Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok-Jarot Dikalahkan Ahli Nujum Kekuasaan, Mirip Cara SBY Unggul pada Pilpres 2009?

6 Mei 2017   09:30 Diperbarui: 6 Mei 2017   10:07 1852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Para ahli nujum itu mungkin kaum penyembah berhala termasuk golongan mahluk halus yang meliputi jin, setan dan tujul.  Tuhan golongan ini bukan Tuhan Yang Maha Esa, pada Pancasila.

       Pembaca boleh percaya atau tidak percaya. Patut diduga tuhan mereka bernama khas asli Indonesia yang belum disebut dengan sebutan “sang penguasa rupiah yang maha trilunan” yang bisa dinikmati langsung tanpa lewat pintu perbankan apa pun. Maka tidak bisa kena otete “kapeka.” Karena ada orang yang bilang mereka ada di alam “dimensi” yang mungkin agak sama dengan alam yang mungkin di diami Dimas Kanjeng.

       Yang namanya golongan ahli nujum pasti “seideologi” dengan golongan setan, jin dan tuyul. Pasti tahu cara mengguncang jiwa dan pikiran manusia satu-satunya mahluk hidup yang beriman dan bertuhan.  Karena mereka mahir ikut blusukan di seluruh tempat pemuja berhala untuk memecah persatuan bangsa.

       Mereka bisa hadir dengan mengaku sebagai para normal yang paling tahu tentang tuhan yang harus disembah dan dimuliakan. Juga fasih cerita tentang iman yang masih abstrak yang katanya bisa menjamin masuk surga. Bahkan golongan ini mungkin sama sekali sama sekali tidak pantang pura-pura mengaku sebagai malaikat.  Atau mengaku sebagai orang suci yang merasa paling benar dan paling berhak memaksa, memaki dan menuduh dengan keji seluruh penegak hukum negeri ini untuk menghukum gubernur-gubernur, polisi, jaksa dan hakim yang dilumuri fitnah apalagi jika hanya memaki seorang presiden di depan umum.

       Dan yang lebih hebat adalah peran tuyul-tuyul yang biasanya dipercaya orang suka mencuri duit orang-orang berduit secara “gaib.” Menjelang pilkada justru mereka menebar “amplop” di kalangan rakyat tertentu untuk membeli iman demi kapling surga yang dijanjikan. Tentu saja diiringi doa mohon agar mereka yang sembahyang di pura-pura atau kuil-kuil, tempat keramat dan candi-candi sudi menolak Ahok-Jarot.

       Pada hal surga maupun neraka tidak bisa dibeli dengan iman dan doa. Surga dan neraka hanya bisa didapat dengan amal baik atau amal buruk kepada sesama. Bukan amal baik kepada Tuhan. Tuhan tidak butuh amal baik manusia. Sebab DIA sendiri adalah sumber segala kebaikan. Tuhan hanya berharap umatnya mau bertaqwa dan pandai besyukur.

       Menyongsong Pilpres 2019.  Kalau bisa, gejala banyaknya ahli nujum menjual kekuasaan harus dihentikan. Kekuasaan bukan untuk dijual-belikan. Melainkan harus diberikan secara mana-suka atau suka-hati yang luber yang artinya harus diberikan secara luhur dan bersih.

       Karena "luber" yang awalnya berarti langsung umum bebas dan rahasia sudah tidak sesuai lagi dengan realita yang bisa dimanipulasi dengan ketinggian peradaban yang tampaknya tidak berpantang melakukan berbagai konspirasi memainkan kata-data-fakta untuk merubah daya berpikir sehat rakyat.

       Luber yang dipraktikan pada pilkada-pilkada belakangan umumnya sudah berubah wujud menjadi licik, usil, brengsek dan runyam. Karena hak berpolitik setiap pribadi rakyat yang harus dihormati, disucikan, dirahasiakan dan dilindungi negara ternyata boleh dikorek-korek dari otak, sampai dasar lambung perut, hingga tersisipi uang tuyul ke dalam dompetnya.

Waspadai penyesatan informasi menjelang pilpres 2019.

       Waspadai penyesatan informasi menjelang pilpres 2019. Sebab bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa yang mulai diakui dunia internasional tentang martabat, manfaat, nikmat dan keindahan keberadan N.K.R.I..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun