11 September 1942
Terlihat beberapa tiang besar mengiringi sepanjang jalan bangunan megah itu. Samar-samar terdengar langkah kaki. Bayangan pria itu terlihat mengarah ke Selatan. Alunan musik terus mengiringi pria yang kini melangkah menyusuri bangunan megah. Dua orang tentara menyapa memberikan hormat. Tiba ia di depan pintu besar. Sebelum masuk, ia mengetuk pintu tersebut. Seorang pria, dengan wajah bule lengkap dengan brewoknya, langsung menghampiri pria yang baru saja masuk.
"Apa kabar, Omar? Kau terlihat sangat rapi hari ini," tanya pria dengan berbahasa Inggris yang kental dengan aksennya. Arsen merangkul Omar, membawanya menuju meja tamu. Omar dan Arsen sudah menjadi sahabat sejak Omar dijadikan tentara Inggris.
"Kabar baik, Arsen. Ada apa kau memanggilku?" tanya Omar, setelah mereka duduk di sofa berbahan kulit primer. Omar sebenarnya tidak heran Arsen memanggilnya. Akan tetapi, melihat banyak koper dan persenjataan di dalam ruangannya, mendadak ia bingung.
"Baguslah. Aku membawakan tugas untukmu. Tugas sekaligus liburan, menurutku. Kita akan bertugas di kampung halamanmu," seru Arsen bersamaan dengan ia yang memasang ekspresi bahagianya.
"Tugas?" tanya Omar penuh penasaran.
"Kita akan menjaga perbatasan wilayah Indonesia dan Jepang."
"Mengapa harus di Indonesia?"
"Aku hanya menuruti perintah atasan kita. Tidak mungkin jika kita menolak, kan? Lagi pula, aku senang jika kita ditugaskan ke Indonesia. Wanita-wanita pribumi sangat cantik," tutur Arsen yang sepertinya sedang membayangkan wanita-wanita pribumi.
"Baiklah. Kapan kita berangkat?"
"Sekarang juga!"