"Lho mendingan makan dulu. Biar khusuk salatnya."
"Tanggung. Nanti aja selesai salat," sahut Jaka sambil terus berlalu. Menuruni tangga menuju lantai satu.
Selalu begitu. Setiap tiba waktu salat, Jaka selalu tepat waktu. Sekalipun di tengah perjalanan, atawa dalam suatu kegiatan penting juga. Malahan sekali waktu saat keduanya berada di TIM, ketika Jaka menjemput Angie dari kampusnya di LPKJ (Sekarang IKJ) karena mendapat tugas mendadak untuk meliput berita, Jaka menyempatkan diri untuk menunaikan salat saat waktu Duhur tiba. Â Walaupun bersikap urakan, tapi dalam menunaikan kewajiban sesuai ajaran keyakinannya selalu dinomorsatukan.
Angie bekerja sebagai reporter di majalah itu sambil kuliah juga memang. Sama halnya dengan Jaka. Hanya kampus Jaka di jalan Gondangdia.
Demikian juga di saat hari libur. Bila Angie selesai melaksanakan kebaktian minggu di Katedral, seringkali ia melihat Jaka yang sedang duduk-duduk di pelataran masjid Istiqlal. Walaupun agak jauh dari tempat kost-nya, Jaka sering menunaikan salat di masjid termegah di Asia Tenggara itu memang. Bila besok harinya ditanya, jawab Jaka karena selalu merasa tenang dan nyaman. Â
"Eh, kok malah melamun? Apa yang lu khayalkan?" Tiba-tiba Jaka sudah muncul di depan Angie seraya menegurnya. Tentu saj gadis itu tergeragap dibuatnya.
"Ah, nggak kok. Orang lagi membaca tulisanmu..." sahut Angie dengan kikuk sambil tersipu.
"Jangan suka melamun lho. Nanti cepet tua," kata Jaka seraya mengambil lembaran kertas dari hadapan Angie.
"Emang kalo udah tua kenapa?"
"Ya pikunlah. Terus mati..."
"Biarin aja ah. Biar cepet-cepet mati..."