Mohon tunggu...
NurAysah Abbas
NurAysah Abbas Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menjejaki Esensi Kehidupan dalam Novel Pulang Karya Tere Liye

27 Februari 2018   08:30 Diperbarui: 28 Februari 2018   17:01 5083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mencengkeram tombak pemberian Bapak. Aku berdiri dengan kaki kokoh, menatap ke depan, dan bersitatap dengan monster mengerikan itu. Aku tidak punya pilihan. Lari sia-sia saja karena gerakan babi ini cepat sekali. Aku juga tidak akan meninggalkan begitu saja yang lain dalam keadaan terluka. Maka jika aku harus mati, aku akan memberikan perlawanan terbaik (hlm 19).

Kutipan tersebut mengambarkan betapa Bujang yang masih berusia 15 tahun namun sudah berani menghadapi hewan buas itu dengan seorang diri. Selain itu, dari kutipan tersebut kita bisa melihat bahwa Bujang juga termasuk orang yang berjuang dengan totalitas dan tidak egois.

      Keberanian dan kekuatan yang ada dalam diri Bujang merupakan warisan dari kedua orang tuanya yaitu Samad dan Midah. Samad ialah pria lumpuh keturunan jagal nomor satu Keluarga Tong yang tidak pernah mengungkapkan kasih sayangnya kepada Bujang dan selalu melarang anaknya untuk belajar agama.

Bapak akan berteriak kalap jika tahu aku masih belajar hal-hal dari Tuanku Imam (hlm 48).

Begitulah Bujang menjawab pertanyaan dari Frans ketika hendak ditanyakan untuk belajar.

      Adapun Midah ialah keturunan Tuanku Imam dari lingkungan pondok yang selalu mengajarkan nilai-nilai kesucian dalam diri Bujang. Hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut.

Mamak tahu.... Tapi, tapi apa pun yang akan kau lakukan di sana, berjanjilah Bujang, kau tidak akan makan daging babi atau daging anjing. Kau akan menjaga perutmu dari makanan haram dan kotor. Kau juga tidak akan menyentuh tuak dan segala minuman haram (hlm 24).

    Setelah kepergiannya ke Ibu Kota, Ia kemudian tinggal bersama dengan Tauke Besar. Tauke Besar adalah sahabat dari Samad ketika masih bekerja sebagai tukang pukul Keluarga Tong. Ia adalah orang yang tegas, berambisi tinggi, dan cekatan. Hal itu digambarkan dalam kutipan beikut.

Semua kataku adalah perintah. Lakukan tugas dengan baik, saling menghormati, dan respeks dengan penghuni rumah lain, maka kau tidak akan mendapat masalah

Kutipan tersebut menunjukkan bertapa berkuasanya seorang Tauke. Meskipun demikian, Ia tetap menyayangi dan peduli pada Bujang dengan memberikan pendidikan serta pelatihan terbaik untuk Bujang.

      Dalam novel ini, penulis juga memunculkan tokoh lain yang menjadi teman Bujang di markas Keluarga Tong, yaitu Basyir. Basyir atau dalam novel ini digambarkan sebagai seorang keturunan dari Suku Bedouin yang menjadi tukang pukul andalan keluarga Tong. Tidak ada yang berani untuk menantangnya. Meskipun demikian, Ia juga dilukiskan sebagai orang yang cerdik dan lihai dalam menutupi identitasnya demi mendapatkan kepercayaan dari Keluarga Tong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun