Gadis lalu bangkit dan beranjak menuju sofa, satu-satunya yang ada di rumah kos itu dan telah pula berlubang dan reot. Dia akan menunggu Damar keluar, walau apapun yang terjadi. Seragam sekolahnya belum diganti, dia tidak perduli, dia hanya akan menunggunya.
Sepertinya dia tertidur sebentar dan terbangun ketika tiba-tiba Damar telah berada di sampingnya dan mengguncang-guncang bahunya.
"Bangun!" katanya.
Gadis kaget dan langsung bangkit sambil memandang Damar dengan tajam. Bibirnya yang merah dan mungil itu cemberut, kedua tangannya bersidekap di dadanya kembali, aksi ngambek. Masih diingatnya perlakuan Damar tadi.
"Pengecut!" katanya seperti hendak menangis, matanya berkaca-kaca.
Damar tertawa dan menarik hidung Gadis dengan gemas. Anehnya, Gadis diam saja, hanya memang bibirnya makin cemberut dan air mata benar-benar jatuh di pipinya.
"Pulanglah, sudah sore. Kau belum ganti seragam," bujuk Damar sambul mengusap air mata di pipi Gadis.
"Biarin!"
"Nanti ayah dan ibumu mencari."
"Biarin!"
"Kau bisa dimarahi nanti."