Malam itu, dadaku telah dibelah. Rasa takut telah dikeluarkan dari sana. Aku tidak takut. Aku bersiap melakukan pertarungan hebat yang akan dikenang. Hari saat aku menyadari warisan leluhurku yang menakjubkan bahwa aku tidak mengenal lagi definisi rasa takut (hlm 20).
Dari kutipan tersebut, penulis mengisahkan peristiwa yang mengawali konflik dari tokoh Bujang. Dikisahkan bahwa Bujang yang saat itu masih berusia 15 tahun ikut dengan kelompok pemburu babi hutan dan berhasil mengalahkan sang raja babi hutan Bukit Barisan. Sejak saat itu, Bujang kehilangan rasa takutnya.
Keseruan novel terus berlanjut, kini penulis menceritakan kisah Bujang pada 20 tahun kemudian. Pada bagian ini, Bujang telah menjelma sebagai pria dewasa yang gagah, berpendidikan, berwibawa, kuat, kokoh, dan mantap. Hal ini terlihat dari kutipan berikut.
Dua puluh tahun melesat cepat."Hari ini aku menemui Anda hanya untuk menyampaikan pesan. Jika Bapak Calon Presiden terpilih menjadi presiden, biarkan semua berjalan seperti biasa. Jangan mengganggu kami, maka kami tidak akan mengganggu pemerintahan. Tapi sekali saja pemerintahan bertingkah, kami bisa menjatuhkan rezim mana pun. Tidak peduli seberapa kuat dia. Anda pasti tahu kejadian enam belas tahun lalu, bukan?Runtuhnya kekuasaan seseorang yang telah berkuasa tiga puluh tahun lebih di negeri ini." tegas Bujang (hlm 27).
Kutipan tersebut mengisyaratkan bahwa Bujang telah menjadi orang penting dalam Keluarga Tong. Tugas-tugas penting dan berbahaya sudah menjadi tugasnya.
  Setelah itu, alur kembali bergulir ke masa lalu. Penulis kembali menceritakan Bujang ketika pertama kali tiba di markas Keluarga Tong. Saat itu adalah awal perjalanan baru bagi Bujang untuk menyusuri kehidupan dan menemukan jati diri yang baru. Di bagian ini, penulis kembali memunculkan konflik batin pada tokoh Bujang. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
"...jelas tidak ada pekerjaan memukul orang Iain, memeras, mengamankan truk-truk, menyuap petugas, atau memeriksa kapal merapat. Tidak ada untukku. Pagi pertama di rumah Keluarga Tong aku justru berkutat bersama Frans dengan tumpukan kertas yang sangat menyebalkan (hlm 49)
Dalam kutipan tersebut penulis mencoba menjelaskan bahwa tokoh Bujang mengalami kekecawaan antara apa yang dia harapkan dan yang terjadi pada dirinya. Namun, dari bagian ini penulis memulai membuka jalan hidup baru yang akan ditempuh nantinya.
  Kisah berlanjut dengan menimbulkan jarak dan ketegangan antara Tauke Besar dengan Bujang. Sejak Tauke Besar mengetahui kecerdasan yang dimiliki oleh Bujang dan mempersiapkannya untuk menempuh pendididikan yang layak, Bujang justru memberikan penolakan. Namun, Tauke Besar terus membujuk Bujang hingga pada akhirnya Tauke Besar memberikan tantangan kepada Bujang. Hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut.
"Baiklah, BUJANG! Aku tahu, memukuli orang lain itu lebih seru, lebih menantang. Malam ini, kau ikut denganku, akan kuberikan apa yang kau mau. Kau dengar, hah?"Â gumam Tauke Besar (hlm 56).
Kutipan tersebut menggambarkan kekesalan dari Tauke Besar terhadap Bujang yang terus menolak keinginannya. Namun, ketegangan ini mencapai akhirnya ketika Bujang ternyata tidak berhasil mengalahkan tantangan dari Tauke Besar.