Renjana berani melakukan ini karena ia mendengar beberapa anak kelasnya yang seorang anggota OSIS sedang mengikuti rapat OSIS. Jadi pasti Dirgantara mengikuti rapat tersebut. Apalagi Dirgantara adalah ketuanya.
“Lagi ngapain?”
Seketika tawa Renjana terhenti. Wajahnya pucat pasi. Jantungnya berdetak dengan kencang. Bahkan rasanya seperti ingin terlepas dari tempatnya. Perlahan ia pun menolehkan kepalanya ke belakang. Alangkah terkejutnya ia, pemilik motor yang sedang ia kempisi bannya berdiri tepat di belakangnya sambil mentapnya dengan tajam.
“Hehe peace.”
“Apa ini bukankah seharusnya laki-laki itu sedang memimpin rapatnya? Kenapa ia tiba-tiba bisa di sini?” Bantin Renjana yang mati-matian menahan rasa takutnya.
Renjana gugup sekali. Ia tertangkap basah. Pasti Dirgantara tidak akan membiarkannya begitu saja setelah ini. Ia hanya bisa tertawa canggung sambil menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal.
“Apa-apaan ini!? Setelah terlambat kamu juga berniat mecelakaiku?”
“Mencelakai apanya? Aku hanya mengempiskan ban motormu kok, hehe. Sudah ah bye aku mau pulang!”
“Enak saja! Kamu harus tanggung jawab! Bantu aku dorong sampai ke bengkel!” Tandas Dirga pada perempuan yang telah mengempeskan ban motorya itu.
“HAH!? OGAH!” Jelas sekali pasti Renjana akan menolak perintah laki-laki itu. Jika ia membantu Dirga, mau di kemanakan motornya?
Mendengar jawaban Renjana, membuat emosi Dirga bertambah. Ia hanya menatap dingin pada Renjana. Tanpa berkata apa pun Dirga berniat mendorong motornya sendiri sampai ke bengkel. Saat sudah beberapa langkah ia mendorong tiba-tiba ia merasakan ada seseorang yang membantu mendorong motornya dari belakang.