"Nenek juga tidak tau Rey, tapi kita tunggu saja. Siapa tahu bentar lagi akan ada telfon dari ibu atau ayahmu." Jawab sang nenek
  Mereka berdua pun menunggu kabar dari Sardi dan Fatimah dengan rasa cemas sembari menonton siaran televisi saat itu, namun tiba-tiba muncul sebuah berita. Rey dan Kinasih mematung sejenak, aliran darah yang mengalir dalam diri mereka seolah-olah langsung berhenti.
Pagi tadi telah terjadi kecelakaan untuk pesawat Indo Air
  Begitulah cuplikan berita yang dibawakan oleh pembawa berita pada saat itu, ya pesawat Indo Air, itu merupakan pesawat yang ditumpangi oleh Fatimah dan Sardi. Tangis Rey dan Kinasih pecah kala itu, berbeda dengan tangis Rey minggu kemarin yang merupakan tangis haru, tangis kali ini merupakan tangis kesedihan. Apa mungkin omongan yang diucapkan Sardi kala itu merupakan sebuah firasat?. Pikiran Rey kala itu sudah kalang kabut tak karuan. Tanpa basi-basi ia dan sang nenek langsung bergegas menuju bandara.
  Di bandara tampak puluhan keluarga korban menunggu kepastian apakah keluarganya yang mengalami kecelakaan itu selamat atau tidak. Rey dan Kinasih pun hanya bisa duduk termenung dan pasrah, mereka tidak bisa berbuat apapun selain berdoa kepada Tuhan agar Fatimah dan Sardi baik-baik saja.
  Setelah beberapa jam menunggu kepastian dari pihak maskapai penerbangan akhirnya pihak maskapai pun membagikan sebuah pengumuman yang berisi data korban yang sudah meninggal. Rey dan kinasih pun segera menghampiri papan pengumuman. Sesak, ricuh, dan ribut. Begitulah kata yang pas untuk mendeskripsikan keadaan hari itu. Rey dan Kinasih pun berusaha untuk membaca dari nama ke nama yang tertera di papan pengumuman itu. Harap, hanya rasa harap yang mereka punya. Tangis, hanya tangisan yang mampu keluar dari mulut mereka. Pada saat sedang membaca papan pengumuman tatapan mereka tertuju pada nama yang tertera pada nomor 30 dan 31.
Data Korban Kecelakaan Indo Air, 06 Januari 2011
......
......
30. Fatimah
31. Sardi