(S(t) = \frac{d}{dt}[\alpha C_t - \beta R_t])
Di mana kompleksitas Positif (αCt\alpha C_t): Pendidikan, budaya, dan sistem hukum. Resistansi (βRt\beta R_t): Konflik internal dan eksternal.
c. Pathway Complexity
Baik Mongol maupun Islam menunjukkan bagaimana pathway complexity dari Assembly Theory diterapkan: Proses bertahap: Klan → Kekaisaran (Mongol), Individu → Kekhalifahan (Islam). Keberhasilan bergantung pada urutan dan probabilitas interaksi.
4. Kritik terhadap Pendekatan Lama
Pendekatan historis tradisional sering melihat peradaban sebagai entitas statis tanpa mempertimbangkan kompleksitas interaksi multi-level: Tidak ada model matematis yang menggambarkan dinamika evolusi peradaban. Fokus pada kejadian tunggal tanpa melihat pola sinergi antar elemen.
5. Validasi Empirik
Peradaban Mongol dan Islam menyediakan data historis yang konkret untuk memvalidasi teori kita: Data: Interaksi antar klan, komunitas, dan wilayah. Simulasi: Model kompleksitas dan stabilitas dapat digunakan untuk merekonstruksi evolusi peradaban.
Sejarah peradaban Mongol dan Islam adalah bukti empirik kuat terhadap teori kita. Keduanya menunjukkan bagaimana interaksi awal yang sederhana dapat berkembang menjadi sistem kompleks yang mendominasi dunia. Dengan kerangka matematis yang kita tawarkan, proses ini dapat dijelaskan, diprediksi, dan bahkan dioptimalkan dalam konteks lain, seperti sosiologi, ekologi, atau ekonomi global.
F. Evolusi Sejarah Apple dan Facebook
Sejarah berdirinya Apple dan Facebook memberikan contoh nyata bagaimana teori kita tentang kompleksitas interaksi multi-parameter dapat diterapkan pada evolusi sistem teknologi dan sosial.