"Ingat janjimu Singolana!" Seru si pria sambil menebaskan belatih keatas, membelah kepala singa menjadi dua.
Tubuhnya tergeletak tak bergerak, tanda bahwa pertarungan telah berakhir.
Semenit berlalu. Si pria kembali mengangkat tangan. Matanya tajam terpaku pada tubuh Singolana. Ia berbisik merapal mantra.
Sejenak kemudian punggung mahluk itu terbelah. Dari dalamnya, seorang wanita bangkit berdiri, berselimut darah.
"Adinda Songgolangit, masih ingatkah padaku?" Tanya si pria pada wanita berambut panjang dihadapannya.
Wanita itu melirik jemari yang dibolak-balik, lalu memegang wajahnya.
"Maafkan aku, adinda. Harusnya aku memilihkan tubuh yang lebih cocok untukmu." Ujarnya menjelaskan mengapa kekasihnya terlihat berbeda.
Wanita itu menatapnya sejenak. Wajahnya melemas, lalu tersenyum ramah.
"Kakanda Pujang Anom, aku merindukanmu." Ujarnya menjulurkan jemari.
Secepat kilat Pujang Anom mengeluarkan kekasihnya dari tubuh singa. Bibir keduanya larut dalam kemesraan, terpadu oleh cinta sedarah kakak dan adik, cinta terlarang yang mereka sembunyikan dari ayahanda.Â
"Apa kau sehat kakanda?" Tanya wanita itu.