Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pilkardus

9 Juli 2021   20:23 Diperbarui: 9 Juli 2021   21:17 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia mengenali bapaknya hanya karena dia menjadi pusat perhatian dan namanya dielu-elukan. Lelaki itu sangat berbeda dengan bayangan yang dipeliharanya dari kecil. Tak ada lagi brewok dan kumis.

Apa yang akan dia lakukan?

Sinar matahari menyinari kepalanya yang botak, yang membuatnya tampak seperti patung perunggu. Kurus, mengenakan kemeja putih dari dua puluh empat tahun silam ketika dia jauh lebih gemuk.

Ini bukan presiden yang duduk dengan ibunya di sofa merah, dengan pipi tembem bulat yang sepertinya akan jatuh lepas dari wajahnya. Tatapannya bukan mata bahagia yang menyombongkan diri sebagai ayah yang baik.

Ini bukan presiden yang dia impikan.

Tapi senyumnya tetap sama. Cara dia mengacungkan tinjunya ke udara berbau matahari persi fotonya yang paling terkenal, mengabadikan hari dia naik ke tampuk kekuasaan setelah pemilihan presiden yang penuh intrik.

Dia adalah seorang insinyur, baru berusia tiga puluh lima tahun, tetapi dia memenangkan cinta rakyat yang bosan dengan gurita oligarki. Kebijakannya memberikan pengampunan pajak, reformasi lahan dan perlindungan usaha kecil dan menengah memungkinkan penduduk lokal untuk mengendalikan ekonomi.

Kampanye nasionalisasi perusahaan transnasional menimbulkan kemarahan dan sanksi internasional, tetapi itu memperkuat statusnya sebagai penyelamat bangsa dan negara.  Di bawah kepemimpinannya selama lima belas tahun, negara menjadi sangat makmur.

Dia berhenti di bawah pohon kecil tepat di depan workshop Quinna, menyapa seorang mekanik tua yang pernah menjadi pengawal istana saat awal pemerintahannya dulu. Montir itu berada di bawah mobil jip tua, hanya kepalanya yang menyembul keluar, dan dia meneriakkan slogan yang belum pernah digunakan siapa pun selama lebih dari delapan puluh tahun. "Merdeka atau mati! Sampai titik darah penghabisan!" Bapak tertawa terbahak-bahak, tawa yang mendekati apa yang Quinna bayangkan akan terdengar seperti itu.

Dia berjabat tangan dengan montir tua itu dan dengan semua orang, kemudian melambai ke kerumunan yang tak seberapa, seolah-olah kembali ke masa ketika ribuan pendukung memenuhi jalan-jalan dengan bendera partainya.

Dia melihat ke arah toko Quinna, dan gadis tersentak ketika mata mereka bertemu, meskipun dia tahu lelaki itu tidak bisa melihatnya karena sinar matahari memantul dari kaca jendela. Yang bisa dia lihat hanyalah robot dan neon sign berkedip-kedip dengan nama workshop, tapi tatapannya menyebabkan tubuh Quinna menggigil. Dia pamit diri dari orang-orang yang masih bersorak-sorai, lalu berjalan ke workshop Quinna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun