Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepenggal Kasih di Antara Katedral dan Istiqlal

24 Desember 2019   21:12 Diperbarui: 24 Desember 2019   21:26 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya sosok Jaka banyak digandrungi kaum perempuan memang. Sebagaimana yang sering tanpa sengaja Angie sendiri menyaksikannya. Manakala Angie dan Jaka sedang berada di tengah keramaian. Di pusat perbelanjaan, atawa di tempat lainnya yang biasa banyak kaum hawa. Banyak mata dari perempuan itu yang terkesan menatap lekat terhadap Jaka. Tak peduli perempuan sebaya Angie maupun mereka yang tergolong setengah tua, yang biasa dijuluki tante girang.

Kalau sudah seperti itu, diam-diam Angie merasa bangga juga bercampur sedikit risih berada di dekat Jaka. Mata kaumnya yang sedang memperhatikan mereka berdua -- terutama pada Jaka, tentu saja, tak sedikit yang menyorot rasa cemburu. Tapi ada juga yang seakan terkagum-kagum menganggap Angie sebagai perempuan yang menjadi pilihan pemuda itu.

Pilihan?

Bah. Pemuda urakan itu sepertinya tak pernah peduli dengan perempuan. Termasuk kepada Angie sendiri. Selama ini Angie dianggap hanyalah rekan kerja semata. Oleh Jaka, tentu saja. Bahkan belum pernah sekalipun dirinya diperlakukan sebagaimana harusnya seorang perempuan oleh seorang lelaki dewasa. Terlepas perempuan itu hanya sekedar teman saja. Tak pernah.

Pernah terbersit dalam hati gadis peranakan tionghoa dan Jerman itu dugaan kalau rekan kerjanya tersebut adalah seorang penyuka sesama jenis. Akan tetapi ketika beberapa kali di Sabtu malam mereka berdua keluar-masuk bar tempat berkumpulnya kaum gay, untuk mengumpulkan bahan tulisan, dugaan itu ambyar seketika. Betapa tidak, di tengah-tengah sekumpulan lelaki penyuka sesama jenis,  sikap Jaka malah terkesan begitu risih ketika beberapa pria menggodanya dengan colekan yang dibarengi ungkapan kata-kata penuh gelora asmara. Bahkan ketika mereka berdua keluar dari tempat itu, Jaka berkali-kali membuang ludah dibarengi umpatan yang penuh kebencian.

Lalu, kenapa Jaka bersikap dingin terhadap perempuan -- termasuk kepada Angie sendiri? Itulah yang hingga hari ini belum didapat jawabnya oleh Angie.

Padahal, ya padahal setelah beberapa bulan Angie dengan Jaka seringkali jalan berdua, dalam hati Angie diam-diam telah tumbuh perhatian khusus kepada Jaka. Entah kenapa. Angie sendiri tidak mengerti.

Apakah karena ketekunan dan memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaannya, atawa justru karena sikap cueknya itu? Entahlah.

Angie menggelengkan kepalanya beberapa kali. Seakan berusaha menepis kecamuk dalam hatinya yang penuh dengan beragam perasaan. Seteguk air teh dari botolnya menuntaskan kegiatan makan siangnya. Kemudian gadis itu membuang kertas bekas pembungkus nasi yang tadi dilahapnya ke keranjang sampah di sudut ruangan. Lalu dengan langkah perlahan ia kembali. Tapi bukannya ke meja asalnya tadi, melainkan menghampiri Jaka. Diam-diam Angie berdiri di belakang kursi yang diduduki Jaka. Memperhatikan lembar kertas yang sudah hampir penuh oleh huruf-huruf  yang tak henti diketik lelaki itu.

Saat terlihat lembaran kertas itu akan dcopot dari jepitan di atas mesin tik oleh Jaka, Angie mencolek pinggang teman kerjanya itu.

"Heh, tuh nasinya dimakan dulu. Nanti keburu dingin lho..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun