Mohon tunggu...
Aufa Aulia
Aufa Aulia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Nursing Student

only you can change your life, nobody else can do it for you.♡

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Roda Kehidupan

1 Maret 2022   14:27 Diperbarui: 1 Maret 2022   16:47 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan memang penuh dengan misteri dan teka-teki. Kita tidak bisa menebak apa yang akan terjadi dihari esok, bahkan yang akan terjadi satu jam kedepan pun kita tidak akan pernah tau. Bagai air laut yang ku lihat setiap harinya, kehidupan pun ternyata seperti itu. 

Pasang dan surut seperti hal nya kehidupanku. Tidak tau kapan akan pasang dan kapan akan surut. Tidak tau kapan akan merasa bahagia dan kapan akan bercucuran air mata.

-----

Minggu, 31 Desember tahun 2000 pukul 23:50 WIT ditengah megahnya perayaan tahun baru dan gemerlapnya kembang api yang menghiasi langit yang indah lahir seorang bayi laki-laki tampan di sebelah timur Indonesia. Rey Gelfara Giovani.

"Kuberi kamu nama Rey Gelfara Giovani." Ujar sang ayah.

"Nama yang indah sesuai dengan parasnya yang tampan." Ungkap sang ibu.

"Ya, nama yang indah. Seorang raja memukau yang merupakan anugerah dari Tuhan." Ungkap sang ayah menjelaskan arti nama anaknya itu.

-----

Paras bayi kecil yang tampan dengan arti nama yang indah. Rey, mungkin akan menjadi nama panggilannya kelak dimasa depan.

Rey Gelvana Giovani, putra sulung di keluarga kecil Fatimah dan Sardi. Mereka merupakan keluarga kecil yang tinggal di bagian timur Indonesia. Dipulau cantik nan indah kisah ini dimulai, Banda Neira. Fatimah merupakan seorang ibu rumah tangga dan Sardi merupakan seorang fotografer, ia sering memotret keindahan-keindahan yang tentu saja merupakan keindahan alam di Banda Neira. Maka tak heran jika dikameranya tersebut terdapat ratusan potret keindahan pulau tersebut.

-----

eviindrawanto.com
eviindrawanto.com

Langit senja di Banda Neira kala itu cantik nan indah dibaluti dengan warna ungu kekuningan. Sore sedang dipuncak keemasan, matahari terlihat menggantung di seperempat langit. Warna langit ungu kekuningan itu dibiaskan ke permukaan air menambah indahnya pemandangan Banda Neira kala itu. Sardi sedang memotret beberapa foto pemandangan cantik yang terpapar didepan matanya, ditemani dengan Rey putra sulungnya yang nampaknya tertarik dengan dunia fotografi.

"Rey lihat ayah, kamu harus pintar-pintar menangkap moment yang pas untuk difoto agar hasilnya terlihat indah." Ujar Sardi memberi nasihat kepada anaknya sembari memberikan kamera yang ada ditangannya kepada putra kecilnya itu.

 Rey mengambil kamera dari tangan sang ayah lalu mencoba untuk menangkap momen-momen indah yang ada didepan matanya itu.

"Begini yah?." Tanya Rey sembari memotret beberapa moment dengan lihai.

Cekrek cekrek cekrek

Suara jepretan foto terdengar dari kamera yang digenggam Rey. Meskipun usianya baru menginjak 10 tahun namun ketertarikannya pada dunia fotografi sudah terlihat sangat jelas, ditambah hasil jepretan foto yang dia ambil sungguh tidak mencermikan bahwa usianya masih sangat belia.

Foto demi foto ia ambil melalui kamera yang digenggamnya saat itu, seolah-olah tidak ingin kehilangan suguhan momen indah didepannya. Dihadapannya terlihat anak seusianya yang sedang bermain, tawa mereka sungguh sangat lepas seolah-olah tidak ada beban dalam hidup mereka. Mereka melompat pada air yang bertumpu pada pagar dermaga, terlihat ada yang salto diudara lalu kemudian terhempas kedalam air berwarna ungu hasil biasan dari langit dan membentuk pusaran air yang berwarna putih.

Lain dengan teman-teman seusianya yang tengah asyik bermain air, Rey justru asyik memotret teman-temannya itu. Sardi melihat Rey dengan tatapan bangga terhadap anaknya, bakat dan kemampuan yang ia punya justru menurun kepada anaknya semata wayangnya.

"Rey daripada kamu terus menerus berdiri disitu dan memotret kami, alangkah lebih baiknya kamu ikut bermain air bersama kami." Ajak Rio yang merupakan salah satu sahabat Rey.

"Ayolah Rey jangan kau terus menerus sibuk dengan kamera itu, asyik sekali rasanya bermain air ditengah keindahan langit senja kali ini, yakin kau tak ingin ikut bergabung?." Tanya teman Rey yang lain karena gemas melihat Rey terus menerus asyik dengan kameranya.

"Sudahlah kalian lanjut bermain saja, lagipula aku sedang asyik memotret kalian." Tolak Rey

"Ahh kamu tidak seru sekali Rey, padahal asyik loh bermain disini." Ujar Rio menanggapi omongan Rey itu.

"Rey sudah dulu bermain kameranya nanti bisa kamu lanjut lagi, sekarang lebih baik kamu bermain bersama teman-temanmu dulu." Seru Sardi kepada anaknya itu.

"Hmm yasudah yah." Ujar Rey sembari memberikan kamera yang ada ditangannya itu kepada sang ayah.

   Rey pun membuka kaos yang sedang dipakainya itu lalu melemparnya ke sembarang tempat.

"Nah gitu dong, baru ini Rey yang aku kenal". Ujar Rio kepada Rey

   Rio lalu langsung menarik tangan Rey untuk bergabung dengan teman-temannya, Rio dan Rey melompat kedalam air dan mencoba untuk berenang. Rey pun naik Kembali ke permukaan lalu melompat kembali dan mencoba untuk salto, hal itu ia lakukan beberapa kali saking serunya.

   Sardi pun menonton keseruan anaknya yang sedang bermain dengan teman-temannya itu, iapun mengabadikan beberapa momen seru anaknya itu dengan menggunakan kamera yang ada ditangannya.

"Rey, Rio coba lihat kesini!."Seru Sardi karena akan memotret kedua anaknya itu.

   Rey dan Rio pun melirik kearah Sardi, mereka berdua pun bergaya dengan kedua tangan yang dililitkan ke pinggang, ciri khas para lelaki jika difoto.

Cekrek cekrek cekrek, suara jepretan foto terdengar dari kamera yang digenggam Sardi.

"Nah sekarang giliran semuanya, ayo semuanya merapat!." Seru Sardi kepada teman-teman Rey yang lain yang masih sedang asyik bermain air.

"Ayo teman-teman sini kita foto bersama." Ajak Rey

   Teman-teman Rey yang lain pun menghampiri Rio dan Rey. Lalu, merekapun foto bersama.

   Tidak terasa langit berwarna ungu kekuningan itu perlahan memudar digantikan dengan langit yang berwarna hitam ditemani dengan gemerlapnya bintang yang menambah keindahan langit malampun. Suara adzan pun telah berkumandang menandakan bahwa langit senja dihari itu telah berakhir.

   Rey, Rio dan teman-teman lainnya yang sedang bermain air pun mulai merasa kedinginan tanda mereka harus menyudahi permainan mereka kala itu.

"Rey ayo kita pulang langit sudah mulai gelap, sepertinya ibu sudah menungu kita dirumah. Rio dan yang lainpun harus segera pulang pasti orang tua kalian menunggu kalian dirumah, ayo semuanya pulang!." Seru Sardi kepada Rey dan teman-temannya.

   Rey, Rio dan yang lainnya pun naik ke permukaan. Mereka memakai kembali baju mereka karena sudah merasa kedinginan.

"Teman-teman aku pulang duluan yaa, dadah." Ujar Rey sembari melambaikan tangan kepada teman-temannya itu.

"Iyaa akupun pulang duluan yaa, besok-besok kita bermain air lagi." Balas Rio

   Rio dan teman-teman yang lainpun pulang kerumahnya masing-masing, begitu juga dengan Rey dan Sardi. Mereka pulang dengan menggunakan motor yang dikendarai oleh Sardi. Angin malam kala itu sangat menusuk kedalam tulang, ditambah Rey yang memang habis bermain air, tidak terbayang rasa dingin yang dirasakannya. Yang ada dipikirannya saat itu adalah semoga tidak masuk angin agar tidak kena marah oleh sang ibu.

-----

   Rey dan sang ayah pun tiba didepan rumah, setelah memakirkan motor digarasi rumahnya Rey dan Sardi pun masuk kedalam rumah.

   Tok tok tok, Sardi mengetuk pintu rumahnya. Tidak lama kemudian ibunya pun membukakan mereka pintu.

"Ya ampun darimana saja kalian ko lama sekali? langit sudah gelap seperti ini kalian baru pulang." Tanya Fatimah yang merupakan ibu Rey dengan terheran-heran.

"Hehehe tadi aku bersama ayah sedang asyik memotret beberapa foto langit karena langitnya sangat indah sekali bu. Eh ternyata Rio dan teman-temanku yang lainpun sedang bemain air disitu, yasudah akupun ikut bermain air bersama mereka." Ujar Rey sembari menyeringai.

"Hmm yasudah sekarang lebih baik kalian berdua mandi lalu kita makan. Ibu sudah menyiapkan ikan kuah kesukaan kalian." Ujar sang ibu

"Asyikkkkk." Ujar Rey dengan sang ayah bersamaan.

-----

   Mentari mulai naik ke peraduannya, sinarnya pun mengintip dengan malu-malu dijendela kamar Rey. Suara ayam berkokok serta suara alarm diatas nakas menyeruak ke indra pendengarannya, membuat sang empu mau tidak mau mengibaskan selimutnya lalu tangannya menjelajah diatas nakas untuk mematikan suara bising itu.

"Huffftt sudah pukul 6 pagi ternyata." Ujar rey sembari mengucek kedua matanya.

   Hari ini tanggal 31 Desember, Rey harus menyelesaikan ujian akhir semester di sekolahnya. Maka dari itu ia harus segera bergegas pergi ke sekolah. Ia pun mengambil handuk dan bergegas keluar kamar.

"Pagi buu." Sapa Rey kepada sang ibu yang terlihat sedang memasak makanan untuk sarapan didapur.

"Eh kamu sudah bangun ternyata, cepat mandi nanti kamu terlambat ke sekolah." Ujar sang ibu

"Siap 86 bu." Jawab Rey

"Eh Rey sebelum mandi tolong panggilkan ayahmu untuk kemeja makan." Seru sang ibu kepada anaknya.

"Okayyy bu."

-----

   Disisi lain Sardi sedang menyeruput kopi hangat di rooftop rumahnya, ia sedang fokus melihat foto-foto yang ia dan Rey ambil kemarin sore. Dihadapannya disuguhkan pemandangan Pulau Hatta yang cantik nan indah, salah satu keberuntungan dapat melihat pemandangan pulau cantik ini hanya dari rooftop rumah.

   Saat sedang asyik melihat foto-foto dikameranya tiba-tiba terdengar panggilan suara dari Rey yang memanggil ayahnya itu.

"Ayahhhh, huaaa akhirnya ketemu juga. Aku daritadi mencari ayah kemana-mana ternyata ada disini. Ayah sedang apasi masi pagi sudah ada di rooftop?, cape tau pagi-pagi gini aku lari-lari menaiki tangga." Ujar Rey dengan nada suara yang ngos-ngosan karena cape.

"Sabar Rey satu-satu ngomongnya, suaramu makin ngos-ngosan kalo begitu. Ayo tarik nafasss, huffftt lalu buang pelan-pelan." Ujar Sardi sembari mempraktekan tarikan nafas lalu buang nafas.

   Rey pun mengikuti nasihat ayahnya, ia menarik nafas lalu membuangnya kembali.

"Hufttt akhirnya lega juga." Ujar Rey kepada ayahnya

"Sudah lega Rey?, lagian kamu seperti tidak tahu ayah saja. Ayah kan setiap pagi minum kopi di rooftop. Lagian kamu membuang-buang waktu sekali mencari ayah kemana-kemana. Ada apa Rey? tumben juga mencari ayah hingga ke rooftop." Tanya Sardi terheran-heran kepada anaknya itu.

"Itu tadi aku disuruh ibu untuk memanggil ayah, ayah disuruh ibu ke meja makan untuk sarapan. Aku mau siap-siap untuk sekolah." Ujar Ray

"Oohh kamu disuru ibu untuk memanggil ayah? yasudah ayah habiskan kopi ayah dulu nanti kalau sudah ayah turun." Jawab Rey kepada sang ayah

-----

   Sesudah Rey bersiap untuk pergi ke sekolah dan seusai mereka menyantap sarapan yang dibuat oleh Fatimah. Rey pun pergi ke sekolah diantar oleh Sardi, kebetulan hari ini Sardi sedang ada acara pemotretan untuk foto prewedding di sekitar Pulau Hatta. Mereka pun segera bergegas untuk keluar rumah.

-----

   Sesampainya di sekolah Rey pun langsung masuk ke kelas, ia langsung menghampiri Rio yang sudah duduk di kursinya, Rio tampak kebingunan dengan pelajaran yang akan diulangankan hari itu, matematika. Memang faktanya jika sebagian besar pelajar memang tidak menyukai pelajaran matematika, dengan alasan membuat kepala pusing dan sulit untuk dipahami.

"Rey kamu sudah sampai juga ternyata." Sapa Rio kepada Rey

"Iya sudah, tumben kamu rajin sekali Rio pagi-pagi sudah belajar seperti ini." Ledek Rey kepada Rio

"Iya nih aku pusing sekali, sudah belajar dari malam tetapi tetap saja tidak ada yang masuk. Kurasa percuma saja aku belajar." Keluh Rio kepada Rey

"Husshh kamu tidak boleh berbicara seperti itu Rio, kemampuan tiap orang kan berbeda-beda tiap orang jadi memang tidak bisa disama ratakan. Lagian seharusnya ibu guru pun pasti mengerti kemampuan tiap anak itu berbeda-beda." Ujar Rey membantah omongan Rio

"Mengerti katamu? Sudah jelas Rey zaman sekarang itu yang terpenting nilai. Lagian ibu gurupun terlihat menyama ratakan semua murid. Tidak melihat apakah murid tersebut gampang mengerti atau tidak." Bantah Rio

"Yaa ibu guru seperti itu karena yakin bahwa setiap muridnya pasti bisa jika mereka sudah berusaha lebih. Lagian bagian mana sih yang kamu tiddak mengerti? sini aku bantu jelaskan. Pelan-pelan kamu pasti bisa dan paham." Ujar Rey menyemangati Rio

   Rey memang tergolong anak yang lumayan pintar, selain berbakat dalam bidang fotografi ia pun pintar  dalam bidang akademis. Tidak heran ia selalu meraih peringkat 5 besar di kelasnya.

"Ini Rey, aku tidak mengerti bagian ini." Ujar Rio sembari menunjukkan beberapa contoh soal kepada Rey.

   Akhirnya merekapun membahas beberapa soal bersama sebelum ujian dimulai.

   Hari sudah mulai petang, langit sudah menunjukan ke lelahannya ditandai dengan warnanya yang sudah menguning. Sardi dan tim fotografinya beserta dengan Ardi yang merupakan klien nya hari itu baru saja selesai melakukan sesi foto prewedding di Pulau Hata. Mereka pun makan-makan di sebuah restoran terkenal yang tidak jauh dari situ. Lalu mereka pun berbincang-bincang sejenak

"Terimakasih Pak Sardi, foto yang bapak ambil hasilnya sangat bagus. Kami tidak salah memilih bapak untuk menjadi fotografer foto prewedding kami." Ucap Ardi sembari membakar rokok yang berada di tangannya.

"Saya juga berterimakasih pak sudah percaya kepada tim kami untuk memotret momen penting bapak kali ini. Hasil fotonya bagus ditambah karena pemandangan di Pulau Hatta ini bagus, jadi mempercantik foto yang saya ambil." Ujar Sardi yang juga ikut membakar rokok yang ada ditangannya itu.

"Nah benar pak, Pulau Hatta ini memang sudah tidak bisa dihiraukan lagi. Ini salah satu alasan saya dengan calon istri memilih Pulau Hatta untuk tempat prewedding kami." Ardi pun menyetujui omongan Sardi tentang kecantikan Pulau Hatta.

"Betul pak, bapak memang tidak salah memilih tempat." Jawab Sardi

"Oiya Pak Sardi, ada hal yang ingin saya bicarakan kepada bapak." Ucap Ardi membuat Sardi mengerutkan kening tanda penasaran.

"Iya boleh pak, ada apa ya?." Tanya Sardi

"Jadi begini pak acara pernikahan saya dengan calon istri saya akan diadakan di Bali minggu depan. Nah karena ada satu dan lain hal tim fotografer yang akan mendokumentasikan acara pernikahan saya tiba-tiba membatalkan kontrak. Saya pun bingung harus mengambil jalan keluar seperti apa. Tetapi saat melihat hasil foto yang diambil bapa hari ini dan hasilnya bagus, saya seperti menemukan jalan keluar. Bagaimana jika Pak Sardi dan tim bersedia untuk menjadi tim fotografer dihari pernikahan saya?. Tenang pak untuk masalah transportasi, makan dan penginapan itu sudah kami urus dan atur. Bagaimana pak? Ditambah saya juga khusus memberi 2 tiket penerbangan untuk bapak, barangkali bapak ingin mengajak anak atau istri bapak sekalian berlibur di Bali." Tanya Ardi kepada Sardi

"Duh penawaran yang menarik pak, kalo saya sungguh dengan senang hati menerima penawaran bapak. Lagipula minggu depan saya juga free dan sedang tidak ada job, tetapi karena mendadak dan adanya diluar pulau saya juga harus berdikusi dulu dengan tim karena tidak bisa mengambil keputusan sendiri." Jawab Sardi mengenai pertanyaan Ardi itu

"Baiklah pak kalo begitu, sekali lagi terimakasih banyak sudah merepotkan Pak Sardi. Nanti jika bapak dan tim sudah ada keputusan langsung hubungi saya saja. Saya pamit terlebih dahulu." Ucap Ardi sembari mengulurkan tangannya kepada Sardi dan timnya.

   Seusai berjabat tangan dan Ardi pun meninggalkan tempat makan tersebut, Sardi dan tim pun berdiskusi tentang penawaran yang diberikan Ardi tadi. Dan ternyata hasil diskusi mereka adalah tim fotografi dari Sardi setuju untuk mengambil job foto pernikahan yang ditawarkan Ardi dan mereka pun minggu depan akan berangkat ke Bali.

   Seusai berbincang-bincang tentang pekerjaanya Sardi pun bergegas untuk pulang kerumah, namun saat berada di parkiran ia heran mengapa dijalan sangat ramai sekali. Kembang api pun mulai menghiasi langit Banda kala itu.

"Lah mengapa malam ini banyak kembang api, tumben sekali. Apa hari ini malam tahun baru?" Sardi pun bergumam dalam hati sembari melirik tanggal yang tertera pada lookscreen hp nya.

18.30, tanggal 31 Desember 2010

"Hufffttt ternyata benar tanggal 31 Desember, pantas saja sekarang orang-orang ramai untuk merayakan pergantian tahun."

"Eh sebentar, jika sekarang tanggal 31 Desember maka nanti malam tepat 11 tahun Rey lahir. Astaga bisa-bisanya aku lupa tanggal lahir anakku sendiri."

   Sardi pun berbicara dengan dirinya sendiri, ia sedang merasa heran bisa-bisanya ia lupa hari ulang tahun anak semata wayangnya itu. Ditambah sang istri pun sepertinya lupa tanggal ulang tahun anaknya itu. Sardi pun memikirkan kado apa yang akan ia beri untuk sang anak.

"Hmm sepertinya aku berikan kado kamera saja untuk Rey, dia sepertinya akan senang sekali jika aku berikan kamera. Ditambah ia sedang berada difase tertarik dengan dunia fotografi, itung-itung ini menjadi salah satu caraku untuk mendukung hobi dan bakatnya. Lagipula aku baru saja mendapat uang hasil melakukan pemotretaan tadi siang, jadi aku bisa menggunakan uang itu untuk membelikan Rey kamera baru. " Ujar Sardi dalam hati

   Sardi pun segera menuju toko elektronik yang menjual kamera, ia sudah berlangganan membeli kamera ditoko itu dan sepertinya jika ia datang ke toko itu maka akan mendapat potongan harga. Setelah mendapat kamera yang cocok dan dirasa pas untuk hadiah anaknya ia pun segera bergegas pulang menuju rumah.

Sesampainya dirumah ia pun langsung mengetuk pintu.

Tok tok tok

   Tak lama kemudian pintu pun dibuka oleh Rey. Ia terkejut karena ayahnya berdiri didepan pintu dengan membawa kado yang ayahnya taruh dikedua tangannya.

"Selamat ulang tahun yang ke 11 anakku!." Seru Sardi sembari menyodorkan kado kamera yang ia beli tadi diperjalanan pulang.

"Huaaaa terimakasih ayah, aku sedih kukira ayah lupa terhadap ulang tahunku." Jawab Rey terharu sembari melebarkan kedua tangan lalu memeluk ayahnya itu.

"Hmm sebenarnya ayah sempat lupa si, tapi berhubung kamu ulang tahun ditengah perayaan tahun baru jadi ayah langsung ingat hehehe. Oh iyaa ini hadiah ulang tahun dari ayah untuk kamu, bukan hadiah yang mahal tetapi semoga saja kamu suka hadiah dari ayah." Ucap Sardi kepada sang anak

"Wah hadiah apa yah? aku buka sekarang boleh?." Tanya Rey dengan sangat antusias

   Rey pun menyobek lembaran demi lembaran kertas kado yang membukus rapi hadiahnya itu. Ia terlihat sangat antusias untuk mengetahui apa hadiah yang diberikan ayahnya. Dan ternyata hadiahnya adalah kamera yang ternyata sangat diinginkan oleh Rey sejak lama.

"Huaaaa ayah terimakasih, ini kamera yang aku inginkan sejak lama. Mengapa ayah bisa tahu?." Tanya Rey sembari meneteskan air mata karena terharu ayahnya bisa memberikan kamera impiannya.

"Cup cup, sudah yaa anakku jangan nangis. Ayah tahu karena melihat riwayat pencarianmu di internet bahwa kamu terus menerus melihat kamera ini." Jawab Sardi sembari mengusap-mengusap punggung Rey.

"Sudah lebih baik kali ini kita ke meja makan saja, sepertinya ibu sudah menyiapkan makan malam untuk kita. Ditambah sekarang adalah malam tahun baru, pasti ibu memasak makanan enak untuk kita." Tambah Sardi sembari merangkul Rey dan berjalan ke meja makan.

   Dimeja makan terlihat Fatimah sedang menyiapkan makanan untuk makan malam mereka pada malam itu. Ternyata diam-diam Fatimah pun menyiapkan kado untuk anaknya Rey, ia memberikan novel keluaran terbaru mengingat anaknya juga suka membaca novel. Saat Rey dan Sardi ke meja makan, Fatimah pun langsung memberikan kado darinya sehingga menambah suasana haru dalam rumah mereka. Tangis Rey pun semakin pecah ketika kedua orang tuanya memberikan beberapa nasihat untuknya.

"Rey jika nanti kelak ibu atau ayahmu ini meninggalkanmu pergi dari dunia ini. Ayah harap kamu tetap tumbuh menjadi manusia yang baik dan pintar. Mungkin jika ayah dan ibumu kelak tidak akan dapat mengantarkanmu ke dunia yang kamu tuju, kamu harus yakin bahwa kami akan selalu mendukungmu dan bangga padamu." Ucap sang ayah yang membuat tangis Rey semakin pecah

"Ko ayah ngomongnya sembarangan gitu hiks, lagian kan gaakan ada yang pergi." Jawab Rey dengan suara terbata-bata karena berbicara sembari menangis.

"Namanya hidup, kita tidak akan ada yang tau Rey. Lagian benar juga nasihat dari ayahmu Rey, dengarkan saja." Tambah sang ibu

"Sudah-sudah daripada kamu terus menangis seperti itu lebih baik kita makan saja. Lihat lauk didepan matamu ini sudah melambai-lambai minta dimakan." Ujar sang ayah yang terlihat lapar karena habis bekerja seharian.

"Huaaa ayah bisa saja, yasudah yuk kita makan akupun sudah sangat lapar." Jawab Rey

   Mereka pun makan-makanan yang sudah terhidangkan dengan lezat. Rey dan Sardi terlihat sangat lahap menyantap makanannya itu, ditambah kelezatan masakan Fatimah sudah tidak ada saingannya lagi. Namun disaat sedang nikmatnya menyantap makanan tiba-tiba Sardi mengingat bahwa ada hal yang harus ia bicarakan kepada anaknya itu.

"Eh iya ada hal penting yang harus ayah bicarakan pada kalian berdua." Ucap Sardi membuat kaget sang anak.

"Ada apa yah? jangan membuat aku panik, kebiasaan." Tanya Rey kepada sang ayah

"Hmm jadi begini, minggu depan ayah ada job untuk menjadi fotografer disebuah acara pernikahan di Bali. Tadi ayah sudah berbincang dengan ibumu melalui telfon dan ibumu menyetujuinya, namun Rey yang berangkat kesana bukan hanya ayah saya, Pak Ardi yang merupakan klien ayah memberikan 2 tiket untuk pergi ke Bali, jadi ayah dan ibumu akan pergi ke Bali selama 3 hari. Ditambah ayah dengan ibu akan mengunjungi saudara ibumu yang berada disana. Jadi ayah rasa sangat kebetulan sekali ayah ada job di Bali, jadi kita tidak bisa menghemat uang untuk membeli  tiket." Ungkap Sardi kepada sang anak Rey

"Huaaa ko mendadak sekali si yah? lagian aku disini nanti sama siapa?." Tanya Rey kepada kedua orang tuanya.

"Rey nanti ibu titipkan kamu ke nenekmu, lagian kamu kan sangat akrab sekali dengan nenekmu. Bukan masalah kan jika kamu menginap selama 3 hari dirumahnya?." Jawab Fatimah

"Hmm yasudah deh kalo seperti itu lagian aku pun senang jika ayah mendapat pekerjaan apalagi ini di Bali, itu tandanya Tuhan memberi rezeki yang baik kepada ayah." Ungkap Rey

"Pintar sekali anak ayah, aamiin Rey. Lagian itu bukan hanya rezeki ayah melainkan rezeki kalian juga." Jawab Sardi menanggapi ucapan ayahnya itu.

"Yasudah lebih baik kita habiskan dulu makanannya, nanti keburu dingin malah tidak enak." Ucap Fatimah

"Siappp 86." Jawab Rey dan Sardi bersamaan.

   Hari itu perasaan haru dan bahagia menyelimuti keluarga kecil mereka, sang anak yang baru saja menginjak usia baru ditambah sang ayah yang baru saja mendapat pekerjaan di luar kota membuat momen ini mungkin tidak akan Rey lupakan seumur hidupnya.

-----

   Satu minggu kemudian, waktu keberangkatan Fatimah dan Sardi ke Bali akhirnya tiba juga. Dirumah kediaman sang ibu dari Fatimah yaitu Kinasih (nenek dari Rey) mereka semua tampak sibuk merapikan barang-barang dan memasukannya kedalam koper. Akhirnya ketika semua barang sudah siap mereka pun mengangkut koper itu ke teras rumah sembari menunggu mobil jemputan. Mereka akan menaiki pesawat "Indo Air" untuk penerbangan mereka kali ini.

"Rey tolong bantu ibu mengangkut koper-koper ini ke teras." Ucap sang ibu meminta tolong kepada anaknya.

   Rey pun mengangkut koper itu dan membawanya ke teras seperti suruhan sang ibu. Tidak lama dari itu terdengar suara  mobil jemputan untuk kedua orang tuanya pun datang. Fatimah, Sardi dan Rey pun berpelukan tanda perpisahan singkat mereka.

"Kamu jaga diri baik-baik ya Rey, jangan nakal. Awas kalo kamu merepotkan nenekmu ini. Nanti kalo sudah sampai dibali ayah kabari kamu." Ucap Sardi memberi nasihat kepada sang anak.

"Siap yah, ayah tenang saja lagian aku disini tidak akan nakal ko aman. Ayah dan ibu hati-hati yaa, jangan lupa kalo pulang bawain aku oleh-oleh." Ucap Rey sembari menyeringai kepada kedua orang tuanya.

"Dasar kamu, masalah oleh-oleh saja ingat." Ucap Fatimah kepada anaknya

"Hehehe, yasudah. Dadah ayah, dadah ibu." Ucap Rey sembari melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya.

"Dahh nak." Ucap Sardi dan Fatimah berbarengan.

   Sardi dan Fatimah pun masuk kedalam mobil jemputannya dan pergi menuju bandara untuk berangkat menuju Bali.

-----

   Beberapa jam kemudian tetap tidak ada kabar dari Fatimah dan Sardi, Rey dan sang nenek Kinasih pun mulai menaruh curiga mengapa Fatimah dan Sardi belum juga memberi kabar kepada mereka.

"Nek mengapa ayah dan ibu belum juga memberi kabar kepada kita ya?." Tanya Rey terheran-heran kepada sang nenek

"Nenek juga tidak tau Rey, tapi kita tunggu saja. Siapa tahu bentar lagi akan ada telfon dari ibu atau ayahmu." Jawab sang nenek

   Mereka berdua pun menunggu kabar dari Sardi dan Fatimah dengan rasa cemas sembari menonton siaran televisi saat itu, namun tiba-tiba muncul sebuah berita. Rey dan Kinasih mematung sejenak, aliran darah yang mengalir dalam diri mereka seolah-olah langsung berhenti.

Pagi tadi telah terjadi kecelakaan untuk pesawat Indo Air

   Begitulah cuplikan berita yang dibawakan oleh pembawa berita pada saat itu, ya pesawat Indo Air, itu merupakan pesawat yang ditumpangi oleh Fatimah dan Sardi. Tangis Rey dan Kinasih pecah kala itu, berbeda dengan tangis Rey minggu kemarin yang merupakan tangis haru, tangis kali ini merupakan tangis kesedihan. Apa mungkin omongan yang diucapkan Sardi kala itu merupakan sebuah firasat?. Pikiran Rey kala itu sudah kalang kabut tak karuan. Tanpa basi-basi ia dan sang nenek langsung bergegas menuju bandara.

   Di bandara tampak puluhan keluarga korban menunggu kepastian apakah keluarganya yang mengalami kecelakaan itu selamat atau tidak. Rey dan Kinasih pun hanya bisa duduk termenung dan pasrah, mereka tidak bisa berbuat apapun selain berdoa kepada Tuhan agar Fatimah dan Sardi baik-baik saja.

   Setelah beberapa jam menunggu kepastian dari pihak maskapai penerbangan akhirnya pihak maskapai pun membagikan sebuah pengumuman yang berisi data korban yang sudah meninggal. Rey dan kinasih pun segera menghampiri papan pengumuman. Sesak, ricuh, dan ribut. Begitulah kata yang pas untuk mendeskripsikan keadaan hari itu. Rey dan Kinasih pun berusaha untuk membaca dari nama ke nama yang tertera di papan pengumuman itu. Harap, hanya rasa harap yang mereka punya. Tangis, hanya tangisan yang mampu keluar dari mulut mereka. Pada saat sedang membaca papan pengumuman tatapan mereka tertuju pada nama yang tertera pada nomor 30 dan 31.

Data Korban Kecelakaan Indo Air, 06 Januari 2011

......

......

30. Fatimah

31. Sardi

   Hancur, sesak. Rey dan Kinasih langsung terduduk ke lantai, teriakan demi teriakan histeris keluar dari mulut mereka berdua. Kekhawatiran yang menyelimuti diri Rey kala itu ternyata menjadi nyata, tidak pernah ia bayangkan akan terjadi hal buruk seperti ini. Bagai ditikam panah dari segala penjuru, Rey merasa dirinya sangat hancur. Omongan ayahnya kala itu ternyata adalah firasat bahwa akan terjadi hal seperti ini. Mau tidak mau, bisa atau tidak bisa, Rey harus tetap tumbuh, berkembang dan tetap menjalani hidup. Perjalanan hidup memang tidak akan pernah bisa ditebak, hari-hari yang kita jalani dengan penuh tawa dan bahagia bisa saja berubah menjadi hari yang penuh dengan derai tangis dan air mata.

-----

   Hari ini 06 Januari 2022, tepat 11 tahun usai terjadinya kecelakaan pesawat Indo Air, seorang pemuda tampan berdiri didepan kedua batu nisan yang tampak bersebelahan.

"Ibu, ayah. Aku sangat merindukan kalian, aku disini baik-baik saja, sesuai dengan nasihat ayah kala itu aku sekarang tumbuh sebagaimana pemuda pada umumnya." Ucap pemuda tampan itu

   Ya, pemuda itu adalah Rey, Rey tumbuh menjadi pemuda tampan yang tergolong berhasil diusianya yang masih belia. Semenjak kejadian yang mengubah hidupnya menjadi 180 derajat, Rey hidup dengan penuh duka dan air mata bersama sang nenek Kinasih. Namun Rey berfikir hidupnya tidak harus selalu tentang kesedihan, berkat sang nenek pun ia bisa tumbuh menjadi pemuda yang baik.

   Berkat kamera jadul yang diberi almarhum sang ayah pada saat Rey menginjak usia 11 tahun menambah ketertarikannya terhadap dunia fotografi semakin meningkat. Setelah ia lulus dari Sekolah Menengah Atas ia pun melanjutkan pendidikannya di Jakarta, dan mengambil jurusan Fotografer. Ia memilih untuk merantau ke Jakarta karena sang nenek Kinasih meninggal pada saat ia menginjak kelas 12. Pahit, itulah yang dirasakan Rey. Pahitnya kehidupan membuat Rey lebih menghargai dan dapat belajar arti kehidupan sesungguhnya.

   Namun Tuhan memang sang maha adil, ditengah pahitnya kehidupan yang menerpanya, ia mempunyai banyak teman yang sangat sayang kepadanya. Karena Rey merupakan seorang yang ramah dan mudah bergaul maka tak heran hal itu terjadi.

   Roda kehidupan memang akan selalu berputar, kadang kita berada diatas dan kadang kita berada dibawah. Ini merupakan cara Tuhan agar kita bisa memaknai apa arti kehidupan yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun