***
Aku sudah lupa -- tepatnya berusaha melupakan -- kejadian malam itu. Tapi aku  seperti mengalami deja vu. Gadis muda itu seperti membayang-bayangiku. Sekelebat seperti melihat ia sedang menyeberangi jalan, di mall, atau entah di mana saja.
Dan kini di sebuah cafe. Ah, baru kuingat, rupanya aku sering melihatnya di cafe ini. Aku menahannya sebentar.
"Ada tambahan pesan, Mas?" tanyanya.
Aku menggeleng. "Lupa dengan saya?" Aku menatapnya.
Gadis itu seperti memikirkan sesuatu. "Maaf, siapa ya?" Dan, "Ah, iya, saya baru ingat. Mas ..., Mas yang menolong saya malam itu, kan? Terima kasih. Aduh, kalau nggak ada Mas malam itu entah bagaimana nasib saya. Terima kasih ...." Suara gadis itu bergetar.
Kemudian ...!
***
Kemudian aku terlibat lebih dalam dengan gadis itu, yang sebenarnya tak boleh kulakukan. Ini bisa mengganggu bisnisku. Aku harus membekukan segala perasaanku kepada orang lain. Dan tak boleh percaya kepada siapa pun. Itu sebabnya sampai hari ini aku bisa bertahan hidup.
Tapi, Agnes (oh, ya, nama gadis itu Agnes) membuat semuanya berubah. Aku yang selalu merasa kesepian atau Agnes yang pandai menghibur.
"Kalau anak perempuanku hidup mungkin seperti dirimu. Sudah remaja, mungkin tujuh tahun di bawahmu. Dia meninggal karena sebuah kecelakaan ...."