Dalam dunia yang penuh tekanan dan kompleksitas, ajaran Ki Ageng Suryomentaram memberikan pendekatan yang sederhana namun mendalam untuk membantu seseorang menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Dengan berfokus pada keseimbangan batin, nilai-nilai spiritual, dan introspeksi, individu dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih bijaksana, percaya diri, dan bermakna. Ajaran Ki Ageng Suryomentaram menjadi panduan yang relevan bagi individu yang ingin memimpin dirinya sendiri secara efektif dengan memperkuat kesadaran batin, pengendalian diri, dan harmoni hidup.Â
Contohnya dalam menghadapi dilema hidup, seseorang dapat menggunakan ajaran refleksi batin Ki Ageng untuk menemukan solusi yang paling selaras dengan nilai-nilai dirinya. begitu juga dalam mengelola stres, ajaran tentang pengendalian emosi membantu seseorang tetap tenang dan tidak reaktif.Â
Dalam konteks kehidupan modern yang penuh tekanan, ajaran Ki Ageng menjadi alat praktis untuk mengelola stres dan membangun resilien. Dengan mengintegrasikan aspek rasional dan emosional, konsep ini relevan sebagai pendekatan psikologi lokal yang dapat melengkapi teori Barat, seperti yang digagas oleh Sigmund Freud atau George Herbert Mead.
Selain itu, Ki Ageng mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak tergantung pada faktor eksternal, melainkan pada olah rasa. Dengan prinsip ini, individu dapat lebih fokus pada hal-hal esensial dalam hidup, seperti keseimbangan antara kebutuhan material dan spiritual.
Bagaimana Penerapan Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram Dalam Kehidupan Sehari-Hari?
Kita ambil sebuah contoh kasus,misalnya:
Pada 6 Desember 2020 lalu, KPK menetapkan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek pada tahun 2020.
Kasus yang melibatkan pejabat tinggi Kementerian Sosial (Mensos) Juliari Batubara, yang terbukti melakukan korupsi dana bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat terdampak COVID-19. Juliari memotong dana bansos sebesar Rp10.000 per paket, sehingga total kerugian negara mencapai sekitar Rp17 miliar. Dana yang seharusnya membantu masyarakat justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Latar Belakang Kasus
- Tujuan Dana Bansos: Pemerintah Indonesia mengalokasikan dana bansos untuk membantu masyarakat terdampak pandemi COVID-19, khususnya masyarakat miskin, guna memenuhi kebutuhan dasar selama masa pembatasan sosial.
- Program Pengadaan: Kemensos bertugas menyalurkan bantuan dalam bentuk sembako kepada masyarakat miskin di wilayah Jabodetabek. Nilai proyek pengadaan bansos mencapai Rp5,9 triliun untuk 272 kontrak pengadaan.
Modus Operandi
- Pemotongan Fee: Menteri Sosial saat itu, Juliari Batubara, diduga meminta komisi atau fee dari setiap paket bansos yang disalurkan. Besarannya adalah Rp10.000 per paket sembako, dengan nilai per paket sekitar Rp300.000.
- Keterlibatan Pihak Ketiga: Pengadaan bansos dilakukan melalui penunjukan langsung kepada sejumlah rekanan. Beberapa perusahaan ditunjuk untuk mengemas dan mendistribusikan sembako dengan syarat memberikan komisi kepada pejabat terkait.
- Pengumpulan Uang Suap: Uang yang terkumpul dari fee tersebut dikumpulkan oleh sejumlah pejabat Kemensos dan diberikan kepada Juliari Batubara.
Fakta Penting
Penangkapan Juliari Batubara:
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka pada Desember 2020.
- Penetapan ini berdasarkan operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menemukan uang tunai dalam mata uang rupiah dan asing senilai Rp14,5 miliar yang diduga berasal dari fee bansos.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!