***
27 Maret 1911
Di dalam bangunan megah seperti bangunan kerajaan, seorang pria berlari terburu-buru. Ia menghampiri pria paruh baya yang sedang menyantap minumannya.
"Selamat siang, Tuan. Saya membawa kabar," tutur sang prajurit.
"Kabar apa?" tanya Tuan Sulaeman.
"Saya membawa pasangan yang ingin melarikan diri dari wilayah ini, " jelas sang prajurit.
"Siapa gerangan?" tanya sang Tuan.
"keluarga dari kasta rendah. Yang mulia bisa melihatnya sendiri di luar," jelas sang prajurit, sambil mengantar tuannya keluar.
Setelah sang Tuan keluar, ia melihat pesangan yang sedang duduk bersujud sambil memohon ampun. "Beraninya budak macam kalian ingin melarikan diri!" bentak Sualeman terdengar angkuh. Ia lalu memerintahkan pengawal agar segera memberikan mereka hukuman.
"Pengawal, beri mereka hukuman mati!"
"Ampun, Tuan. Kami tidak bermaksud kabur. Kami hanya terhasut oleh ajakan Belanda. Maafkan kamu, Tuan!" kata sang istri yang sedang menyatukan tangannya dan menangis tersedu.
"Tidak ada ampun untuk kalian. Kalian sama saja ingin berkhianat kepadaku. Pengawal, cepat hukum suaminya terlebih dahulu, baru istrinya," perintah Sulaeman.