malam serasa di bakar siang waktu itu, dengan kecepatan tinggi aku mengendarai motor, menyusuri turunan turunan, langit masih purnama, bintang berkerlip layaknya biasa, hanya beberapa awan awan tipis yang berlalu lalang menutupi sepertiga cahaya bintang, menutupi juga rinduku yang di bakar emos, entahlah penjelasan apa yang akan dia sampaikan, yang jelas aku ingin mencaci sekaligus memeluknya, mencaci atas ketegaannya yang membiarkan ku terombang ambing dalam lautan rindu, memeluknya karena dalam sentuhan itu aku selalu merasa tenang dan baik baik saja
 butuh waktu lima menit hingga akhirnya aku sampai di dataran kota, jalanan penuh, hiruk pikuk pengendara mensesaki jalan, aku mencaci dalam hati, entahlah siapa yang ingin ku salahkan  pada akhirnya aku hanya ingin dunia berbaik hati malam ini, dengan memberikan kerenggangan pada jalan agar aku cepat sampai tujuanÂ
 setelah menyalip beberapa motor entahlah aku tak ingin menghitungnya, pada akhirnya aku sampai di lokasi yang ia kirim, sebuah lokasi bar yang di permak seperti cafe, aku turun dari motor lantas memandang sekitar pengunjung berharap menemukan dirinya di sekumpulan orang orang itu, dan benar saja, aku melihatnya duduk di pojok kiri sendiri sedang melambaikan tangan, aku langsung menghampirinyaÂ
"gimana perjalanan kesini,?aman? " tanyanya saat aku sudah di posisi duduk berhadapan dengannyaÂ
"hatiku yang tak aman" jawabku seenaknyaÂ
ia tersenyum kecil,ia tak pernah tersenyum baru kali ini aku melihatnyaÂ
" oh ya, mau pesan apa?"
"aku kesini bukan untuk makan, mau ketemu kamu, minta penjelasan" jawabku menegaskan
"baiklah mau mulai dari mana?"
"awal sampai akhir"
"baiklah selama ini aku menghilang karena kerja, aku kerja untuk menghidupi tubuhku, kamu mau nanya aku kerja apa kan?"