Pendahuluan
Ki Ageng Suryomentaram (20 Mei 1892 - 18 Maret 1962)
Merupakan putra ke-55 dari pasangan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandojo, putri Patih Danurejo VI. Ki Ageng Suryomentaram lahir di Yogyakarta dan memiliki nama bangsawan Bendoro Raden Mas (BRM) Kudiarmadji dan setelah umur 18 tahun diberi nama kebangsawanan Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Suryomentaram.Â
Ki Ageng Suryomentaram adalah seorang filsuf dan tokoh pemikir dari Indonesia yang mendalami kehidupan spiritual dan psikologi Jawa. Ia mengembangkan konsep yang disebut Ilmu Kawruh Jiwa, yaitu sebuah ajaran yang bertujuan membantu manusia memahami dirinya sendiri, menerima segala kekurangan dan kelebihan, serta mencapai kebahagiaan sejati.
Beliau juga menjadi guru dari suatu aliran kebatinan yang bernama Kawruh Begja atau Ilmu Begja yang memiliki arti ilmu bahagia. Salah satu ajaran moral dari Ilmu Begja yang sangat populer pada masa itu adalah Aja Dumeh yang artinya jangan menyombongkan diri, jangan membusungkan dada, jangan mengecilkan orang lain karena diri sendiri lebih berpangkat tinggi, berkuasa atau kaya raya, sebab manusia itu pada hakikatnya adalah sama.Â
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di lingkungan istana, Raden Mas Sujana merasa terjebak dalam kehidupan feodal yang membatasi kebebasan berpikir. Ia akhirnya meninggalkan gelar kebangsawanannya dan memilih hidup sederhana di tengah rakyat jelata. Keputusannya ini mencerminkan semangat pembebasan dari belenggu materialisme dan status sosial, yang kemudian menjadi inti ajaran dan pemikirannya. Ia kemudian dikenal dengan nama Ki Ageng Suryomentaram.
Ajaran Ki Ageng Suryomentaram tidak hanya relevan pada masanya, tetapi juga pada zaman modern ini. Pemikirannya tentang kesederhanaan dan introspeksi menjadi solusi bagi berbagai tekanan dalam kehidupan modern yang cenderung materialistis. Melalui Kawruh Jiwa, ia mengajarkan pentingnya keseimbangan antara kebutuhan fisik dan spiritual.
Salah satu warisan besarnya adalah pendirian berbagai komunitas diskusi yang mengajarkan Kawruh Jiwa. Ajaran ini disampaikan secara sederhana, menggunakan bahasa sehari-hari sehingga mudah dipahami oleh masyarakat umum. Selain itu, prinsip hidup Ki Ageng menginspirasi banyak tokoh, baik dalam dunia spiritual, pendidikan, maupun budaya. Pemikirannya sering dijadikan rujukan untuk memahami cara hidup sederhana namun bermakna.
Ki Ageng Suryomentaram membagi jiwa manusia ke dalam tiga komponen utama, yaitu:
- Pengawikan (kesadaran): Kemampuan mengenali dan memahami diri sendiri.
- Pengraosan (perasaan): Bagaimana manusia merespons berbagai pengalaman hidup.
- Pengertian (pemahaman mendalam): Wawasan tentang makna kehidupan yang lebih luas.
Ki Ageng juga mengajarkan konsep "kebahagiaan tanpa syarat," yaitu kebahagiaan yang tidak terpengaruh oleh kondisi eksternal. Dimana Ia percaya bahwa dengan mengenal dan menerima diri sendiri, manusia dapat mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan sejati. Dalam perjalanannya, Ki Ageng banyak berinteraksi dengan masyarakat dari berbagai lapisan, mendalami perasaan manusia, dan mempelajari dinamika kehidupan. Pengalaman inilah yang menjadi dasar bagi ajaran-ajarannya, yang sering disebut sebagai Ilmu Kawruh Jiwa.
Bahagia menurut Ki Ageng Suryomentaram adalah hidup sewajarnya. Yaitu hidup secara tidak berlebih-lebihan dan juga tidak berkekurangan. Dan hidup sewajarnya itu oleh Ki Ageng dirumuskan dalam NEMSA (6-SA):Â
1) Sa-butuhne (sebutuhnya)
2) Sa-perlune (seperlunya)
3) Sa-cukupe (secukupnya)
4) Sa-benere (sebenarnya)
5) Sa-mestine (semestinya)
6) Sa-penake (seenaknya)
Untuk sampai pada itu semua, maka Ki Ageng menawarkan rumusan kawruh jiwa, metode meruhi pribadinipun piyambak, metode untuk mengetahui diri sendiri. Jika kita sebagai manusia mengetahui diri sendiri, memahami dirinya sendiri secara jujur, maka kita akan mengerti orang lain, dan akan paham lingkungannya. Jika sudah demikian, kita akan menjadi orang yang bahagia. Untuk menjadi bahagia, Manusia tahu takarannya, yaitu 6 SA.
Apa Makna Dari Keenam SA Menurut Ki Ageng Suryomentaram?
Adapun makna 6 SA yang dikemukakan oleh Ki Ageng Suryomentaram dalm mengolah diri dan batin, yaitu:
1) Sa-butuhne (sebutuhnya)Â
Maknanya yaitu kita sebagai manusia hanya perlu mengambil atau menggunakan sesuatu sesuai dengan kebutuhan kita. Jangan berlebihan atau kekurangan, sehingga hidup akan menjadi lebih efisien dan terhindar dari keserakahan.Â
2) Sa-perlune (seperlunya)
Artinya, hendaklah kita melakukan sesuatu berdasarkan tingkat kepentingan dan urgensinya. Ini berpacu pada prioritas dan efisiensi dalam bertindak, sehingga tidak menyia-nyiakan waktu atau sumber daya.Â
3) Sa-cukupe (secukupnya)
Ini merujuk pada ajaran dalam kepuasan terhadap apa yang dimiliki, tanpa adanya keinginan yang berlebihan. Dengan ini, seseorang akan dapat merasa lebih cukup dan hidup lebih damai.
4) Sa-benere (sebenarnya)
SA ini mengajarkan kita untuk bertindak sesuai dengan kebenaran dan kejujuran. Hal ini penting untuk menjaga integritas dan ketenangan hati karena tidak ada beban dari kebohongan atau ketidakjujuran. Sehingga akan merasa lebih aman jiwa dan batin kita.
5) Sa-mestine (semestinya)
ini berarti menjalankan sesuatu sesuai dengan aturan atau kodrat alam. Hal ini mengajarkan kita sebagai manusia untuk bertindak sesuai norma dan kaidah yang berlaku, untuk menjaga keharmonisan hidup.Â
6) Sa-penake (seenaknya)
SA ini mengandung arti menjalani hidup dengan santai dan tanpa tekanan, namun harus tetap bertanggung jawab. Ini mengajarkan kita tentang  keseimbangan antara bekerja keras dan menikmati hidup. Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya mengenali emosi yang muncul dalam diri, menghadapinya tanpa penolakan atau keterikatan, sehingga tidak menjadi sumber penderitaan. Contoh, saat marah, kita perlu menyadari emosi itu tanpa segera bereaksi negatif, seperti berteriak atau memaki.
NEM- SA ini merupakan prinsip hidup sederhana yang mengajak manusia untuk hidup dengan wajar, tidak berlebihan, dan selalu menjaga keseimbangan antara kebutuhan, kejujuran, dan kenyamanan. Ajaran ini sangat relevan untuk kehidupan sehari-hari dalam mencapai kebahagiaan dan ketenangan dalam kehidupan jaman ini. Dengan memahami dan menerapkan 6 SA, seseorang dapat mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan sejati.Â
Dalam kehidupan, kita diajak untuk lebih banyak bersikap tenang dan memahami bahwa peristiwa di luar sering kali tidak bisa kita kendalikan, akan tetapi bagaimana respons terhadapnya dapat kita atur sendiri. Contoh, saat menghadapi kegagalan, kita harus belajar menerimanya dan menganggap kegagalan itu sebagai bagian dari proses hidup.
Dalam penerapannya dalam upaya pencegahan korupsi dan transformasi, 6 SA menurut Ki Ageng Suryomentaram memiliki relevansi yang signifikan dalam pencegahan korupsi dan transformasi karakter individu maupun organisasi. Misalnya:
- Prinsip ini mendorong individu untuk tidak serakah atau mengambil lebih dari apa yang dibutuhkan, misalnya dana masyarakat atau dana untuk fasilitas publik. Serta membangun budaya efisiensi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya.
- Prinsip ini menegaskan pentingnya menggunakan dana atau wewenang hanya untuk keperluan yang benar-benar relevan dan sesuai tujuan, sehingga menciptakan pola kerja yang fokus pada prioritas, menghindari pemborosan, dan mempercepat perubahan positif.
- Prinsip ini juga sangat relevan dalam mencegah korupsi yaitu dengan menghilangkan keinginan untuk memperkaya diri secara ilegal, ini menumbuhkan budaya integritas dan mengurangi risiko perilaku menyimpang.
- Sebagai landasan integritas pribadi yang menghindarkan individu dari kebohongan atau manipulasi, serta membangun kepercayaan dalam organisasi dan masyarakat melalui transparansi dan akuntabilitas.
- Pencegahan korupsi sangat membutuhkan prinsip ini karena memastikan seseorang menjalankan tugas sesuai hukum dan etika.
- Dalam transformasi, ini menanamkan disiplin dan memastikan semua tindakan berjalan selaras dengan visi perubahan.
- Prinsip ini mengajarkan keseimbangan antara kebebasan bertindak dan tanggung jawab moral serta profesional, sehingga mencegah penyalahgunaan wewenang dan menanamkan rasa nyaman dalam perubahan sehingga resistensi terhadap inovasi berkurang.
Ajaran 6 SA ini tentu saja menjadi panduan moral untuk mencegah korupsi dan mendorong transformasi dengan menanamkan kesederhanaan, kejujuran, dan tanggung jawab. Nilai-nilai ini yang akan mendorong perubahan dari tingkat individu hingga organisasi, menciptakan budaya yang lebih bersih, adil, dan harmonis. Integrasi ajaran ini ke dalam kebijakan publik dan pelatihan karakter dapat menjadi langkah efektif untuk membangun masyarakat antikorupsi dan progresif
Ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram menawarkan landasan filosofis dan psikologis untuk memimpin diri sendiri melalui introspeksi, pengelolaan emosi, dan pengembangan relasi sosial. Dengan menerapkannya, seseorang dapat menjadi pemimpin yang tidak hanya efektif tetapi juga memiliki harmoni batin. Transformasi diri melalui ajaran ini tidak hanya relevan untuk kehidupan individu tetapi juga dapat berkontribusi pada harmoni sosial.
Ki Ageng Suryomentaram, seorang filsuf Jawa yang hidup pada abad ke-20, merupakan salah satu tokoh yang memberikan kontribusi besar terhadap khazanah filsafat Nusantara. Melalui gagasan-gagasannya, ia berhasil menyederhanakan filosofi kehidupan yang kompleks menjadi sesuatu yang mudah dipahami, namun memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Salah satu konsep utama yang ia kembangkan adalah NEM-SA, yang memiliki arti mendalam tentang bagaimana manusia memahami diri sendiri, keseimbangan hidup, dan hakikat kebahagiaan sejati.
Konsep NEM-SA sendiri merupakan akronim dari dua kata, yaitu NEM yang berarti senang, dan SA yang berarti susah. Dalam konteks filsafat Ki Ageng Suryomentaram, NEM-SA adalah cara pandang tentang bagaimana manusia memahami pengalaman hidup, baik yang menyenangkan (NEM) maupun yang menyusahkan (SA). Konsep ini mengajarkan bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari kedua hal tersebut, dan kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai jika seseorang mampu menerima keduanya dengan bijak.
Menurut Ki Ageng Suryomentaram, manusia sering terjebak dalam keinginan untuk terus-menerus meraih kesenangan dan menghindari kesusahan. Hal ini tentu saja akan menciptakan penderitaan batin karena manusia tidak mampu berdamai dengan kenyataan hidup yang tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu, melalui konsep NEM-SA, ia mengajarkan pentingnya menerima segala bentuk pengalaman hidup secara seimbang, tanpa adanya keinginan yang berlebihan atau rasa takut yang mendalam.
Dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang ditemukan di luar diri manusia, melainkan berasal dari dalam diri. Kebahagiaan sejati, menurutnya, terletak pada kemampuan seseorang untuk mengenali dan memahami dirinya sendiri. Proses ini disebut sebagai ngelmu rasa, yakni ilmu tentang rasa atau perasaan. Melalui ngelmu rasa, seseorang diajak untuk mengamati dan memahami bagaimana perasaan senang dan susah muncul dalam dirinya. Dengan memahami asal-usul dan mekanisme munculnya perasaan tersebut, seseorang akan lebih mudah untuk membebaskan diri dari penderitaan batin yang disebabkan oleh keterikatan pada hal-hal yang bersifat sementara. Konsep ini memberikan pandangan bahwa kebahagiaan tidak bergantung pada kondisi eksternal, melainkan juga internal dimana pada sikap batin yang menerima segala sesuatu apa adanya.
Konsep NEM-SA memiliki relevansi yang sangat besar dalam kehidupan modern. Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, banyak orang yang merasa terjebak dalam lingkaran keinginan untuk terus mencapai kesuksesan atau kebahagiaan materiil. Akibatnya, mereka sering merasa stres, cemas, atau tidak puas dengan kehidupan.
Dengan memahami dan menerapkan NEM-SA, seseorang diajak untuk mengubah cara pandang terhadap kehidupan. Berikut adalah beberapa cara penerapan konsep ini dalam kehidupan sehari-hari:
Menerima Rasa Senang dan Susah Sebagai Bagian dari Kehidupan
Kita tahu bahwa tidak ada kehidupan yang selalu penuh dengan kesenangan, begitu pula tidak ada kehidupan yang selalu dipenuhi kesusahan. Dengan menerima kenyataan bahwa kedua hal ini adalah bagian dari kehidupan, seseorang akan lebih mudah untuk dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih tenang dan bijaksana.Mengurangi Keterikatan pada Keinginan Berlebihan
Keterikatan pada keinginan sering menjadi sumber penderitaan. Ketika seseorang terlalu bergantung pada pencapaian dan keinginan tertentu untuk merasa bahagia, ia akan lebih mudah kecewa apabila keinginan tersebut tidak tercapai. Sebaliknya, dengan bersikap ikhlas dan menerima apa yang ada, seseorang dapat menemukan ketenangan batin.Melatih Kesadaran Diri
Dalam praktik NEM-SA, melatih kesadaran diri menjadi sangat penting. Dengan merenungkan perasaan yang muncul dalam diri, baik yang senang maupun yang susah, seseorang akan lebih mudah untuk memahami dirinya dengan lebih baik. Hal ini memungkinkan individu untuk menghadapi kehidupan dengan sikap yang lebih bijak.
Konsep NEM-SA memiliki akar yang kuat dalam budaya dan filosofi Jawa. Dalam tradisi Jawa, kehidupan sering digambarkan sebagai perjalanan menuju keseimbangan atau harmoni. Prinsip ini tercermin dalam berbagai ungkapan seperti "urip iku sawang sinawang" yang artinya "hidup itu saling melihat" atau "alon-alon asal kelakon" yang artinya pelan-pelan asal terlaksana.
Filosofi Jawa mengajarkan bahwa kehidupan tidak selalu berjalan sesuai harapan, namun itu bukanlah alasan untuk menyerah. Sebaliknya, kita diajak untuk menerima kehidupan dengan sikap nrimo ing pandum, yakni menerima apa yang telah ditentukan oleh Tuhan dengan lapang dada. Konsep NEM-SA melengkapi ajaran ini dengan memberikan penekanan pada pentingnya memahami dan mengelola perasaan senang dan susah secara bijaksana.
Meskipun konsep NEM-SA terdengar sederhana, namun penerapannya di dalam kehidupan nyata tidaklah mudah. Salah satu tantangan terbesar adalah kecenderungan manusia untuk terus-menerus mengejar hal-hal yang dianggap membawa kebahagiaan, seperti kekayaan, prestasi, atau pengakuan. Hal ini sering kali membuat seseorang lupa untuk merenungkan makna kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena umumnya manusia sulit untuk menahan nafsu mereka sendiri.
Selain itu, budaya modern yang cenderung materialistis juga menjadi hambatan dalam menerapkan konsep NEM-SA. Dalam lingkungan masyarakat yang menilai kesuksesan berdasarkan pencapaian materi, akan sulit bagi seseorang untuk menerima kesusahan sebagai bagian alami dari kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan usaha yang kuat untuk menginternalisasi nilai-nilai NEM-SA dalam kehidupan sehari-hari.
Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi manusia modern, konsep NEM-SA menawarkan solusi yang relevan dan mendalam. Dengan memahami dan menerapkan konsep ini, seseorang dapat menemukan kedamaian batin di tengah hiruk-pikuk kehidupan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa NEM-SA masih relevan hingga saat ini:
Meningkatkan Kesehatan Mental
Salah satu dampak positif dari penerapan NEM-SA adalah meningkatnya kesehatan mental. Dengan menerima kehidupan apa adanya, seseorang dapat mengurangi stres, kecemasan, dan tekanan emosional yang sering kali disebabkan oleh keinginan yang tidak terpenuhi. Sehingga kesehatan mental kita akan lebih stabil dan lebih mudah untuk dikontrol.Mengajarkan Sikap Syukur dan Ikhlas
Dalam konsep NEM-SA, seseorang diajak untuk mensyukuri apa yang dimiliki dan menerima apa yang terjadi dengan sikap ikhlas. Sikap ini dapat membantu seseorang menghadapi tantangan hidup dengan lebih optimis dan penuh rasa syukur. Dengan memahami bahwa kehidupan adalah perpaduan antara senang dan susah, seseorang dapat lebih mudah berempati terhadap orang lain. Hal ini memungkinkan terciptanya hubungan yang lebih harmonis, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun tempat kerja.
Ajaran Ki Ageng Suryomentaram melalui NEM-SA bertujuan untuk membantu manusia mencapai "kemerdekaan batin", yaitu hidup tanpa keterikatan yang berlebihan pada keinginan atau penderitaan akibat emosi negatif. Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan kualitas hidup dengan mengarahkan kita pada kebahagiaan yang lebih mendalam dan bermakna.Â
Konsep NEM-SA Ki Ageng Suryomentaram adalah warisan budaya dan filsafat yang sangat berharga. Melalui ajarannya, ia mengingatkan kita untuk memahami hakikat kehidupan dengan lebih bijaksana, menerima perasaan senang dan susah sebagai bagian dari pengalaman hidup, dan menemukan kebahagiaan sejati melalui kesadaran diri.
Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh tantangan, NEM-SA menjadi panduan yang relevan untuk menjalani kehidupan dengan sikap yang tenang, penuh syukur, dan bijaksana. Dengan menerapkan ajaran ini, kita dapat menciptakan kehidupan yang lebih seimbang, harmonis, dan bermakna.
Mengapa Ajaran Ki Ageng Suryomentaram Penting Dalam Upaya Pencegahan Korupsi Dan Transformasi?Â
Seperti yang kita ketahui sebelumnya, bahwa prinsip NEMSA (6 SA) milik Ki Ageng Suryomentaram merupakan prinsip yang sangat relevan bagi kehidupan sehari-hari. Dimana prinsip ini sangat penting dalam membantu upaya pencegahan korupsi dan transformasi. Penerapan ajaran Ki Ageng Suryomentaram dapat menjadi salah satu solusi untuk membentuk budaya anti-korupsi yang dimulai dari tingkat individu, lalu meluas ke tingkat masyarakat.Â
Ajaran Ki Ageng Suryomentaram, yang dikenal sebagai tokoh filsafat Jawa, memiliki relevansi yang signifikan dalam pencegahan korupsi dan transformasi sosial. Gagasan utama dalam ajarannya, seperti pentingnya kesadaran diri, kejujuran, dan keseimbangan batin, menjadi prinsip yang esensial dalam membangun masyarakat yang berintegritas. Berikut adalah beberapa alasan mengapa ajarannya penting dalam konteks tersebut:
1. Pentingnya Kesadaran Diri
Ki Ageng Suryomentaram menekankan perlunya memahami "rasa" atau kesadaran batin untuk mengenali keinginan dan hawa nafsu yang dapat menyesatkan. Dalam konteks pencegahan korupsi, ajaran ini membantu individu untuk introspeksi dan mengontrol dorongan-dorongan egoistik, seperti keserakahan atau kekuasaan. Dengan kesadaran ini, seseorang akan lebih sulit tergoda untuk melakukan tindakan korup.
2. Pengembangan Moralitas dan Kejujuran
Ajaran beliau mengajarkan pentingnya menjadi jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Nilai ini relevan dalam transformasi sosial karena mendorong terciptanya budaya yang transparan dan bertanggung jawab. Jika kejujuran menjadi prinsip dasar individu dalam menjalankan peran di masyarakat, maka peluang korupsi akan semakin kecil.
3. Kesederhanaan dan Menghindari Materialisme
Ki Ageng Suryomentaram mempromosikan kehidupan yang sederhana dan tidak terikat pada materi. Korupsi sering kali berakar pada obsesi terhadap kekayaan dan kemewahan. Dengan mempraktikkan nilai-nilai kesederhanaan, seseorang dapat mengurangi motivasi untuk menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi.
4. Pemberdayaan Spiritual untuk Transformasi Sosial
Transformasi yang dimaksud tidak hanya menyentuh aspek struktural, tetapi juga nilai-nilai yang mendasari interaksi sosial. Ajaran beliau tentang keseimbangan batin dan harmoni sosial memberikan pendekatan yang unik untuk menciptakan masyarakat yang lebih etis dan manusiawi.
Di era modern ini, ajaran ini bisa kita terapkan melalui pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai integritas, empati, dan pengendalian diri. Dalam upaya pemberantasan korupsi, pendekatan berbasis spiritual ini melengkapi strategi hukum dan struktural dengan memberikan fondasi moral yang kokoh.
Enam SA versi Ki Ageng Suryomentaram ini dapat kita terapkan didalam kehidupan kita pribadi untuk mengenal diri sendiri, dan memahami diri sendiri, atau sering disebut juga "pengawikan pribadi." pengawikan pribadi ini bertujuan untuk mengendalikan keinginan pada:
1. Semat (keinginan material)
Misalnya seperti harta atau kekayaan, rasa nyaman atau keenakan, dan tabiat atau kesenangan.
2. Derajat (keinginan untuk diakui orang lain)
Misalnya seperti keluhuran, kemulyaan atau dimuliakan, serta senang apabila selalu dibangga-banggakan.
3. Kramat (status sosial/keinginan untuk menguasai)
Misalnya seperti ingin dipuji-puji, dipercayakan, disegani dan memiliki kekuasaan penuh.
Transformasi memimpin diri sendiri dimulai dari pemahaman mendalam tentang diri dan kemampuan untuk mengarahkan pikiran, perasaan, serta tindakan ke arah yang lebih baik. Berikut ini beberapa alasan mengapa ajaran ini sangat penting:
1. Kesadaran Diri Sebagai Dasar Kepemimpinan
Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan konsep ngelmu rasa, yaitu memahami dan mengenali perasaan serta dorongan dalam diri. Dalam memimpin diri sendiri, kesadaran ini membantu individu untuk mengenali kelemahan dan kekuatan pribadi, sehingga dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan tidak dikendalikan oleh emosi negatif seperti ego, kemarahan, atau keserakahan.
2. Pengendalian Emosi
Salah satu inti ajaran Ki Ageng adalah pentingnya mencapai keseimbangan batin (samadi rasa). Dalam memimpin diri sendiri, pengendalian emosi ini penting agar seseorang tetap tenang menghadapi tantangan, mengambil keputusan yang rasional, dan tidak mudah terpengaruh oleh tekanan eksternal.
3. Kesederhanaan dalam Hidup
Ki Ageng menekankan kehidupan yang sederhana, tidak terikat pada ambisi materialistik. Dalam memimpin diri sendiri, sikap ini membantu seseorang untuk fokus pada nilai-nilai yang lebih esensial, seperti tanggung jawab, kebermanfaatan, dan kebahagiaan yang berasal dari dalam diri, bukan dari pencapaian eksternal semata.
4. Refleksi dan Introspeksi
Ajaran Ki Ageng menekankan pentingnya refleksi untuk memahami makna hidup dan tujuan sejati. Dalam konteks memimpin diri sendiri, introspeksi ini memungkinkan individu untuk terus memperbaiki diri, belajar dari pengalaman, dan berkembang secara berkelanjutan.
5. Meningkatkan Empati dan Harmoni
Ajaran Ki Ageng juga menanamkan nilai empati dan keselarasan dengan lingkungan sosial. Dalam memimpin diri sendiri, kemampuan ini mendorong seseorang untuk lebih peduli terhadap dampak tindakannya terhadap orang lain, sehingga menciptakan hubungan yang harmonis dan saling mendukung.
Dalam dunia yang penuh tekanan dan kompleksitas, ajaran Ki Ageng Suryomentaram memberikan pendekatan yang sederhana namun mendalam untuk membantu seseorang menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Dengan berfokus pada keseimbangan batin, nilai-nilai spiritual, dan introspeksi, individu dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih bijaksana, percaya diri, dan bermakna. Ajaran Ki Ageng Suryomentaram menjadi panduan yang relevan bagi individu yang ingin memimpin dirinya sendiri secara efektif dengan memperkuat kesadaran batin, pengendalian diri, dan harmoni hidup.Â
Contohnya dalam menghadapi dilema hidup, seseorang dapat menggunakan ajaran refleksi batin Ki Ageng untuk menemukan solusi yang paling selaras dengan nilai-nilai dirinya. begitu juga dalam mengelola stres, ajaran tentang pengendalian emosi membantu seseorang tetap tenang dan tidak reaktif.Â
Dalam konteks kehidupan modern yang penuh tekanan, ajaran Ki Ageng menjadi alat praktis untuk mengelola stres dan membangun resilien. Dengan mengintegrasikan aspek rasional dan emosional, konsep ini relevan sebagai pendekatan psikologi lokal yang dapat melengkapi teori Barat, seperti yang digagas oleh Sigmund Freud atau George Herbert Mead.
Selain itu, Ki Ageng mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak tergantung pada faktor eksternal, melainkan pada olah rasa. Dengan prinsip ini, individu dapat lebih fokus pada hal-hal esensial dalam hidup, seperti keseimbangan antara kebutuhan material dan spiritual.
Bagaimana Penerapan Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram Dalam Kehidupan Sehari-Hari?
Kita ambil sebuah contoh kasus,misalnya:
Pada 6 Desember 2020 lalu, KPK menetapkan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek pada tahun 2020.
Kasus yang melibatkan pejabat tinggi Kementerian Sosial (Mensos) Juliari Batubara, yang terbukti melakukan korupsi dana bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat terdampak COVID-19. Juliari memotong dana bansos sebesar Rp10.000 per paket, sehingga total kerugian negara mencapai sekitar Rp17 miliar. Dana yang seharusnya membantu masyarakat justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Latar Belakang Kasus
- Tujuan Dana Bansos: Pemerintah Indonesia mengalokasikan dana bansos untuk membantu masyarakat terdampak pandemi COVID-19, khususnya masyarakat miskin, guna memenuhi kebutuhan dasar selama masa pembatasan sosial.
- Program Pengadaan: Kemensos bertugas menyalurkan bantuan dalam bentuk sembako kepada masyarakat miskin di wilayah Jabodetabek. Nilai proyek pengadaan bansos mencapai Rp5,9 triliun untuk 272 kontrak pengadaan.
Modus Operandi
- Pemotongan Fee: Menteri Sosial saat itu, Juliari Batubara, diduga meminta komisi atau fee dari setiap paket bansos yang disalurkan. Besarannya adalah Rp10.000 per paket sembako, dengan nilai per paket sekitar Rp300.000.
- Keterlibatan Pihak Ketiga: Pengadaan bansos dilakukan melalui penunjukan langsung kepada sejumlah rekanan. Beberapa perusahaan ditunjuk untuk mengemas dan mendistribusikan sembako dengan syarat memberikan komisi kepada pejabat terkait.
- Pengumpulan Uang Suap: Uang yang terkumpul dari fee tersebut dikumpulkan oleh sejumlah pejabat Kemensos dan diberikan kepada Juliari Batubara.
Fakta Penting
Penangkapan Juliari Batubara:
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka pada Desember 2020.
- Penetapan ini berdasarkan operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menemukan uang tunai dalam mata uang rupiah dan asing senilai Rp14,5 miliar yang diduga berasal dari fee bansos.
Skema Penggelapan:
- Total nilai suap yang diterima Juliari Batubara dari kasus ini diperkirakan mencapai Rp32,4 miliar.
- Uang ini digunakan untuk kepentingan pribadi dan politik.
Peran Pejabat Lain:
- Pejabat Kemensos seperti Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono juga terlibat aktif dalam pengumpulan fee dari rekanan bansos.
- Para rekanan juga dipaksa untuk menyetor komisi agar bisa mendapatkan proyek bansos.
Dampak Kasus
- Kepercayaan Publik: Kasus ini memicu kemarahan masyarakat, karena dana bansos yang seharusnya membantu warga terdampak pandemi justru dikorupsi.
- Penegakan Hukum:
- Juliari Batubara dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta pada 23 Agustus 2021.
- Selain hukuman pidana, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar.
- Pejabat lain yang terlibat juga menerima hukuman yang sesuai dengan tingkat keterlibatannya.
Pelajaran yang dapat diambil dari Kasus Ini
- Pengawasan dan Transparansi: Pentingnya mekanisme pengawasan yang ketat dalam distribusi bantuan sosial untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
- Sanksi Tegas: Penerapan hukuman berat terhadap pelaku korupsi diharapkan dapat memberikan efek jera.
- Pengelolaan Dana Publik: Kasus ini menekankan perlunya perbaikan sistem pengelolaan dana publik agar tidak ada celah bagi korupsi.
Sehingga dari kasus diatas tentu dapat kita jadikan sebagai pembelajaran, dimana seseorang yang melakukan hal yang tidak baik atau tidak bertanggung jawab atas pekerjaannya di awal, maka akan berakhir tidak baik pula. Karena perbuatannya sendiri, ia malah mendapat hukuman karena sudah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan banyak negara dan masyarakatnya.
Ajaran Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa kebahagiaan sejati (tentrem lan slamet) berasal dari hati yang bersih, tidak terikat pada materi, dan hidup sesuai nilai-nilai kejujuran. Jika prinsip ini diterapkan, tindakan korupsi seperti pada kasus dana bansos bisa dicegah. Berikut beberapa poin penerapan:
Dalam kasus ini, pelaku korupsi menunjukkan keterikatan yang besar pada kekayaan material, meskipun sudah memiliki kedudukan tinggi. Prinsip Ki Ageng mengajarkan bahwa kekayaan hanyalah ilusi kebahagiaan, dan obsesi terhadap materi justru menciptakan kegelisahan.
Introspeksi sesuai prinsip ngelmu rasa dapat membantu pelaku menyadari bahwa perbuatannya akan merugikan banyak orang yang membutuhkan. Dengan memahami dampaknya, ia dapat memilih untuk bertindak sesuai hati nurani.
Dalam situasi pandemi, tanggung jawab moral pejabat adalah membantu masyarakat. Ajaran Ki Ageng mengingatkan bahwa hidup yang jujur dan bertanggung jawab memberikan ketenangan batin yang jauh lebih berharga dibandingkan keuntungan materi yang diperoleh secara tidak halal.
Prinsip pengendalian rasa (samadi rasa) dapat membantu pejabat seperti Juliari menghindari godaan untuk memanfaatkan jabatan demi keuntungan pribadi. Dengan memahami rasa puas atas apa yang sudah dimiliki, seseorang dapat terhindar dari perilaku serakah.
Korupsi telah menjadi salah satu permasalahan terbesar yang menghambat kemajuan bangsa Indonesia. Fenomena ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak moralitas, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan tatanan sosial. Untuk mengatasi korupsi, berbagai pendekatan telah dilakukan, mulai dari perbaikan sistem hukum hingga penguatan pengawasan. Namun, upaya tersebut belum sepenuhnya membuahkan hasil optimal. Oleh karena itu, penting untuk mengeksplorasi pendekatan yang lebih mendalam, seperti penerapan nilai-nilai kebatinan Ki Ageng sebagai fondasi dalam membangun integritas dan moralitas individu.
Kebatinan Ki Ageng adalah sebuah falsafah hidup yang berakar pada kearifan lokal Jawa. Konsep ini menekankan pada pengendalian diri, keselarasan dengan alam, dan kedalaman spiritual. Nilai-nilai yang diajarkan oleh Ki Ageng mengutamakan introspeksi, kejujuran, ketulusan, dan tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan Tuhan.
Dalam filosofi Ki Ageng, manusia diajarkan untuk "ngelmu sejati," yaitu mencari ilmu kehidupan yang sejati dengan fokus pada kebaikan, keadilan, dan harmoni. Kebatinan ini mengajarkan bahwa harta dan kekuasaan bukanlah tujuan utama, melainkan alat untuk mencapai kebermanfaatan bagi sesama. Nilai-nilai ini relevan dalam upaya pencegahan korupsi yang sering kali berakar pada keserakahan, ketamakan, dan hilangnya nilai-nilai moral.
Hubungan Antara Kebatinan Ki Ageng dan Pencegahan Korupsi
Pengendalian Diri sebagai Benteng Utama
Salah satu aspek utama dalam kebatinan Ki Ageng adalah kemampuan mengendalikan hawa nafsu. Korupsi sering kali terjadi karena seseorang tidak mampu menahan godaan untuk memperkaya diri secara tidak sah. Nilai "eling lan waspada" yang diajarkan Ki Ageng mengingatkan manusia untuk selalu sadar akan akibat dari setiap tindakan yang dilakukan. Dengan pengendalian diri yang kuat, seseorang akan lebih mampu menahan dorongan untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum dan moralitas.Kejujuran sebagai Landasan Moralitas
Kejujuran adalah inti dari ajaran kebatinan Ki Ageng. Dalam konteks pencegahan korupsi, kejujuran menjadi nilai fundamental yang harus dimiliki oleh setiap individu, terutama mereka yang berada dalam posisi strategis. Filosofi ini mengajarkan bahwa kejujuran bukan hanya tanggung jawab kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Tuhan. Keyakinan bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan balasan sesuai dengan karma mendorong individu untuk selalu bertindak jujur dan lurus.Kesederhanaan dan Penolakan Terhadap Materialisme
Kebatinan Ki Ageng menekankan hidup sederhana dan tidak berlebihan. Pandangan ini menjadi relevan dalam mencegah korupsi, yang sering kali dipicu oleh gaya hidup konsumtif dan kebutuhan untuk memenuhi ambisi materialistis. Dengan menjalani hidup yang sederhana, seseorang tidak akan mudah tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan demi memperkaya diri.Tanggung Jawab Sosial
Salah satu ajaran penting Ki Ageng adalah rasa tanggung jawab terhadap masyarakat. Filosofi ini mengajarkan bahwa setiap individu memiliki peran untuk menjaga harmoni sosial dan kesejahteraan bersama. Dalam konteks pencegahan korupsi, nilai ini mendorong para pemimpin dan pejabat untuk memprioritaskan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau golongan.
Implementasi Kebatinan Ki Ageng dalam Upaya Pencegahan Korupsi Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Beberapa cara atau implementasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai berikut:
Pendidikan Karakter Berbasis Kebatinan
Salah satu cara untuk menerapkan nilai-nilai Ki Ageng adalah melalui pendidikan karakter. Mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, nilai-nilai seperti kejujuran, pengendalian diri, dan tanggung jawab dapat diajarkan secara sistematis. Pendidikan ini tidak hanya berbasis teori, tetapi juga praktik, seperti mengadakan program yang melibatkan siswa dalam kegiatan sosial dan spiritual.Pelatihan dan Pembinaan bagi Aparatur Negara
Aparatur negara memiliki peran penting dalam menciptakan pemerintahan yang bersih. Oleh karena itu, pelatihan dan pembinaan yang berbasis kebatinan Ki Ageng dapat dilakukan untuk meningkatkan integritas mereka. Program ini dapat berupa lokakarya, seminar, atau retret yang mengajarkan pentingnya kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab.Penerapan Etika dalam Sistem Pemerintahan
Nilai-nilai kebatinan Ki Ageng dapat diintegrasikan ke dalam sistem pemerintahan melalui kode etik yang jelas dan tegas. Pejabat yang melanggar kode etik ini harus mendapatkan sanksi yang sesuai, sementara mereka yang menunjukkan integritas harus diberi apresiasi.Penguatan Peran Tokoh Adat dan Agama
Tokoh adat dan agama memiliki pengaruh besar dalam membentuk moralitas masyarakat. Mereka dapat berperan sebagai agen perubahan dengan menyebarkan nilai-nilai kebatinan Ki Ageng kepada masyarakat luas. Melalui ceramah, diskusi, dan kegiatan komunitas, tokoh-tokoh ini dapat membantu menanamkan kesadaran akan pentingnya hidup yang bersih dan bebas dari korupsi.Pendekatan Spiritualitas dalam Pengambilan Keputusan
Dalam menjalankan tugasnya, para pejabat dan pemimpin dapat menggunakan pendekatan spiritualitas sebagai panduan dalam pengambilan keputusan. Dengan berpegang pada nilai-nilai kebatinan Ki Ageng, mereka akan lebih mampu membuat keputusan yang adil, bijaksana, dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Dari beberapa implementasi yang telah disebutkan, tentu saja dalam kehidupan sehari-hari kita tidak luput dengan yang namanya tantangan. Adapun tantangan dan Solusi dalam Implementasi tersebut akan dijelaskan dibawah ini.
Penerapan kebatinan Ki Ageng dalam upaya pencegahan korupsi bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utamanya adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai ini. Generasi muda, khususnya, cenderung lebih tertarik pada budaya modern yang sering kali tidak selaras dengan nilai-nilai lokal.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah berikut:
Sosialisasi dan Kampanye
Pemerintah dan lembaga terkait perlu mengadakan kampanye yang masif untuk mengenalkan kebatinan Ki Ageng kepada masyarakat. Media sosial, televisi, dan radio dapat digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral ini.Integrasi Nilai Lokal dalam Kurikulum Nasional
Pemerintah dapat mengintegrasikan nilai-nilai kebatinan Ki Ageng ke dalam kurikulum nasional. Hal ini akan memastikan bahwa generasi muda mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya hidup dengan integritas dan tanggung jawab.Kolaborasi dengan Komunitas Lokal
Komunitas lokal memiliki peran penting dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai tradisional. Kolaborasi dengan komunitas ini dapat membantu memperkuat penerapan kebatinan Ki Ageng di masyarakat.
Kesimpulan
Kebatinan Ki Ageng menawarkan pendekatan yang mendalam dan holistik dalam upaya pencegahan korupsi. Dengan menekankan pengendalian diri, kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial, nilai-nilai ini dapat menjadi fondasi yang kuat untuk membangun masyarakat yang bersih dan bermoral.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, implementasi kebatinan Ki Ageng dapat dilakukan melalui pendidikan karakter, pembinaan aparatur negara, dan penguatan peran tokoh adat dan agama. Dengan komitmen bersama dari pemerintah, masyarakat, dan individu, korupsi dapat diberantas, dan Indonesia dapat menjadi bangsa yang lebih maju dan bermartabat.
Dalam dunia yang penuh tekanan dan kompleksitas, ajaran Ki Ageng Suryomentaram memberikan pendekatan yang sederhana namun mendalam untuk membantu seseorang menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Dengan berfokus pada keseimbangan batin, nilai-nilai spiritual, dan introspeksi, individu dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih bijaksana, percaya diri, dan bermakna.Â
Dalam era modern yang serba cepat, ajaran Ki Ageng Suryomentaram mengingatkan manusia untuk berhenti sejenak dan merenungkan makna hidup. Ketika banyak orang terjebak dalam perlombaan materialistis, filsafat hidup Ki Ageng menawarkan jalan untuk menemukan kebahagiaan sejati melalui introspeksi dan penerimaan diri.
Ki Ageng Suryomentaram adalah bukti bahwa kebijaksanaan tidak hanya lahir dari gelar atau status, tetapi juga dari keberanian untuk menjalani hidup secara otentik. Ajaran dan filosofinya tetap hidup sebagai inspirasi bagi mereka yang mencari ketenangan batin dan kebahagiaan tanpa syarat.
NEM-SA Ki Ageng Suryomentaram adalah sebuah konsep sederhana namun mendalam yang mengajarkan manusia untuk memahami dan menerima dualitas kehidupan, yaitu perasaan senang (NEM) dan susah (SA). Melalui konsep ini, Ki Ageng Suryomentaram menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah hasil dari menghindari kesusahan atau terus mengejar kesenangan, melainkan dari kemampuan untuk menerima kedua pengalaman tersebut secara seimbang.
Dalam kehidupan modern yang penuh tekanan, NEM-SA relevan sebagai panduan untuk menghadapi tantangan hidup dengan lebih bijaksana. Konsep ini mengajarkan kita untuk melatih kesadaran diri, mengurangi keterikatan pada hal-hal duniawi, dan menemukan kedamaian batin melalui sikap syukur dan ikhlas.
Dengan menerapkan NEM-SA, seseorang tidak hanya dapat meningkatkan kualitas kesehatan mental, tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih harmonis dengan orang lain. Pada akhirnya, ajaran ini menuntun manusia menuju kehidupan yang lebih seimbang, bermakna, dan penuh kebijaksanaan.
Referensi
1) Wikipedia.(2020), Ki Ageng Suryomentaram
(https://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Ageng_Suryomentaram)
2) Yulianingsih, D. (2018). Filsafat Hidup Ki Ageng Suryomentaram dan Aplikasinya di Dunia Pendidikan. Jakarta: Pustaka Ilmu.Â
3) Kompas.com.(2021). Awal Mula Kasus Korupsi Bansos Covid-19 Yang Menjerat Juliari hingga Divonis 12 Tahun Penjara.
4)Â Youtube.(2021).Buat Kamu Yang Mencari Kebahagiaan (Filosofi kebahagiaan dari Ki Ageng Suryomentaram)
(https://youtu.be/aIZzt1DYK9U?si=E09Pqun8NG23srBd)
5)Â Astuti, R. (2019). Ki Ageng Suryomentaram: Pemikiran dan Relevansinya dalam Pembangunan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 24(1), 14-27.Â
6)Â Mulder, N. (1996). Mysticism in Java: Ideology in Indonesia. Gajah Mada University Press.Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H