Aku agak ragu pada awalnya. Masih takut untuk memikirkan hal itu. Untungnya Azka tidak mengadukanku ke orang tuanya.
"Ana takut Jah." Jawabku pelan.
"Nggak apa-apa. Masa Kia yang biasanya semangat terus, nggak tau malu, dan kerjaannya ketawa mulu sekarang malah takut. Nggak lucu tau." Ucapnya bercanda.
Aku menatapnya sejenak, berpikir. Akhirnya aku menyetujuinya. Dari pada aku ketakutan nggak jelas terus.
Azizah menyeringai, lalu kami melakukan aktifitas seperti biasa. Nanti pas istirahat baru aku akan minta maaf. Lebih tepatnya kalau dia udah sendirian. Kalau ada temannya aku takut.
Beberapa jam berlalu, bel istirahat berbunyi. Aku gugup sekali. Saat Azka berjalan menuju WC Masjid, aku dan Azizah mengikutinya. baiklah, aku bertekat untuk meminta maaf padanya saat dia keluar. kami menunggunya beberapa saat, dan akhirnya dia keluar dari WC. Saat melihatku, dia langsung memalingkan wajahnya. Aku tidak tahan lagi, aku jadi kembali takut. Hawanya ngeri. Tapi Azizah memegang lenganku agar tidak kabur. akupun memanggilnya dengan suara mencicit.
"A-azka.."Â
Dia tidak menjawab, berniat berlalu saja. Aku memberanikan diri berdiri di depannya. Dia menatapku datar. Hening. Tidak ada yang mau berbicara duluan.
"Apo?" akhirnya dia memecahkan keheningan tadi.
"Itu... Kak mau minta maaf." Aku berkata pelan.
"M-maaf kemarin tu Kak ngejek antum, terus injak kaki ntum. Kak nggak maksud gitu.. Maaf Ka." Aku berkata dengan suara bergetar.Â