“Engga bisa. Kamu harus dapat sanksi karena sudah menyalahi aturan yang ada!” “Ayo ikut aku ke ruang BK!” Tolak Dirga.
Dengan histeris pun Renjana menloak tawaran lelaki itu, “ HAH! Engga mau, engga mau engga mau ! Apa-apaan ini. Aku sudah capek capek lari dari pak satpam. Eh malah ketemu kamu! Resek banget si, kenapa tiba-tiba muncul coba?” “Awas ah aku mau ke kelas mumpung gurunya belum dateng!”, imbuhnya.
Tanpa mendengarkan ocehan Renjana, Dirgantara pun segera menarik Renjana menuju ruang BK. Dengan muka tertekuk dan bibir yang manyun beberapa centi kedepan Renjana hanya bisa pasrah. Melihat hal itu Dirga hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya.
Di ruang BK Renjana pun diberi wajangan oleh Pak Rehan selaku guru BK.“Pak jangan panggil orang tua saya please , saya janji ga akan telat lagi dehh. Suer!!” Mohon Renjana pada Pak Rehan.
“Gak, gak bisa! Sudah lima kali Jana, kamu ini sudah kelas dua belas loh. Sekolah tinggal beberapa bulan lagi padahal. Kenapa kamu seperti menyepelekan? Sudah tidak niat sekolah lagi kamu? Memangnya rumah kamu sejauh apa sampai telat terus dari kemarin?” Cecar Pak Rehan bertubi-tubi.
“Jauh pak jauh banget malah, terus macet juga pak. Jadi telat deh saya. Bapak engga kasihan sama saya pak? Ayolah pak gak usah panggil orang tua saya ya pak?” Balas Renjana dengan memohon.
Mendengar kebohongan yang diucapkan Renjana, Dirga pun sontak menimpali “Bohong pak! Rumah mah Renjana dekat pak. Paling sepuluh menit juga sampai.” Hal itu pun kontan membuat Renjana memelototi Dirga. Namun Dirga hanya melengos tak mempeedulikan Renjana.
Setelah perundingan panjang akhirnya Pak Rehan memutuskan untuk tetap memanggil orang tua Renjana ke sekolah. Renjana hanya bisa pasrah menerima semuanya. Ia akan mempersiapkan dirinya agar berani memberikan surat panggilan tersebut kepada kedua orang tuanya.
“Ei cewek, cemberut mulu. Hahaha.” Goda Dirga yang melihat wajah masam Renjana.
“APASIH BERISIK! Semua ini itu gara-gara kamu ya! Dasar resek pergi jauh-jauh sana, gak usah dekat-dekat!” Jawab Renjana dengan kekesalan yang memuncak kemudian berlalu begitu saja meninggalkan lelaki itu.
“Lah kok jadi salahku? Makanya jangan telat dong! Aku kan hanya menjalakan tu-,”