00. Terkait dengan femininitas, perspektif perlindungan hukum menyentuh pada perlindungan jam kerja, perlindungan dalam masa haid (cuti haid), pelindungan selama cuti hamil, pemberian lokasi menyusui, pengakuan kompetensi kerja, larangan melakukan PHK terhadap pekerja perempuan, dan hak atas pemeriksaan kesehatan, kehamilan, dan biaya persalinan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempuan
Relativitas hukum
Penerapan hukum mesti tidak membuka peluang bagi relativitas hukum. Pada Pasal 76 ayat (2) pun berlaku relativitas hukum. Pasal 76 ayat (2) berbunyi, “Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00”. Wanita hamil bisa bekerja atau bisa tidak bekerja antara pukul 23.00 sampai 07.00 tergantung keterangan dokter. Hal ini membuka dampak pada masalah yang bisa dilakukan bagi pemberi kerja maupun pekerja.
Ketimpangan dan Diskriminasi Gender