Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cara Mudah Memahami Teori Assembly Dalam Evolusi Biologi

6 Oktober 2023   09:33 Diperbarui: 8 Oktober 2023   04:50 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara Mudah Memahami Teori Assembly : Simpul Bagi Fisika, Kimia, Biologi, dan Kosmologi

Pendahuluan

Ketika melihat setumpuk balok lego, kita tahu bahwa kita bisa membentuk struktur apa saja dari mulai yang by design, yang arbiter, ataupun yang random. Jumlah struktur yang bisa kita buat hampir tak terhingga, tanpa batas. Jumlah pengulangannya juga tidak dibatasi. Batasannya cuma satu yaitu jumlah lego.

Jika materi pembentuk lego itu tidak terbatas, maka jumlah lego yang bisa dihasilkan juga tak terbatas. Jika jumlah lego yang tersedia tidak terbatas, maka jumlah struktur yang dibangun pun tidak terbatas.

Tapi bila kita melihat kepingan puzzle berserakan, kita sadar kita tidak bisa membentuknya secara arbiter dan random, melainkan kita harus menemukan gambar besarnya yang by design. Untuk kasus puzzle ini, kita harus bisa memahami dan mengetahui lebih dulu blue print atau desain dasar atau gambar besarnya terlebih dahulu, sebelum kita menyatukan kepingan puzzle yang ada. Apalagi jika struktur yang akan dibangun itu harus memenuhi syarat fungsional, estetis, dan proporsional.

Di lain waktu, kita bisa sangat mudah mempreteli suatu struktur lego misalnya, kemudian melakukan klasifikasi menurut warna, bentuk, dan panjang, tapi setelah itu kita bisa sangat kesulitan ketika harus menyusunnya kembali seperti sedia kala.

Analogi ini akan kita gunakan sepanjang tulisan ini. Analogi ini akan membantu kita memahami Teori Assembly yang diklaim mampu mengikat dan menjembatani fisika, kimia, biologi, dan bahkan kosmologi. Di satu sisi di sini kita akan terlihat seperti mendukung Teori Assembly dan pada saat yang sama mengkritisi serta menunjukan batasan dan keterbatasannya khususnya dalam upaya kita memahami evolusi biologi secara lebih holistik dan detail.

Paradoks

Basa nitrogen ACTG dalam rantai DNA tampak seperti balok lego yang mana pengulangannya bisa tanpa batas dan panjangnya pun bisa tak terhingga. Setiap rantai DNA bisa terbentuk dari set gen dalam jumlah yang tak tertentu. Sehingga dengan demikian seharusnya jumlah entitas biologis yang terbentuk di biosfer tidak tertentu, dan tidak hanya terbentuk di Bumi saja. Bahkan bisa berlimpah ruah di seluruh sudut semesta.

Tapi evolusi biologi secara keseluruhan adalah kepingan puzzle, dan bukan balok lego. Dia tidak random, tidak pula arbiter. Terdapat paradoks di sini. Jadi walaupun secara genetik jumlah keragaman spesies seharusnya tidak terbatas, evolusi telah membatasinya.

Paradoks ini membuat kita penasaran untuk mencari tahu, apakah entitas biologi terbentuk mulai dari struktur besar dulu yaitu pada tingkat organisme, baru kemudian faktor genetik menyesuaikan, ataukah terbentuk dari skala mikro dulu di tingkat gen, baru kemudian organisme membentuk diri sesuai dengan cetak biru genetikanya.

Bagaimana pula dengan sejumlah entitas biologi yang dekat secara morfologi tapi berbeda jauh secara genetika,  atau sebaliknya yaitu dekat secara genetika tapi morfologinya berjauhan. Manusia secara morfologi lebih dekat kepada Primata seperti Simpanse dan Bonobo, tapi secara genetika lebih dekat dengan Babi.

Tapi itu bukan satu-satunya paradoks.

Entitas biologis baik secara morpologi, fisiologi, metabolisme, dan genetika dirakit baik mengikuti konsep periodik tilling, non periodik tilling, maupun aperiodik tilling sehingga bisa terjadi satu organ dalam satu spesies merupakan evolusi divergen, tapi organ yang lain pada spesies tersebut adalah hasil evolusi konvergen. Tikus berbelalai adalah contoh yang umum dari hal ini. Manusia pun walaupun secara morfologi adalah evolusi divergen dari Primata, otak kita adalah evolusi konvergen dari reptil dan mamalia.

Sementara tingkat kecerdasan dan tingkat kesadaran manusia bukanlah hasil evolusi baik divergen maupun konvergen, melainkan adalah hasil proses revolusi yang mana seperti ditanamkan begitu saja ke dalam fisik Primata ini.

Memang begitu, memang biasa terjadi evolusi konvergen berasal dari perpaduan anasir sejumlah entitas biologis yang sama sekali berbeda satu sama lain. Sedangkan dalam evolusi divergen, variasinya bisa lebih mudah dilacak.

Permutasi DNA : Periodik, Non-Periodik, Aperiodik

Jika pengulangan gen CAG dalam rantai DNA berulang sebanyak 6 kali menjadi CAG-CAG-CAG-CAG-CAG-CAG atau bahkan 51 kali, kita bisa dengan mudah menentukan bahwa salinan gen itu berulang secara periodik. Sementara jika salinannya berurutan seperti ini, AGT-CGA-TGC-ATA-TGC-ATA-GTC-AGT-CGA-TGC, maka ini bisa disebut sebagai Non-Periodik. Pada contoh kasus ini, pengulangannya terjadi pada gen AGT-CGA-TGC. Bila urutannya sangat acak, kita masukkan itu ke dalam kelompok Aperiodik.

Bagaimanapun 20.000 lebih gen dalam 4 jenis basa nitrogen ACGT membentuk satu set gen yang terdiri dari 3 huruf akan mengalami pengulangan juga, sehingga bentuk permutasi yang aperiodik akan sangat sulit ditemukan.

Apa yang bisa kita pelajari dari sini?

Jika proses evolusi dipahami sebagai perakitan dari satu set gen tunggal yang kemudian membentuk rantai DNA yang semakin panjang seiring dengan kompleksitas entitas biologis dan rentang waktunya, ini berarti sifat-sifat biologis berikut keunggulan dan kelemahannya seharusnya terakumulasi.

Kedua, menjadi hal yang dimaklumi jika satu organ tampak berevolusi secara divergen, sedangkan organ yang lain berevolusi secara konvergen dalam satu spesies tertentu.

Merakit dari Partikel Elementer

Kita mungkin sudah berhasil mempreteli setiap unit entitas biologi sampai ke molekul hidrokarbon-nya, struktur DNA-nya, dan partikel elementer serta gaya fundamental yang menyusunnya, tapi tak ada seekor nyamuk atau lalat pun yang bisa kita hidupkan dari partikel elementer, rantai DNA, dan molekul hidrokarbon yang ada itu, dari mulai komponen paling dasar penyusunnya sampai kepada seekor nyamuk dan lalat yang utuh.

Ramai dikatakan bahwa fenomena biologi bisa dijelaskan oleh kimia, dan fenomena kimia bisa dijelaskan oleh fisika elementer karena ada keterhubungan perilaku dan informasi antara biologi, kimia, dan fisika elementer. Tapi bagaimanapun informasi genetik dibawa oleh set gen dalam rantai DNA, bukan berasal dari informasi kuantum yang dibawa oleh partikel elementer dan gaya fundamental. Setidaknya sampai detik ini kita tidak mendapati adanya hal yang spesifik dan unik pada informasi kuantum dalam setiap set gen yang ada. Kita tidak pernah melihat secara langsung sejumlah partikel elementer memintal diri sedemikian rupa sehingga informasi kuantumnya berubah, membawa, dan menghasilkan informasi genetika.

Jembatan Antara Kuantum dengan Genetika

Jika kita memandang mekanika kuantum sebagai kesatuan informasi yang sama seperti genom sebagai kesatuan informasi, maka antara sistem kuantum dengan sistem genom seharusnya terhubung secara langsung.

Informasi kuantum dalam qubit bisa didekode secara langsung menjadi informasi genom dalam gen. Sehingga kita bukan saja memintal "benang" kuantum menjadi "kain" genomik, serta berikut tersertakan di dalamnya informasi kuantum dan informasi genomiknya.

Tapi memang proses fusi tidak semudah proses fisi. Membangun kembali dan bahkan membangun dari awal tidak semudah mempreteli atau mendekonstruksi.

Random, Arbiter, dan By Design

Secara biologi, dan bahkan secara kimia dan kosmologi, manusia termasuk entitas yang paling terakhir muncul di Bumi, bahkan di Semesta. Seharusnya dengan demikian konsekuensi biologis, kimiawi, kuantum, dan kosmologi melekat pada manusia secara akumulatif.

Walaupun entitas penyusun manusia adalah juga berasal dan merupakan akumulasi dari entitas genetik, molekul essential, dan partikel elementer dari entitas-entitas yang ada sebelumnya, manusia tidak mengakumulasi semua keunggulan biologis yang dimiliki entitas-entitas biologis yang ada sebelumnya.

Bayangkan jika manusia memiliki tubuh sebesar dinosaurus Argentinosaurus, mampu mengangkat beban sepuluh kali bobot tubuh seperti semut, mampu berlari secepat cheetah dengan endurance selama kuda, mempunyai penglihatan setajam dan terbang tinggi seperti elang dengan kemampuan manuver seperti capung dan nyamuk, mampu berenang selincah lumba-lumba dan menyelam dalam dengan endurance selama paus, dan bereproduksi seperti kelinci, atau membelah diri seperti bakteri, atau melakukan regenerasi organ seperti cicak dan regenerasi gigi seperti buaya, tentu manusia akan menjadi entitas biologis paling superior secara fisik. Tapi alam tidak bekerja seperti itu, Ferguso. Keunggulan biologis dibagi secara proporsional kepada setiap entitas biologis, bahkan kepada setiap individunya.

Padahal di awal kemunculannya di Bumi ini, manusia sungguh butuh tubuh yang besar, otot yang kuat mengangkat beban super berat, berlari cepat, terbang, menyelam, dan bereproduksi cepat untuk berburu, mencari makan, menghindari predator, dan menghadapi kondisi alam, serta untuk mengimbangi kecerdasan dan kesadarannya yang masih berkembang.

Tapi ketimbang meningkatkan fungsionalitas organ dan menumbuhkan organ baru, manusia lebih suka memutuskan untuk mengembangkan secara revolusioner otaknya, baik volume maupun strukturnya, serta kecerdasannya, dan kesadarannya. Pengembangan kesadaran ini pula yang mendorong manusia mampu mengembangkan kerjasama yang fleksible dengan menyinkronkan, menyesuaikan, dan menjaga kepentingan pribadinya dengan kepentingan kelompoknya dan kepentingan kemanusian secara keseluruhan.

Pengembangan otak, kecerdasan, kesadaran dan kerjasama manusia untungnya jauh lebih cepat daripada tantangan predator dan alam. Jika proses pengembangannya sedikit lebih lambat, maka manusia hanya ada dalam kurun waktu yang singkat saja di Bumi, kemudian punah. Jadi ini lebih tepat jika proses ini disebut revolusi daripada evolusi.

Keputusan manusia untuk mengembangkan otak, kecerdasan, kesadaran, dan kerjasama terbukti sebagai keputusan yang sangat tepat. Dengan begitu, manusia berada "di atas" semua binatang. Posisi ini didapat setelah manusia mampu menciptakan alat dari bahan yang tersedia di alam, melakukan eksplorasi, belajar, menghimpun pengetahuan, menjalin kerjasama, dan mengembangkan peradaban.

Upaya manusia dalam mengembangkan volume otak, struktur otak, kualitas kecerdasan dan tingkat kesadaran tidak mungkin bisa dicapai jika tidak ada daya dukumg genetik. Untuk itu perlu pula dukungan revolusi dalam DNA manusia.

Revolusi dalam volume dan struktur otak secara fisik, juga revolusi kualitas kecerdasan dan tingkat kesadaran secara "software", yang sinkron dengan revolusi genetik pada manusia telah berlangsung secara terorganisir dan terkoordinasi dengan baik, seolah tidak ada sekat di antara ketiga aspek itu. Ini semua bukan proses yang random, apalagi arbiter.

Hewan yang Berevolusi dengan Kecerdasan Setara Manusia

Bayangkan juga jika harimau itu mengikuti arah evolusi manusia dengan terus mengembangkan kemampuan adaptasi dan evolusinya pada otak dan kecerdasannya sehingga bisa mencapai kecerdasan setara manusia, tentu manusia akan menjadi budak jajahan dari harimau.

Kenapa harimau tidak melakukan itu ya? Apakah mereka tidak merasa terusik habibat mereka semakin terancam? Apakah mereka tidak miris melihat sesama mereka dikurung dan dijadikan tontonan di kebun binatang? Apa mereka tidak sadar dengan masa depan eksistensi mereka? Kenapa mereka tidak tertarik berburu manusia secara aktif, padahal jika saja begitu mereka tidak akan kekurangan makanan? Kenapa evolusi mereka terutama evolusi kecerdasannya seperti terhenti?

Harimau yang Aktif Berburu Manusia

Jika saja harimau itu sadar diri bahwa dirinya lebih kuat daripada manusia, dan bisa menilai bahwa berburu rusa itu lebih sulit karena rusa lebih gesit dalam bergerak dan lebih cepat dalam berlari, tentu aktif berburu manusia lebih mudah dan lebih menyenangkan. Untungnya, evolusi kesadaran manusia jauh lebih cepat daripada evolusi kesadaran harimau, sehingga kemampuan manusia mengembangkan alat dan memanipulasi lingkungan lebih cepat daripada tantangan survival yang berasal dari harimau.

Apa yang mendorong manusia mampu melakukan itu? Apakah itu karena dorongan manusia untuk mempertahankan kehidupan pribadinya dan spesiesnya jauh lebih besar daripada dorongan yang dimiliki harimau?

Pertanyaan kita berlanjut kepada, apakah kesadaran itu tumbuh berevolusi dari dalam ke luar, ataukah semacam ditanamkan dari luar ke dalam? Jika kemampuan beradaptasi dan berevolusi itu berbeda-beda dan bertingkat-tingkat di antara entitas biologis, bagaimana kemampuan itu tumbuh? Apa saja yang mempengaruhi kemampuan itu? Apakah suatu entitas biologis mempunyai kehendak bebas dan mandiri untuk memilih dan memiliki tingkat kemampuan beradaptasi dan berevolusi yang dibutuhkan dan diingkannya? Apakah kemampuan itu melibatkan kesadaran? Apakah kemampuan itu melibatkan juga semacam suatu kehendak bebas atau alam telah memaksakannya?

Jika kita menanam chip AI ke otak harimau, apakah kemudian harimau bisa berkembang mengungguli manusia?

Survival of The Fittest

Dorongan survival mungkin telah memaksa entitas biologis untuk beradaptasi dan berevolusi, tapi besaran dorongannya dan besaran tantangannya tidak berkorelasi dengan tingkat kemampuannya beradaptasi dan berevolusi. Kita bisa saja mengukur besaran dorongan survival melalui besaran tantangan lingkungan, dan mengukur besaran tantangan alam melalui sejumlah variabel indikator fisik seperti jumlah mangsa dan pemangsa, ketersediaan air, suhu lingkungan, dan perubahan kualitas udara. Walaupun begitu, besaran tantangan lingkungan, besaran dorongan survival, dan tingkat kemampuan beradaptasi dan berevolusi tidak berkorelasi secara linear dan positif.

Ketika meteor menghantam bumi pada Great Extinction 5 sekitar 65 juta tahun lalu, semua entitas biologis yang ada saat itu mengalami tekanan tantangan lingkungan yang sama besar, yang mana hal ini seharusnya membangkitkan dorongan survival yang sama besar juga, tapi nyatanya kemampuan berevolusi setiap entitas biologis beragam dan berbeda-beda. Jadi, kemampuan beradaptasi dan berevolusi itu berasal dari mana? Dari gen? dari insting yang arbiter? Dari respon fisik yang random? Atau alam secara sadar memilih entitas biologi mana yang akan dimusnahkan dan yang akan diselamatkan?

Masalah survival of the fittest menjadi semakin rumit karena ketika besaran tantangan lingkungan tinggi dan dorongan survival juga tinggi, adaptasi dan evolusi tidak saja membutuhkan perubahan dari segi fisik morfologi, tapi juga metabolisme, fisiologis, dan genetis. Yang mana kesemua itu harus saling sinkron dan kompatibel satu sama lain. Ini membuat kita ragu jika evolusi atau kemampuan evolusi tidak melibatkan kesadaran. Kesadaran tampaknya terlibat dalam proses evolusi, entah kesadaran itu sudah ada tertanam sebelumnya ataukah kesadaran itu tumbuh berkembang seiring waktu dan seiring kebutuhan untuk beradaptasi.

Terhubung dan Tersekat

Semakin jelas bahwa evolusi ini bukanlah evolusi yang arbiter, bukanlah pula evolusi yang random. Inilah evolusi by design. Banyak kejadian evolusi tidak terjadi dengan kesadaran internal dari entitas biologis tersebut, tapi seperti berasal dari kesadaran di luar dirinya. Respon suatu entitas biologis terhadap perubahan lingkungan terutama perubahan rantai makanan sering tidak melibatkan kesadaran internal, melainkan hanya sekedar respon mekanis dan insting saja.

Jikapun proses evolusi dan adaptasi itu berasal dari aspek internal entitas biologi, maka itu adalah aspek genetik, bukan aspek kesadaran. Gen-gen itu pun tidak terbentuk dengan kesadaran, serta tidak pula bekerja dengan kesadaran, karena tidak ada mekanisme penghubung antara sistem kesadaran dengan sistem genetik.

Sistem genetik mengembangkan "sistem kesadarannya" sendiri yang memiliki sejumlah "sekat" dalam hubungannya dengan "kesadaran individu" entitas biologis tersebut. Beberapa sub sistem biologi mengembangkan sistem otonom mekanis seperti otot polos pada jantung, sistem pencernaan, pertumbuhan sel dendrit otak. Serta bahkan memiliki "sistem kesadaran" sendiri seperti misalnya sel darah putih, mekanisme sistem reproduksi secara keseluruhan dari DNA sampai janin, serta sistem self recovery tubuh.

Jika demikian, apa yang terjadi pada manusia ini sangat aneh. Di mana revolusi pada organ fisik seperti volume dan struktur otaknya itu sinkron, terkoordinasi, dan terorganisir dengan revolusi kecerdasan dan kesadaran, serta dengan revolusi genetika pada DNA-nya.

Intervensi Eksternal

Alam dengan segala mekanisme biologis, kimiawi, fisika elementer, maupun kosmologi memang bersifat hampir sepenuhnya otonom, di mana hampir tidak ada terlihat intervensi eksternal terhadapnya. Hal ini dapat kita lihat misalnya pada hal yang paling sederhana seperti siklus air dan siklus energi pada rantai makanan.

Siklus air sepenuhnya otonom, sebab akibatnya pasti dan jelas, serta bisa dibilang tanpa awal dan akhir. Siklus itu ada sedari dulu dan bisa dijelaskan dari pendekatan sains manapun. Siklus ini secara apriori dan material tampak bisa terjadi begitu saja secara spontan. Intervensi dari luar sekalipun ada dan dimungkinkan akan tampak jelas mekanisme sebab-akibat dan stimulus-responnya. Itu pun masih berada dalam, melibatkan, dan terikat dengan sistem internal siklus air ini, dalam arti masih menggunakan entitas yang sama yang ada terdapat di dalam sistem. Jejak pengaruh dan interaksi eksternal dengan demikian jadi sangat mudah dilacak.

Begitu pula dengan rantai makanan. Setiap populasi menempati posisi tertentu dalam rantai makanan itu. Pilihannya cuma satu dari dua, yaitu makan atau dimakan, survive atau mati. Setiap spesies hampir tidak bisa leluasa memilih secara bebas posisinya dalam rantai makanan, atau berpindah dari satu level rantai makanan ke level di atas dan di bawahnya.

Sering kali dalam upaya bertahan hidup dan mengembangkan adaptasi dengan menumbuhkan keunggulan baru misalnya, keunggulan yang lama berkurang kualitasnya atau hilang. Sementara kelemahan yang lama justru tetap ada, jika pun tidak semakin kuat. Satu "lubang" ditutup, "lubang-lubang" lain muncul.

Kelangsungan rantai makanan sepenuhnya dipengaruhi oleh interaksi di antara makhluk hidup di dalam ekosistemnya. Sekalipun ada pengaruh dan tekanan eksternal, seperti misalnya kebakaran hebat dan letusan gunung ataupun masuknya spesies baru pada keberlangsungan mekanisme rantai makanan tersebut, mekanisme interaksi dan intervensinya akan tampak secara kasat mata. Tidak ada ditemui "mekanisme ghaib" yang digerakkan oleh "variabel eksternal yang misterius".

Walaupun mekanisme ghaib dan variabel misterius tidak ada tampak, kita melihat semua itu membentuk kompleksitas yang berketeraturan seperti sistem chaos, yang teratur dalam ketidakteraturan seperti sistem fraktal, dan yang teratur murni dan deterministik.

Evolusi otak baik volume maupun struktur terikat dengan sistem chaos. Sementara pengulangan basa nitrogen ACTG dalam DNA terikat dengan sistem fraktal. Sedangkan pembelahan diri bakteri terikat dengan sistem deterministik.

Konsep Fisika Dalam Biologi

Jadi, semua aktivitas otonom dalam entitas biologis, kimia, fisika elementer dan kosmologi itu memiliki satu atau beberapa dari sifat seperti ini yaitu elegan, teratur murni, ataupun teratur dalam ketidakketeraturan, baik secara deterministik, probabilistik, relativistik, maupun chaosik. Tidak ada satu pun daripadanya yang murni random dan arbiter. Ini menunjukkan ada semacam blue print pada setiap mekanisme yang tersebut barusan ini.

Pada evolusi deterministik, dapat diketahui misalnya, organ apa yang akan berkembang dapat diprediksi dari tingkat aktivitas penggunaan organ tersebut.

Tapi dalam evolusi probalistik tidak dapat diketahui pasti organ apa yang akan dioptimalkan, ditumbuhkan atau dihilangkan walaupun stimulus internalnya sama.

Sementara pada proses evolusi relativistik tidak dapat dipastikan apakah evolusi itu terjadi dengan kesadaran atau didahului oleh evolusi kesadaran. Di mana dalam evolusi dengan kesadaran, perubahan fisik terjadi bersamaan dengan pertambahan tingkat kesadaran. Sedangkan dalam evolusi kesadaran, maka peningkatan kesadaran mendahului perubahan fisik, di mana entitas biologi lebih dulu sadar perlunya perubahan fisik untuk merespon perubahan lingkungan. Keduanya bisa jadi benar, relatif tergantung bagaimana kita menilai dan mengukur kesadaran.

Pada evolusi chaosik, terjadi lompatan perubahan fisik akibat dari stimulus lingkungan yang kecil saja. Evolusi chaosik terjadi misalnya ketika spesies homo terutama homo sapiens memutuskan untuk meningkatkan volume otak dan struktur otaknya secara drastis sebagai respon atas perubahan rantai makanan.

Keempat proses itu bagaimanapun tidak bersipat random, maupun arbiter.

Walaupun manusia dan kepiting memiliki "tangan" dan mata yang menghadap ke depan, tetapi masing-masing memutuskan untuk berjalan dengan cara yang berbeda, sehingga sendi-sendi kaki dikembangkan secara berbeda di mana manusia berjalan maju sedangkan kepiting berjalan ke samping. Ini tidak menunjukkan proses yang random maupun arbiter. Ini justru menunjukkan proses evolusi probalistik. Alam mungkin mempunyai sejumlah opsi evolusi, tapi tidak melakukannya dengan sesuka hati dan tidak pula asal.

Evolusi probalistik, evolusi relativistik, dan evolusi chaosik sebenarnya memiliki kecenderungan untuk bertindak secara random dan arbiter, yang hasilnya akan memunculkan banyak sekali entitas biologis yang aneh, di mana baik dilihat secara morfologi, fisiologi, metabolisme, dan genetikanya bersipat mind blowing karena keempat anasirnya tersebut seperti tidak saling sinkron dan kompatibel. Suatu entitas biologi yang hanya ada dalam imajinasi liar kita yang random dan arbiter. Tetapi dalam realitas fisik kita, baik evolusi probalistik, evolusi relativistik, maupun evolusi chaosik tampak jelas memiliki suatu blue print dan grand design.

Blind Sight

Sains berbasis filsafat materialisme menjadikan blue print yang kita sebut di atas tersebut sebagai blind spot, atau lebih tepatnya blind sight. Blind sight ini terjadi bisa memang karena tidak "melihatnya", mengabaikannya, atau menolaknya dengan berbagai dalih.

Ini seperti mirip balita yang baru mengenal komputer. Baginya komputer itu otonom, terbentuk secara mandiri, dan mekanisme serta hubungan antara komponen-komponen penyusunnya jelas, nyata, dan terukur.

Balita itu tidak tau bahwa di balik perangkat yang kasat mata itu yaitu di mana korelasi dan mekanismenya dapat dijelaskan dengan urut dan runtut itu ada mekanisme koding dan algoritma yang bekerja di belakangnya. Ada semacam blue print dan gambar besar antar komponen fisik penyusun komputer.

Dari analogi di atas tampak bahwa baik secara pasif maupun secara aktif menolak adanya aktor yang membuat koding dan algoritma softwarenya, serta blueprint yang menghubungkan hardware dengan software, software dengan software, serta hardware dengan hardware sehingga sistem komputer bisa bekerja sinkron dan saling kompatibel, adalah suatu cacat nalar yang parah.

Proses Assembly

Seperti halnya analogi di atas, proporsi terbesar kemampuan dan pencapaian sains kita selama  ini baru sebatas kemampuan "mempreteli" komponen suatu entitas tertentu. Ketika segala sesuatunya sudah terurai, pun sampai kepada entitas terkecil dan tidak terbagi lagi, kita kebingungan bagaimana menyusun itu kembali.

Proses merakit ulang ataupun membuat imitasi ternyata sangat sulit, jika pun tidak mau dikatakan mustahil, ketimbang menguraikan, menganalisis, ataupun mempreteli komponen penyusunnya dan mekanisme yang bekerja padanya.

Sains kita masih berusia balita, karena baru sebatas sanggup "mempreteli", dengan menjawab pertanyaan "bagaimana", tapi sering gagal melakukan reassembly, rekonstruksi, dan restrukturisasi. Pada dunia biologi, walaupun kita tahu molekul, unsur, dan genetika paling dasar yang menyusun suatu entitas biologi, kita tidak sanggup membentuk entitas biologi utuh dari materi-materi paling dasar tersebut, tidak pula dari partikel elementernya. Kita tidak pernah sekalipun sampai detik ini menghidupkan lalat dari susunan partikel elementer dalam model standar fisika kuantum.

Isi sebagian besar sains adalah discovery, bukan invention. Sains kita masih sekedar menemukan, dan bukan membuat dan menghasilkan.

Kombinasi dan Permutasi

Pengalaman sains kita dalam mempreteli suatu entitas ini membawa kita kepada kesadaran bahwa seharusnya berlaku prinsip permutasi dan kombinasi penuh terhadap komponen-komponen yang ada di alam ini, baik biotik maupun abiotik.

Tapi dalam level mikro kosmos, partikel elementer tidak sepenuhnya mengikuti prinsip kombinasi dan permutasi murni dalam membentuk entitas seperti atom unsur maupun molekul. Begitu juga unsur-unsur dalam tabel periodik tidak tunduk pada pada prinsip permutasi dan kombinasi murni dalam membentuk molekul atau materi atau organ. Permutasi dan kombinasi murni juga tidak terjadi dalam pembentukan materi biologi maupun organisme.

Jika prinsip permutasi dan kombinasi sepenuhnya diadopsi oleh alam, maka jumlah unsur, molekul, organisme, dan entitas langit bisa mencapai tak terhingga bukan saja dalam jumlahnya tapi juga dalam jenisnya dan variasi dari jenisnya. Tapi nyatanya keanekaragaman adalah terbatas, sebagaimana semesta juga terbatas. Alam menghubungkan entitas yang ada secara kombinasi dan permutasi, serta pada saat yang sama membangun sekat dan batasannya.

Realitas fisika elementer terhubung, membentuk dan sekaligus memiliki sekat dengan realitas kimia. Realitas kimia terhubung, membentuk dan sekaligus memiliki sekat dengan dengan realitas biologi. Realitas biologi terhubung, membentuk  dan sekaligus memiliki sekat dengan realitas kesadaran. Antara satu kesadaran dengan kesadaran lainnya terhubung dan sekaligus memiliki dinding pemisah, sehingga setiap entitas kesadaran adalah unik. Realitas sosial bisa menjadi cermin realitas individu-individu pembentuknya, tapi bisa juga dia adalah bentuk baru, jelmaan baru, dan bentuk ideal yang tidak bisa dicapai oleh individu-individu di dalamnya secara sendiri-sendiri.

Maka menjadi jelaslah bahwa evolusi dan proses mekanisme alam ini seluruhnya adalah terbentuk dengan pengaturan dan penataan yang terukur, tertakar, dan terkadar sehingga tercapai keseimbangan yang proporsional, estetis, dan pantas.

Adaptasi Manusia

Menyadari sejumlah besar kelemahan pada spesiesnya terutama dari segi kekuatan dan endurance fisik dibandingkan dengan spesies lainnya terutama dari spesies mamalia, yang bisa sangat mengancam eksistensinya, manusia merasa perlu mengembangkan suatu mekanisme adaptasi yang unik yaitu dengan mengembangkan kemampuan berpikir dan kinerja otaknya.

Ini adalah bentuk adaptasi yang belum pernah dicoba dan terjadi pada entitas biologis lainnya di biosfer ini. Pada awalnya tidak ada jaminan bahwa bentuk adaptasi dan evolusi ini akan berhasil menjaga eksistensi manusia. Alam melakukan ini bisa sepenuhnya trial and error atau dengan by design.

Bila melihat tahap evolusi dari spesies hominid dan homo lainnya sebelum homo sapiens, maka kedua proses evolusi itu baik yang trial and error dan yang by design, maka kedua proses tersebut bisa sama-sama mungkin terjadi dengan besaran kemungkinan yang sama besar. Tapi lonjakan perkembangan volume otak, kompleksitas struktur otak, dan hasil peradaban dari spesies homo terakhir seperti manusia Neanderthal, manusia Denisovan, lalu berlanjut kepada homo sapiens dapat dipahami bahwa evolusi ini terbentuk by design. Evolusi homo sapiens tampaknya terjadi dengan blue print yang telah disiapkan. Lonjakan volume otak, lonjakan kompleksitas struktur otak, lonjakan kecerdasan, lonjakan kesadaran, dan lonjakan peradaban yang dialami manusia homo sapiens tidak bisa dilakukan dengan proses evolusi yang lambat. Jikapun ada mutasi gen, maka ini adalah mutasi gen yang terukur dan tertata rapi.

Cara-cara manusia beradaptasi ini sangat berbeda dengan cara yang dilakukan entitas biologis lainnya baik dari tumbuhan, hewan, jamur, protista, maupun prokariotik.

Untuk melindungi diri dari cuaca dan predator, manusia tidak membuat cangkang seperti kerang dan siput, tapi membuat rumah dan benteng. Untuk memenuhi kebutuhan pangannya manusia mengembangkan sistem berburu, sistem bercocok tanam, dan sistem budidaya dari sejumlah besar spesies liar. Untuk menandingi kuda dan cheetah, manusia mengembangkan alat transportasi. Untuk bisa terbang secepat elang, manusia mengembangkan pesawat jet. Untuk bisa terbang bermanuver seperti capung dan nyamuk, manusia membuat helikopter. Beban-beban berat diangkut dengan mesin. Untuk melawan hawa dingin, manusia membuat pakaian. Untuk membela diri, manusia mengembangkan senjata.

Tidak seperti hewan lainnya yang adaptasi dilakukan dengan mengembangkan fungsi organ, menumbuhkan organ baru, bereproduksi secara cepat dan massif, dan melakukan mutasi gen, manusia justru beradaptasi dengan cara mengembangkan otak dan kesadarannya.

Jika evolusi otak bisa sangat berhasil pada manusia untuk beradaptasi dan menjaga kelangsungan spesiesnya, seharusnya evolusi juga mengarahkan entitas biologis lain dimulai dari spesies yang paling dekat dengan manusia secara morfologis seperti kera, yang paling dekat secara genetik seperti babi, yang paling dekat secara fisiologis seperti tikus, dan yang paling dekat secara kecerdasan seperti anjing untuk juga mengikuti jalur evolusi manusia.

Manusia secara fisik hanyalah bagian dari substansi dunia yang umum dan universal di alam, yaitu tersusun dari gugus karbon dan interaksi partikel elementer, namun manusia begitu terorganisir sehingga mampu mengetahui kebenaran, mengendalikan alam, mendambakan kebaikan, dan mengalami keindahan yang tak terucapkan. Manusia adalah entitas biologis yang mengalami revolusi kesadaran, yang dengannya itu manusia mampu beradaptasi menghadapi tantangan lingkungan.

Teori Evolusi Darwin dalam Persepektif Teori Assembly

Semakin kompleks suatu entitas biologis, semakin kompleks pula proses assembly-nya. Assembly fisik tampak dalam sistem morfologinya. Assembly kimiawi tampak dalam sistem fisiologis dan sistem metabolismenya. Sistem metabolisme juga merupakan proses assembly thermodinamika energi. Assembly genetis tampak dalam sistem genomnya. 

Kesemua proses assembly itu harus bekerja simultan, sinkron, kompatibel, dan menghasilkan "gambar besar" yang harmonis, indah, dan fungsional. Kita bisa melihat ada kerja yang terorganisir, terkoordinasi, dan terdesain baik dalam proses assembly ini. Ini melibatkan pertukaran informasi di antara semua sistem yang terlibat. Sebuah kerja yang melibatkan tekhnologi CRISPR, Click Chemistry, Quantum Dots, dan Sistem Informasi Qubit yang canggih dan rumit.

Menyederhanakan semua proses ini ke dalam satu frasa sederhana seperti Natural Selection dan Survival of the Fittest bukan saja tampak terlalu menyederhanakan, tapi bahkan tolol.

Membangun Narasi Evolusi Secara Lengkap

Ketika seekor burung ingin mengubah menu makanannya karena melihat ada makanan yang tampaknya lebih lezat dan lebih berlimpah, dia bukan saja harus memodifikasi paruhnya, tapi juga sistem pencernaannya dan gen-gennya pula. Burung itu harus secara sadar menjamin hasil dari modifikasi yang dia buat dengan sendirinya itu bukan saja fungsional dan dapat diwariskan, tapi juga harus menjamin "kenyamanan dan keamanan" dirinya dalam menjalani kehidupan selanjutnya, sebagai individu maupun sebagai spesies.

Ketika seekor ikan memutuskan untuk hidup di darat, dia harus sadar dengan motivasi dan alasan dia hidup di darat; merancang bentuk kaki yang dibutuhkan, jumlah kakinya, jumlah jari-jari kakinya, seberapa cepat dia harus bergerak terutama untuk mencari makanan dan menghindari predator; memodifikasi sistem pernapasannya; sistem pencernaannya; menambah panjang rantai DNA-nya dengan menambah, memotong, membuang, memodifikasi dan mengubah susunan gen-nya; dan merancang bentuk tubuh yang paling cocok untuk hidup di darat.

Mungkin untuk menumbuhkan kaki itu, ikan tersebut perlu secara rutin menggesekkan perutnya ke batu atau pasir, setiap hari melompat ke darat untuk melatih dan memodifikasi sistem pernapasannya, ataupun mulai mencicipi sedikit demi sedikit makanan yang tersedia di darat utuk memodifikasi sistem pencernaannya.

Jika sekedar ingin menghilangkan salah satu organ tubuhnya, ikan tersebut bisa saja dengan tidak menggunakan organ tersebut dalam jangka waktu lama. Bisa juga dengan mengaktifkan secara intensif penggunaan organ tertentu jika ingin meningkatkan fungsional organ tersebut. Tapi untuk menumbuhkan satu organ baru, atau sekedar menumbuh satu tambahan jari baru, tidak semudah itu, Ferguso...

Jangan Terkecoh oleh Fenotipe

Perempuan karena dorongan evolusi, dalam banyak narasi disebutkan, memilih lelaki yang paling kuat, paling berkuasa, paling kaya, dan paling cerdas untuk dijadikan suami mereka agar dengan begitu seleksi alam bekerja, sehingga anak-anak yang kuat, cerdik, dan cerdas saja yang akan lahir. Tapi selain anak-anak yang kuat, cerdik, dan cerdas, ternyata masih lahir juga anak-anak yang lemah. Sementara anak-anak yang unggul pun tidak mengakumulasi semua keunggulan yang dimiliki oleh ayah dan ibunya. 

Jikapun setiap kali lahir anak-anak yang lemah itu dibunuh dengan harapan di kemudian hari hanya akan lahir cucu dan cicit yang semuanya unggul, semakin hari setelah belasan generasi berlalu yang lahir justru semakin banyak cucu dan cicit yang lemah. Pada akhirnya setelah puluhan generasi anak-anak yang lahir dalam kondisi fisik dan psikis yang lemah semakin sering muncul. Lalu dengan rasa menyesal anak-anak yang lemah itu dibiarkan hidup, sehingga populasi orang-orang lemah semakin dominan.

 Mengapa begitu? 

Mendel dalam kasus ini benar. Ada sifat yang fenotipe dan ada sifat yang genotipe. Ada sifat yang menonjol dan ada sifat yang tersembunyi. 

Mendel memulai percobaan genetikanya dengan kacang polong. Hasilnya, komposisi sifat menonjol dengan sifat tersembunyi mengikuti pola matematika tertentu. Genetika kacang polong mungkin masih sederhana karena jumlah gen yang terlibat masih sedikit. Tapi bagaimana dengan manusia yang jumlah gennya lebih dari 25.000 dengan panjang 200 triliun meter?

Anak-anak yang unggul masih membawa sejumlah besar gen sifat-sifat lemah dalam dirinya. Sementara anak-anak yang lemah juga membawa gen sifat-sifat unggul dalam dirinya. Ketika anak-anak lemah yang membawa gen-gen sifat unggul dibunuh, maka sifat-sifat unggul perlahan hilang. Sedangkan sifat-sifat lemah yang terdapat dalam anak-anak yang unggul akan menjadi dominan 

Jadi? 

Percuma perempuan mencari lelaki unggul karena pada akhirnya keunggulan itu diwariskan ke anak, ke cucu, ke cicit secara acak dan di luar kendali kesadaran manapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun