Mohon tunggu...
M Ayub Cahyono
M Ayub Cahyono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa/Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Seandainya anda mengetahui diri saya, maka anda akan mengira diri saya adalah orang yang paling hina yang pernah kalian temukan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perkawinan dan Keluarga

15 Maret 2024   01:27 Diperbarui: 15 Maret 2024   01:33 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa kasih sayang akan tumbuh di antara dua orang yang terikat dengan perkawinan. Munculnya rasa kasih sayang ini merupakan salah satu tujuan perkawinan yang telah diridhai Allah Swt. Tujuan ini terungkap secara jelas dalam QS ar-Rum [30]: 21

4. Untuk melaksanakan ibadah Perkawinan adalah ibadah.

Perkawinan merupakan salah satu upaya mengingat Allah Swt. Adanya tujuan perkawinan ini didasarkan pada QS adz-Dzariyat [51]: 49 Dalam hadis lain, sabda Nabi Muhammad saw. yang diriwayat- kan oleh Ibnu Majah dari Aisyah r.a. mengisahkan bahwa "nikah adalah sebagian dari sunahku, barangsiapa yang tidak mau melak- sanakan sunahku, ia bukan golonganku".

5. Untuk pemenuhan kebutuhan seksual.

Tujuan lain perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi fitrah manusia dalam hal pemuasan seksual. Untuk memenuhi kebutu- han ini, seorang pria dan wanita harus mematuhi hukum syariah yakni dengan melangsungkan perkawinan. Dengan begitu, apa yang diharamkan baginya akan menjadi halal dalam pandangan agama. Anjuran pemenuhan kebutuhan seksual dalam hubungan rumah tangga secara implisit disebutkan dalam QS al-Baqarah [2]: 187.

Pengesahan Perkawinan (Itsbat Nikah)

Pengesahan perkawinan merupakan perkara voluntair dalam kewena- ngan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah. Perkara ini lebih dike- nal dengan sebutan itsbat nikah. Jenis perkara ini hanya terdiri atas pihak pemohon, artinya tidak ada pihak lawan dan tidak ada sengketa. Dalam kompetensi absolut Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah, undang-undang telah menunjuk beberapa kewenangan yang menyang- kut perkara tanpa sengketa (voluntair). Perkara yang dimaksud adalah sebagai berikut (H.M Anshary MK, 2009: 31).

1. Permohonan itsbat nikah (Penjelasan Pasal 49 ayat [2] huruf a angka 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).

2. Permohonan izin nikah (Pasal 6 ayat [5] Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

3. Permohonan dispensasi kawin (Pasal 7 ayat [2] Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

4. Permohonan penetapan wali adhal (Pasal 23 ayat [2] KHI). 5. Permohonan penetapan ahli waris (Penjelasan Pasal 49 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun