Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Reog

2 Agustus 2022   21:42 Diperbarui: 4 Agustus 2022   20:30 2039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Seniman menampilkan tari Reog Ponorogo. (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF via kompas.com)

"Aku tidak punya waktu untuk basa-basi. Topeng reog sudah didepan matamu. Berikan bayaranku, dan aku akan pergi dari sini." Protes Riris sembari menatapnya tajam.

"Jangan menentang ku perempuan sialan!" Bentak si pria tak ingin dibantah, "Hanya karena kuijinkan kau memilih tempat bertemu, kau pikir aku tidak bisa melukaimu? Dengan satu jentikan jari, aku bisa mengakhiri hidupmu dan adik pincangmu, mengerti kau?" Pria itu mengangkat tangan, berlagak menjentikkan jemarinya.

Riris tertegun tak mampu bersuara. Bibir bawahnya gemetar mendengar perkataan laki-laki itu. Darimana ia tahu tentang adiknya? Ia tidak boleh melawan, setidaknya sebelum uang itu belum berada ditangannya. Sedikit lagi, ia harus bersabar.

"Pikiran dengan baik, lalu ceritakan apa yang terjadi di tempat itu." Ujar si pria sambil menuangkan minuman ke gelasnya.

"Ka..kami," ujar Riris memutar jemarinya, "masuk kedalam kuil sesuai dengan instruksi kelompokmu, saat bulan purnama. Ada beberapa pasukan pemerintah yang berjaga, tapi itu bukan masalah untuk timku.

 Setelah masuk, kami menelusuri kamar-kamar di dalam kuil menggunakan peta yang kau sediakan. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan topeng reog ini pada ruangan utama kuil. Akan tetapi..." Riris kembali menelan ludah.

 Entah mengapa sakit kepala tiba-tiba menyerang kepalanya saat ia mencoba mengingat kembali penjarahan kuil yang timnya lakukan. Ia menggeleng kaku, berusaha melawan nyeri yang semakin lama semakin terasa.

"Lanjutkan." Perintah si pria sambil menuangkan minuman ke gelas Riris.

Secepat kilat, ia meneguk habis minuman itu. Sejenak kemudian, ia lanjut berbicara,

"Setelah mengambil topeng dari dinding kuil, sesuatu menyerang kami. Ribuan serangga seukuran jempol muncul dari balik dinding mengejar kami, seolah tak ingin benda itu kami bawa."

"Kutu." potong si pria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun