Mohon tunggu...
Asep Abdul Aziz
Asep Abdul Aziz Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Pendidikan Berkelanjutan

Tidaklah seseorang membuat karya tulis pada hari ini melainkan keesokan harinya dia berkata: Jika bagian ini diubah, tentu lebih indah. Jika bagian itu ditambah, tentu lebih jelas. Jika yang ini didahulukan, niscaya lebih menawan. Jika yang itu dihilangkan, niscaya lebih rupawan. (Ali Muhammad Hasan Al-‘Imadi)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Esai

4 Maret 2021   12:55 Diperbarui: 4 Maret 2021   13:01 1694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Penelitian ini dimaksudkan untuk menerapkan model yang efektif dalam pembelajaran menulis esai. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Model pembelajaran konstruktivisme yang mengajak siswa untuk aktif dan kreatif, mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman, memecahkan, dan bergelut dengan ide-ide. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide siswa serta menerapkan strategi mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hal-hal berikut: (1) peningkatan kemampuan menulis esai siswa dengan model pembelajaran konstruktivisme; (2) peningkatan kemampuan menulis esai siswa dengan model pembelajaran tradisional; (3) perbedaan antara kemampuan menulis esai siswa dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme dan model pembelajaran tradisional. Model pembelajaran konstruktivisme efektif meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis esai dari nilai rata-rata 61,3 menjadi 79. Keefektifan model pembelajaran konstruktivisme dibuktikan dengan uji hipotesis terhadap data hasil kedua kelas dengan taraf signifikansi 0,05 dan diperoleh hasil bahwa t hitung = 3,73; selanjutnya t hitung tersebut dibandingkan dengan t tabel. Dengan dk = 45 dan taraf kesalahan 5%, maka t tabel = 2,00172. Dari hal ini terlihat bahwa t hitung lebih besar dari pada t tabel (3,73 > 2,00172). Bila t hitung lebih besar atau sama dengan t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak.

Kata Kunci : model pembelajaran, konstruktivisme, menulis esai

Pendahuluan

Latar Belakang

Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah model pembelajaran konstruktivisme. Pemilihan model pembelajaran konstruktivisme lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga siswa mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret.

Menurut kaum konstruktivis, guru berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa membentuk pengetahuannya sendiri (Budiningsih, 2012:59). Dengan demikian, mengajar dalam pandangan konstruktivisme diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.

Konsep pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang didasarkan pada pemahaman bahwa proses belajar yang dilakukan siswa merupakan proses konstruksi pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman yang dilakukan oleh siswa. Dalam proses pembelajaran konstruktivisme, guru dituntut untuk menjadi fasilitator yang baik, yang mampu menggali potensi yang dimiliki oleh siswa.

Siswa merupakan objek utama dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa memiliki sejumlah potensi yang harus dikembangkan. Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar harus terampil menentukan dan memilih bahan, metode, dan teknik yang tepat. Di dalam pembelajaran bermakna, pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman lalu dan pengalaman belajar yang baru diperoleh baiknya dikomunikasikan. Pengetahuan tersebut yang kemudian oleh siswa dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Namun, kenyataan di kelas menunjukkan bukanlah pembelajaran bermakna yang berlangsung melainkan pembelajaran yang berpihak pada pengetahuan dan pengalaman guru semata. Siswa siap menerima pengetahuan dari guru. Lalu pengalaman belajar siswa hanya diperoleh melalui teori-teori yang disampaikan guru. Sehingga siswa menjadi kurang kreatif dalam menuangkan gagasan atau pengetahuannya ke dalam bentuk tulisan.

Masalah Penelitian

Suatu masalah perlu dirumuskan terlebih dahulu supaya jelas dan berdasarkan latar belakang masalah, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.

  1. Apakah model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan menulis esai siswa kelas XII MA Nurul Bayan Cikalongkulon?
  2. Apakah model pembelajaran tradisional dapat meningkatkan kemampuan menulis esai siswa kelas XII MA Nurul Bayan Cikalongkulon?
  3. Apakah ada perbedaan antara kemampuan menulis esai siswa kelas XII MA Nurul Bayan Cikalongkulon dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme dan model pembelajaran tradisional?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menguji efektivitas model pembelajaran konstruktivisme dalam menulis esai bahasa Indonesia bagi siswa kelas XII MA Nurul Bayan Cikalongkulon.

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut.

  1. Untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis esai siswa kelas XII MA Nurul Bayan Cikalongkulon dengan model pembelajaran konstruktivisme.
  2. Untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis esai siswa kelas XII MA Nurul Bayan Cikalongkulon dengan model pembelajaran tradisional.
  3. Untuk mendeskripsikan perbedaan antara kemampuan menulis esai siswa kelas XII MA Nurul Bayan Cikalongkulon dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme dan model pembelajaran tradisional.

Landasan Teoretis

Pengertian Menulis

Menurut Tarigan (2008:21), “Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.” Hal itu menunjukkan bahwa setiap orang yang dapat mengerti grafik tertentu maka akan dapat menulis untuk menyampaikan informasi kepada orang lain yang mempunyai pemahaman bahasa yang sama.

Senada dengan pengertian menulis yang dikemukakan oleh Tarigan di atas, Iskandarwassid dan Sunendar (2013:292) mengemukakan bahwa pengertian menulis: (1) proses mengabadikan bahasa dengan tanda-tanda grafis; (2) representasi dari kegiatan-kegiatan ekspresi bahasa; (3) kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan; (4) to put down the graphic symbols that represent a language one understands, so that other can read these graphic representation. Dengan demikian, menulis merupakan kegiatan menuangkan ide, gagasan, pesan, perasaan tentang suatu masalah secara tertulis yang ingin disampaikan kepada pembaca.

Setelah menelaah beberapa pendapat tentang pengertian menulis, maka dapat disimpulkan bahwa menulis adalah menyampaikan ide atau gagasan dalam bentuk bahasa tulis melalui proses kreativitas dengan maksud dan tujuan tertentu.

Pengertian Esai

Menurut Sumardjo dan Saini (1988:19), “Esai adalah karangan pendek tentang sesuatu fakta yang dikupas menurut pandangan pribadi penulisnya.” Dalam esai baik pikiran maupun perasaan dan keseluruhan pribadi penulisnya tergambar dengan jelas, sebab esai memang merupakan ungkapan pribadi penulisnya terhadap sesuatu fakta.

Sejalan dengan pendapat di atas, Badudu dan Zain dalam Purba (2008:2) mengemukakan bahwa esai karangan yang berbentuk prosa yang membahas masalah selayang pandang dari sudut penulis dan harus dibedakan dengan kritik. Dengan demikian, hasil pengamatan atau penyelidikan terhadap sesuatu yang ditulis secara sistematis. Dalam esai dapat kita temukan gagasan, sikap sudut pandang, dan gaya pengarang sendiri.

Kalidjernih (2010:39) mengemukakan bahwa esai adalah bentuk tulisan yang terdiri dari beberapa paragraf tentang suatu topik. Topik esai lebih kompleks daripada topik sebuah paragraf. Oleh karena itu, topik esai tidak cukup untuk dibahas dalam sebuah paragraf, tetapi dalam beberapa paragraf.

Setelah ditelaah beberapa pendapat di atas tentang pengertian esai, maka dapat disimpulkan bahwa esai adalah bentuk tulisan yang menonjolkan sudut pandang tertentu, sikap pribadi, dan membawakan penemuan penulisnya sendiri, dan menggunakan sistematika uraian yang teratur.

Jenis-jenis Esai

Payne dalam Pujiono (2013:53) mengemukakan bahwa bentuk esai ada dua yaitu esai formal dan esai informal. Bentuk esai informal lebih mudah ditulis karena lebih bersifat personal, jenaka, dengan bentuk gaya dan struktur tidak terlalu formal. Bentuk esai formal biasanya dipergunakan oleh siswa, mahasiswa, dan peneliti untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Esai formal bersifat serius, logis, dan lebih panjang.

Selanjutnya Sumardjo dan Saini (1988:20) mengemukakan bahwa esai dapat  digolongkan menjadi dua, yakni esai formal dan esai nonformal atau esai personal. Jenis esai personal inilah yang biasanya dapat disebut karya sastra. Esai formal ditulis dengan bahasa yang lugas dan dalam aturan-aturan penulisan yang baku, sedang unsur pemikiran dan analisisnya amat dipentingkan. Pada esai personal, gaya bahasa lebih bebas dan unsur pemikiran serta perasaan lebih leluasa masuk ke dalamnya. Dengan cara ini maka keseluruhan kepribadian penulisnya dapat ditangkap dalam esai-esainya. Jenis-jenis esai dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut.

  • Esai deskripsi, yakni dalam esai itu hanya terdapat penggambaran sesuatu fakta seperti apa adanya, tanpa ada kecenderungan penulisnya untuk menjelaskan atau menafsirkan fakta. Esai ini bertujuan memotret dan melaporkan apa yang dilakukan oleh penulisnya tanpa usaha komentar terhadapnya.
  • Esai eksposisi, yakni dalam esai itu tidak hanya menggambarkan fakta, tetapi juga menjelaskan rangkaian sebab-sebabnya, kegunaannya, catat celannya dari sudut tertentu, pokoknya dalam esai ini penulis dapat menjelaskan fakta selengkap mungkin.
  • Esai argumentasi, yakni esai yang bukan hanya menunjukkan suatu fakta, tetapi juga menunjukkan permasalahannya dan kemudian menganalisis dan mengambil suatu kesimpulan dari padanya. Esai ini bertujuan memecahkan suatu masalah yang berakhir dengan kesimpulan penulisnya.
  • Esai narasi, yakni esai yang menggambarkan suatu fakta dalam bentuk urutan kronologis dalam bentuk cerita, misalnya tentang pertemuan seorang sastrawan Indonesia selama seminggu dengan sastrawan dunia yang berkunjung ke Indonesia (Sumardjo dan saini, 1988:20).

Pengertian Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa untuk aktif dan kreatif, mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman, memecahkan masalah dan bergelut dengan ide-ide. Guru akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide siswa serta menerapkan strategi mereka. Dengan demikian proses belajar mengajar jadi lebih aktif. Sanjaya (2014:124) mengatakan bahwa konstruktivisme adalah proses mengkonstruksi pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.

Menurut Suparno (1997:28), “Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan adalah hasil dari bentukan (Konstruksi) manusia itu sendiri.” Manusia mengkonstruksi  pengetahuan mereka melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.

Bachtra dan Saifuddin (2015:42) mengemukakan bahwa konstruktivisme adalah suatu paradigma yang mengemukakan manusia memperoleh pengetahuan melalui interaksi antara pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dan berbagai pengalaman yang terus-menerus berakumulasi.

Sagala (2014:88) mengemukakan pendapatnya bahwa konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan dengan tidak tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulakan bahwa konstruktivisme adalah bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan dan rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dimiliki sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya.

Prinsip-prinsip Pembelajaran Konstruktivisme

Selain itu ada prinsip-prinsip konstruktivisme banyak digunakan dalam pembelajaran. Secara umum prinsip-prinsip itu berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktik, pembaruan, dan perencana pembelajaran. Menurut Suparno (1997:49) prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme, antara lain:

  • Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
  • Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar.
  • Siswa aktif mengkonstruksikan terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah.
  • Guru sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

Selanjutnya Suyono dan Hariyanto (2011:107) mengemukakan bahwa ada sejumlah prinsip-prinsip pemandu dalam konstruktivisme adalah sebagai berikut.

  • Belajar merupakan pencarian makna. Oleh karena itu, pembelajaran harus dimulai dengan isu-isu yang mengakomodasi siswa untuk secara aktif mengkonstruksi makna.
  • Pemaknaan memerlukan pemahaman bahwa keseluruhan (wholes)  itu sama pentingnya seperti bagian-bagiannya. Sedangkan bagian-bagian harus dipahami dalam konteks keseluruhan. Oleh karenanya, proses pembelajaran berfokus terutama pada konsep-konsep primer dan bukan kepada fakta-fakta yang terpisah.
  • Supaya dapat mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang dipergunakan siswa terkait bagaimana cara pandang mereka tentang dunia serta asumsi-asumsi yang disusun yang menunjang model mental tersebut.
  • Tujuan pembelajaran adalah bagaimana setiap individu mengkonstruksi makna, tidak sekadar mengingat jawaban apa yang benar dan menolak makna orang lain.

Senada dengan pendapat Suparno, Suyono dan Hariyanto di atas, Aunurrahman (2014:19) mengemukakan bahwa terdapat prinsip-prinsip dalam pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut.

  • Belajar berarti membentuk makna. Makna dalam hal ini merupakan hasil bentukan siswa sendiri yang bersumber dari apa yang mereka lihat, rasakan, dan dialami. Konstruksi dalam artian ini terkait dengan pengertian yang telah dimiliki.
  • Konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis. Setiap kali seseorang berhadapan dengan fenomena atau pengalaman-pengalaman baru, siswa melakukan rekonstruksi.
  • Secara substansial, belajar bukanlah aktivitas menghimpun fakta atau informasi, akan tetapi lebih kepada upaya pengembangan pemikiran-pemikiran baru. Belajar bukan merupakn hasil perkembangan akan tetapi merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran-pemikiran seseorang.
  • Proses belajar yang sebenarnya terjadi ketika skema pemikiran seseorang dalam keraguan yang menstimulir pemikiran-pemikiran lebih lanjut dalam waktu-waktu tertentu situasi mengandung keragu-raguan memiliki unsur positif untuk mendorong siswa belajar.
  • Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa tentang lingkungannya.
  • Hasil belajar siswa tergantung dari apa yang telah siswa ketahui, baik berkenaan dengan pengertian, konsep, formula, dan sebagainnya.

Dari beberapa  prinsip-prinsip konstruktivisme di atas, dapat disimpulkan terdapat beberapa prinsip-prinsip konstruktivisme adalah sebagai berikut.

  • Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif.
  • Tekanan proses belajar terletak pada siswa.
  • Proses belajar mengajar adalah membantu siswa.
  • Penekanan dalam proses belajar mengajar lebih kepada proses bukan pada hasil akhir.
  • Kurikulum menekankan partisipasi siswa.
  • Guru adalah fasilitator dan mediator bagi siswa.

Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme

Menurut kaum konstruktivistis, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti seperti teks, karangan, dialog, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki oleh siswa sebelumnya sehingga pengertiannya dikembangkan. Menurut Suparno (1997:61) ciri-ciri konstruktivisme yaitu:

  • Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi dalam arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah siswa miliki.
  • Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.
  • Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dengan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
  • Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
  • Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya.
  • Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Sedangkan ciri pembelajaran konstruktivisme menurut Hanafiah dan Suhana dalam Wardoyo (2013:39-40) adalah sebagai berikut.

  • Proses pembelajaran berpusat pada siswa.
  • Proses pembelajaran merupakan integrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang dimiliki siswa.
  • Pandangan yang berbeda di antara siswa dihargai sebagai tradisi dalam proses pembelajaran.
  • Dalam proses pembelajaran siswa didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan menyintesiskan secara terintegrasi.
  • Peoses pembelajaran berbasis masalah dalam rangka mendorong siswa dalam proses pencarian (inquiry) yang dialami.
  • Proses pembelajaran mendorong terjadinya kooperatif dan kompetitif di kalangan siswa secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan.
  • Proses pembelajaran dilakukan secara kontekstual yaitu siswa dihadapkan ke dalam pengalaman nyata.

Sejalan dengan pandangan di atas sistem pembelajaran dalam pandangan konstruktivis menurut Hudoyo dalam Trianto (2013:19) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi (pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, dan (2) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa.

Dari beberapa ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme memiliki ciri dalam proses pembelajaran adalah berpusat pada siswa, adanya masalah, proses menemukan, interaksi sosial, dan pengetahuan dan pengalaman baru.

Langkah-langkah Pembelajaran Konstruktivisme

Muijs dan Reynolds (2008:105-106) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran dalam model pembelajaran konstruktivisme dibagi ke dalam empat fase yaitu sebagai berikut.

  • Fase awal/Apersepsi

Kegiatan yang dilakukan dalam fase ini adalah guru memulai dengan pertanyaan terbuka (apersepsi). Mendorong siswa agar memberikan jawaban-jawaban terbuka dan mendiskusikan tentang masalah yang ditanyakan. Guru dapat mencoba alternatif dengan mengenalkan sebuah masalah yang relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Mengenalkan kepada siswa sebuah situasi yang membingungkan atau mengejutkan. Hal itu akan memacu siswa untuk berusaha menemukan aturan atau defenisi dan akan menetapkan sebuah kegiatan untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang dikenalkan guru.

  • Fase eksplorasi

Dalam fase eksplorasi siswa mengerjakan kegiatan yang ditetapkan guru di fase pertama. Kegiatan ini biasanya bersifat eksplorasi, melibatkan situasi atau bahan-bahan nyata dan memberikan kesempatan untuk kerja kelompok. Kegiatannya mesti distrukturisasikan sedemikian rupa sehingga para siswa menghadapi isu-isu yang memungkinkan mereka mengembangkan pemahaman dan mestinya juga cukup menantang (meskipun tidak melampaui kemampuan mereka). Ada baiknya untuk meningkatkan siswa tentang proses-proses metakognitif yang mungkin ingin mereka tetapkan ketika menyelesaikan masalah.

  • Fase refleksi

Selama fase ini, siswa mungkin diminta untuk menelaah kembali kegiatan yang telah dilakukan dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan, baik dengan kelompok-kelompok lain atau dengan guru. Guru dapat memberikan perancah (scaffolding) yang bermanfaat selama fase ini, melalui pertanyaan atau komentar yang dirancang untuk mengaitkan eksplorasi itu dengan konsep kunci yang sedang dieksplorasi.

  • Fase aplikasi

Setelah itu guru dapat meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan berbagai temuan dan menarik kesimpulan. Langkah berikutnya dapat diidentifikasikan oleh guru atau siswa, dan poin-poin kunci disimpulkan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimen terhadap efektivitas model pembelajaran konstruktivisme sebagai upaya meningkatkan kemampuan menulis esai. Metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control group design.

Dengan mengacu pada desain di atas, penelitian ini menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang keduanya diberi perlakuan. Kelompok yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran konstruktivisme dinamakan kelompok eksperimen dan kelompok yang diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran tradisional dinamakan kelompok kontrol. Untuk mengetahui kemampuan menulis esai siswa diberi tes awal tanpa menggunakan model pembelajaran konstruktivisme, kemudian diberikan perlakuan berupa penerapan model pembelajaran konstruktivisme untuk kelompok eksperimen dan diikuti dengan tes akhir yaitu tes menulis esai.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penilaian tes awal diperoleh kemampuan menulis esai siswa yang pembelajarannya menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dan yang dengan model pembelajaran tradisional.

Tabel 1.1

Tes Awal Kemampuan Menulis Esai

Kelompok

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Rata-rata

Std Dev

Eksperimen

82

50

62,17

9,32

Kontrol

75

46

58,19

9,08

Dari tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata nilai tes awal kemampuan menulis esai di kelas eksperimen adalah 62,17 dan rata-rata nilai tes awal menulis esai di kelas kontrol adalah 58,91. Sedangkan nilai tertinggi kemampuan menulis esai tes awal kelas eksperimen 82 dan nilai terendah 50, untuk kelas kontrol nilai tertinggi kemampuan menulis esai 75 dan nilai terendah 46. Dapat dilihat bahwa kemampuan menulis esai siswa di kelas kontrol tidak jauh berbeda dengan kelas yang dipakai untuk kelas eksperimen. Selisihnya rata-rata nilai menulis esai ketuntasannya hanya sedikit, yakni 62,17 – 58,91  = 3,26. Di kelas eksperimen lebih besar 3,26 dibanding kelas kontrol. Artinya memang secara garis besar kemampuan menulis esai di kedua kelas baik kelas eksperimen dan kelas kontrol juga masih terbilang rendah.

Hasil menulis esai siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara kemampuan menulis esai dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dengan yang menggunakan model pembelajaran tradisional.

Tabel 1.2

Tes Akhir Kemampuan Menulis Esai

Kelompok

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Rata-rata

Std Dev

Eksperimen

96

54

78,04

9,39

Kontrol

93

53

67,08

13,89

Dari tabel di atas terlihat bahwa setelah mendapat perlakuan dengan model pembelajaran konstruktivisme, nilai rata-rata tes akhir kemapuan menulis esai siswa adalah 78,04. Berdasarkan data tersebut, terlihat adanya peningkatan dalam kemampuan menulis esai di kelas eksperimen. Dan adanya peningkatan yang agak rendah di kelas kontrol setelah mendapat perlakuan dengan model pembelajaran tradisional, dengan nilai rata-rata tes akhir kelas kontrol adalah 67,08. Sedangkan nilai tertinggi kemampuan menulis esai tes akhir kelas eksperimen 96 dan nilai terendah 54, dan untuk kelas kontrol nilai tertinggi kemampuan menulis esai 93 dan nilai terendah 53. Terlihat dari tabel, adanya perbedaan antara hasil dari kelas eksperimen dan kelas kontrol, nilai rata-rata kelas kontrol berada jauh di bawah nilai rata-rata kelas eksperimen. Dari hal ini pun sudah jelas terlihat perbedaan yang cukup signifikan antara kemampuan menulis esai siswa yang menggunakan model pembelajaran konstruktivisme dengan siswa yang diberikan model pembelajaran tradisional.

Tabel 1.3

N-Gain Kemampuan Menulis Esai

Kelompok

Tes Awal

Tes Akhir

N-Gain

Kriteria

Eksperimen

62,17

77,86

0,41

Sedang

Kontrol

58,91

67,08

0,20

Rendah

 

Berdasarkan tabel 1.3 di atas terlihat bahwa peningkatan kemampuan menulis esai siswa secara keseluruhan melalui penerapan model pembelajaran konstruktivisme termasuk dalam kategori “sedang”  dengan nilai N-Gain  sebesar 0,41; nilai rata-rata tes awal 62,17; dan nilai rata-rata tes akhir sebesar 77,86. Sedangkan peningkatan kemampuan menulis esai siswa secara keseluruhan melalui penerapan model pembelajaran tradisional termasuk dalam kategori “rendah”  dengan nilai N-Gain  sebesar 0,20; nilai rata-rata tes awal 58,91; dan nilai rata-rata tes akhir sebesar 67,08. Secara keselurahan nilai N-Gain pada kelas kontrol terbilang sangat rendah sekali jika dibandingkan dengan kelas eksperimen yang mencapai nilai N-Gain 0,41. Hal ini menunjukkan perbedaan yang cukup mendasar sekali terhadap pembelajaran siswa yang menggunakan model pembelajaran tradisional dengan model pembelajaran konstruktivisme.

Tabel 1.4

Hasil Uji Hipotesis Kemampuan Menulis Esai

F hitung

F tabel

t hitung

t tabel

Normalitas

15,086

Homogenitas

1,64088

4,32

Uji t

3,73

2,00172

Pada tabel distribusi frekuensi, dapat dilihat bahwa banyaknya kelas interval (K) adalah 7, sehingga untuk distribusi Chi Kuadrat diambil harga . Dari tabel frekuensi Chi Kuadrat dengan taraf signifikasi  diperoleh . Ternyata  sebesar -10,90363 lebih kecil dari  sebesar 15,086. Hal ini menunjukan bahwa data skor kemampuan menulis esai siswa  berdistribusi normal.

Setelah diketahui harga F hitungnya, selanjutnya adalah membandingkan dengan harga F tabel dengan dk pembilang atau df1 = k – 1, sehingga  df1 = 2 – 1 = 1, dan dk penyebut atau df2 = n – k = 23 – 2 = 21, Dengan dk pembilang 1 dan dk penyebut 21, maka berdasarkan tabel F, maka harga F tabel = 4,32 dengan tingkat kesalahan sebesar 5%. Jika dibandingkan, ternyata F hitung = 1,64088 lebih kecil daripada F tabel = 4,32 untuk kesalahan 5% (Fh < Ft). Maka sesuai dengan batasan yang sudah ditentukan, jika F hitung lebih kecil daripada F tabel, maka varian data bersifat homogen, sehingga bisa langsung dilanjutkan untuk uji hipotesis. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh t hitung = 3,73; selanjutnya t hitung tersebut dibandingkan dengan t tabel dengan dk = n1 + n2 – 2 = 23 +24 – 2 = 45.

Dengan dk = 45 dan taraf kesalahan 5%, maka t tabel = 2,00172 (lihat Lampiran). Dari hal ini terlihat bahwa t hitung lebih besar dari pada t tabel (3,73 > 2,00172). Sesuai dengan ketentuan yang sudah disebutkan dalam metodologi penelitian, bila t hitung lebih besar atau sama dengan t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian, hipotesis adanya rata-rata kemampuan menulis esai siswa yang menggunakan model pembelajaran konstruktivisme lebih tinggi daripada kemampuan menulis esai siswa yang menggunakan model pembelajaran tradisional. diterima.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data tentang penerapan model pembelajaran konstruktivisme sebagai upaya meningkatkan kemampuan menulis esai, dapat disimpulkan sebagai berikut.

  • Peningkatan kemampuan menulis esai siswa kelas XII IPA MA Nurul Bayan secara keseluruhan termasuk ke dalam kategori “Sedang” dengan nilai N-Gain Rata-rata 0,41; dengan persentase banyaknya siswa yang mengalami peningkatan dengan kategori “Rendah” hanya 17,4% sebanyak 4 siswa, pada kategori “Sedang” 69,5% sebanyak 16 siswa, dan pada kategori “Tinggi” mencapai 13,1% atau sebanyak 3 siswa.
  • Peningkatan kemampuan menulis esai siswa kelas XII IPS MA Nurul Bayan secara keseluruhan termasuk ke dalam kategori “Rendah” dengan nilai N-Gain Rata-rata 0,20; dengan persentase banyaknya siswa yang mengalami peningkatan dengan kategori “Tinggi” hanya 4,1% atau 1 orang siswa saja, pada kategori “Sedang” 25,0% sebanyak 6 siswa, dan pada kategori “Rendah” mencapai 73,9% atau sebanyak 17 siswa.
  • Berdasarkan perhitungan dan analisis data diperoleh bahwa t-test lebih besar daripada t-tabel  (3,73 > 2,00172). Sesuai dengan ketentuan yang sudah disebutkan, bila nilai t-hitung lebih besar atau sama dengan t-tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian, hipotesis adanya rata-rata kemampuan menulis esai siswa yang menggunakan model pembelajaran konstruktivisme lebih tinggi daripada kemampuan menulis esai siswa yang menggunakan model pembelajaran tradisional diterima. Dalam hal ini berarti jelas, bahwa pemberian perlakuan pembelajaran model pembelajaran konstruktivisme memiliki dampak yang positif terhadap peningkatan kemampuan menulis esai siswa.

Daftar Rujukan

Aunurrahman. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Bachtra, R. dan Achmad Fedyani Saifuddin. 2015. Envirasionalisme Suatu Wujud Pendidikan Konstruktivisme. Jakarta: Kencana Prenadamedia.

Budiningsih, C. Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2013. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kalidjernih, F. Kirana. 2010. Penulisan Akademik. Bandung: Widya Aksara Press.

Muijs, D. dan David Reynolds. 2008. Effective Teaching Evidence and Practice. Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Terjemahan Helly Prajitno S. dan Sri Mulyantini S. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pujiono, S. 2013. Terampil Menulis Cara Mudah dan Praktis dalam Menulis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Purba, A. 2008. Esai Sastra Indonesia Teori dan Penulisan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sagala, S. 2014. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia.

Sumardjo, J. dan Saini K.M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tarigan,  H. Guntur.  2008.  Menulis  Sebagai  Suatu  Keterampilan  Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wardoyo, S. Mangun. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme Teori dan Aplikasi Pembelajaran dalam Pembentukan Karakter. Bandung: Alfabeta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun