Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sherly

21 Januari 2020   23:16 Diperbarui: 21 Januari 2020   23:20 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com. 

Selepas SMA aku membuka usaha sablon, sedangkan Sherly melanjutkan kuliah di ibu kota provinsi. Sejak kuliah inilah aku melihat ada yang hilang pada  sosok Sherly. Aku menangkap kesan Sherly dalam bergaul cenderung bebas. 

Dugaanku ternyata benar. Menjelang semester akhir masa kuliahnya, ia hamil. Dan tak ada yang mau bertanggung jawab. Tentu kedua orang tuanya marah dan malu. Untuk menutupi aib keluarga mereka itulah maka mereka memohon pada ibuku agar aku mau mengawini Sherly. 

***

Kini usia perkawinan kami sudah menginjak bulan kelima, dan itu berarti kandungan Sherly memasuki bulan kedelapan ( karena memang waktu kami menikah Sherly sudah hamil tiga bulan). 

Entah apa yang merasuki pikiranku, selama itu aku tak pernah menyentuh Sherly, dalam arti hubungan suami-istri.  Seperti ada rasa marah, kecewa, dan rasa ketakberdayaan lainnya, hingga aku berbuat seperti itu. Aku merasa seperti lelaki yang dibayar. Itu amat menyakitkan. Kalau bukan permintaan Ibu tentu dengan tegas aku menolaknya. 

Aku juga sering bersikap tak ramah, dan berkata ketus kepada Sherly. Tapi di hadapan ibuku, atau di depan orangtua Sherly, kami bersandiwara seolah-olah tak terjadi apa-apa. 

Aku memang tetap tidur sekamar, tapi aku tidur terpisah, tidur di kasur busa ukuran kecil. Ini membuat Sherly seperti merasa terhina. 

"Begitu menjijikkan aku bagi dirimu? Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik, tapi kenapa perlakuanmu terhadapku begitu...? Bagaimanapun aku tetap istrimu yang sah.... "

"Ya, di depan penghulu," tukasku. "Tugasku hanya sampai anakmu lahir," sambungku lagi. 

Sherly menatapku bergetar, "Oke...," katanya lirih sambil menghapus air matanya. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun