Ajaran beliau mengajarkan pentingnya menjadi jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Nilai ini relevan dalam transformasi sosial karena mendorong terciptanya budaya yang transparan dan bertanggung jawab. Jika kejujuran menjadi prinsip dasar individu dalam menjalankan peran di masyarakat, maka peluang korupsi akan semakin kecil.
3. Kesederhanaan dan Menghindari Materialisme
Ki Ageng Suryomentaram mempromosikan kehidupan yang sederhana dan tidak terikat pada materi. Korupsi sering kali berakar pada obsesi terhadap kekayaan dan kemewahan. Dengan mempraktikkan nilai-nilai kesederhanaan, seseorang dapat mengurangi motivasi untuk menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi.
4. Pemberdayaan Spiritual untuk Transformasi Sosial
Transformasi yang dimaksud tidak hanya menyentuh aspek struktural, tetapi juga nilai-nilai yang mendasari interaksi sosial. Ajaran beliau tentang keseimbangan batin dan harmoni sosial memberikan pendekatan yang unik untuk menciptakan masyarakat yang lebih etis dan manusiawi.
Di era modern ini, ajaran ini bisa kita terapkan melalui pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai integritas, empati, dan pengendalian diri. Dalam upaya pemberantasan korupsi, pendekatan berbasis spiritual ini melengkapi strategi hukum dan struktural dengan memberikan fondasi moral yang kokoh.
Enam SA versi Ki Ageng Suryomentaram ini dapat kita terapkan didalam kehidupan kita pribadi untuk mengenal diri sendiri, dan memahami diri sendiri, atau sering disebut juga "pengawikan pribadi." pengawikan pribadi ini bertujuan untuk mengendalikan keinginan pada:
1. Semat (keinginan material)
Misalnya seperti harta atau kekayaan, rasa nyaman atau keenakan, dan tabiat atau kesenangan.
2. Derajat (keinginan untuk diakui orang lain)
Misalnya seperti keluhuran, kemulyaan atau dimuliakan, serta senang apabila selalu dibangga-banggakan.
3. Kramat (status sosial/keinginan untuk menguasai)
Misalnya seperti ingin dipuji-puji, dipercayakan, disegani dan memiliki kekuasaan penuh.